ORANG PENTING ATAU ORANG BERMASALAH
Usai merayakan misa,
rombongan suster RGS mampir sejenak di pastoran. Kebetulan ada tiga orang
suster tamu. Jadi sekalian mau lihat pastoran, kenalan dengan pastor yang tadi
memimpin misa.
Saya keluar menyapa mereka. Usai
bersalam-salaman, kami pun mulai pembicaraan ringan. Salah satu topik pembicaraan adalah domisili saya. Seorang suster tamu, kebetulan sudah beberapa
kali ke Batam, baru pertama kali bertemu dengan saya. Karena itu, ia bertanya
sejak kapan tugas di Tiban.
Sadar bahwa arah
pertanyaannya menyangkut domisili, maka saya segera memperbaikinya. Saya
tekankan bahwa saat ini saya sedang dalam posisi tamu di Paroki Tiban. Domisili
saya di Pangkalpinang, di keuskupan.
Mendengar bahwa saya tinggal
di keuskupan, seorang suster langsung berkomentar, “Biasanya, yang tinggal di
keuskupan itu antara dua: orang penting atau bermasalah.” Setelah ia
menyelesaikan kalimatnya itu, ia menatap saya sambil tersenyum.
Saya pun langsung
menjawabnya secara diplomatis, “Tidak jauh beda seperti dunia militer, Suster.
Ada istilah di-Mabes-kan.”
“Jadi, romo masuk kategori
pertama atau kedua?” Suster seakan tidak ingin jawaban diplomatis. Ia ingin
hitam – putih.
“Saya merasa yang kedua,
Suster. Karena, kalau yang pertama, kerja saya tidaklah terlalu penting.
Penting pun tidak.”
Dengan jawaban ini,
diharapkan suster dapat memahaminya. Saya mengatakan bahwa saya masuk kategori
kedua, karena saya sendiri tidak dapat menjelaskan alasan kategori pertama.
Kategori pertama mengisyaratkan saya sebagai orang penting, namun saya tidak tahu
dimana letak pentingnya peran saya.
Karena tidak dapat
menjelaskan letak pentingnya peran saya, maka saya akhirnya memilih kategori
kedua. Akan tetapi, pilihan kategori kedua pun masih menyisahkan kebingungan, karena
saya juga tidak tahu dimana letak masalah saya.
Jadi, saya tidak masuk
kategori pertama, karena sama sekali peran saya tidak penting. Hal ini dapat
dilihat dari aktivitas harian saya selama berada di keuskupan. Amat sangat
jarang sekali saya masuk “kantor” di ruang IT. Hari-hari hanya santai saja.
Pelayanan paroki sama sekali tak pernah (karena tak dipakai oleh paroki). Untuk
mengurus web, dapat saya lakukan dimanapun saya berada sejauh terkonek jaringan internet. Tidak masuk pada
kategori pertama inilah menyisahkan pilihan lainnya, yaitu kategori kedua.
Namun pilihan ini masih menyisahkan pertanyaan dalam diri saya: apa masalah
saya. Saya memastikan bahwa saya ada masalah (maklum, setiap manusia pasti
punya masalah), tapi saya tidak tahu masalahnya. Hanya uskup saja yang mungkin
tahu.
Batam,
22 Juli 2015
by:
adrian
Baca
juga refleksi lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar