Barangsiapa kafir, maka
(akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang
kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran
orang-orang kafir itu hanya akan menambah kerugian mereka belaka. (QS 35: 39)
Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang disampaikan
langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Apa yang tertulis dalam kitab
itu, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nas, diyakini sebagai
perkataan Allah sendiri. Keyakinan ini didasarkan pada firman Allah sendiri
yang banyak terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Karena itu, umat islam akan
marah jika ada yang melecehkan Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama
artinya pelecehan terhadap Allah, dan umat islam wajib bangkit untuk melawan.
Allah sudah memberi perintah agar umat islam membela Allahnya yang mahakuat dan
maha perkasa. Dan terhadap pelaku pelecehan, Allah sudah menentukan hukumannya.
Dalam
QS al-Maidah: 33 ditegaskan bahwa hukuman bagi orang-orang yang memerangi
Allah hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
secara silang.
Oleh karena itu, haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas
merupakan kata-kata Allah sendiri. Kutipan tersebut diambil dari surah Fatir,
surah ke-35. Berhubung surah Fatir masuk kelompok surah makkiyyah, maka bisa
dipastikan kutipan wahyu di atas disampaikan Allah saat Muhammad masih berada
di Mekkah. Kepada siapa wahyu ini ditujukan dan apa maksud tujuan wahyu ini
diturunkan? Tujuan dari wahyu ini dapat diketahui dari kepada siapa wahyu ini
ditujukan. Hanya menjadi persoalan, sasaran wahyu ini tidak jelas. Sekalipun
membaca ayat sebelumnya maupun sesudahnya tetap saja tidak jelas kepada siapa
wahyu ini ditujukan. Akan tetapi, sekedar perkiraan, ada dua kemungkinan
sasaran wahyu ini.
Pertama, wahyu ini ditujukan buat para pengikut Muhammad yang sudah beragama islam. Sebagaimana diketahui, masuk islam merupakan suatu keistimewaan. Ada banyak keistimewaan yang ditawarkan Muhammad bagi orang yang masuk islam. Bahasa-bahasa keuntungan, pahala, serta surga dengan segala kenikmatannya, termasuk kenikmatan seksual, merupakan bentuk keistimewaan tersebut. Keistimewaan itu merupakan daya tarik orang untuk masuk islam, dan sekaligus pengikat orang untuk tidak meninggalkan islam. Keistimewaan itu langsung dipertentangkan dengan kekafiran. Karena itu, kemungkinan kedua dari sasaran wahyu adalah orang kafir. Siapa yang dimaksud orang kafir di sini? Tidak jelas. Berhubung surah ini masuk kelompok surah makkiyyah, maka orang kafir di sini adalah orang kafir yang ada di Mekkah. Mereka adalah orang Arab, orang Yahudi, orang Kristen Nestorian, yang pada waktu itu sudah resmi dinyatakan sebagai aliran sesat. Masih ada banyak lagi orang kafir selain 3 kelompok tadi. Kutipan wahyu Allah di atas ditujukan kepada mereka ini dengan tujuan agar mereka memeluk islam. Alasan meninggalkan kekafiran adalah kerugian (apa bentuk ruginya, sangatlah tidak jelas). Pada prinsipnya, menjadi kafir adalah rugi.
Yang menarik dari kutipan ayat Al-Qur’an di atas adalah kalimat keduanya: “Dan
kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka.” Harus tetapi dipahami
bahwa kalimat ini lahir dari mulut Allah SWT. Dengan kata lain, kalimat ini
adalah kata-kata Allah sendiri. Yang menarik dari kalimat ini terletak pada dua
kata terakhir, yang sengaja ditebalkan, “Tuhan mereka.” Frase “Tuhan mereka” menunjukkan
dengan jelas kalau Allah SWT mengakui juga keberadaan Tuhan-Tuhan yang diimani
oleh orang kafir. Dua kata tersebut, secara implisit, mengakui adanya Tuhan
orang Yahudi, Tuhan orang Arab, Tuhan orang Kristen, dan lain sebagainya.
Artinya, setiap agama mempunyai Tuhannya sendiri, yang berbeda satu dengan yang
lain. Agama islam memiliki Tuhannya sendiri, agama Yahudi punya Tuhannya
sendiri, dan agama Kristen ada Tuhannya sendiri. Agama lain juga demikian.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa monoteisme islam tidak murni, karena
masih mengakui pelbagai manifestasi Allah lain, meski tidak diimani atau
disembah. Konsep ini sebenarnya belum benar-benar monoteisme, melainkan henoteisme atau lebih tepat disebut monolatri, pengabdian eksklusif kepada Allah
SWT, satu-satunya Allah yang diimani dan disembah, yang berbeda dengan
allah-allah lain.
Pertama-tama
perlu diketahui bahwa kata “kafir” dalam Al-Qur’an dan juga islam dimaknai
dengan penolakan terhadap Muhammad sebagai nabi, Al-Qur’an sebagai kitab suci
dan juga Allah SWT. Secara sederhana, menolak islam (tidak memeluk islam)
adalah kafir. Namun bukan berarti orang kafir ini tidak punya agama dan Allah.
kutipan kalimat kedua di atas sudah menegaskan bahwa orang kafir itu mempunyai
Tuhan. Dapat dipastikan Tuhan orang kafir ini berbeda dengan Tuhannya orang
islam. Menjadi lucu dari kalimat kedua kutipan wahyu Allah itu adalah Tuhan
orang kafir dikatakan bertambah murka terhadap orang kafir yang semakin kafir.
Aneh dan lucu. Untuk menyadari keanehan dan kelucuannya, akan dibuatkan
perbandingan.
Pak
Anton punya anak bernama Toni. Suatu hari Anton minta tolong Toni belikan rokok
Sampurna di warung. Anton minta jangan rokok yang lain. Harus Sampurna. Ketika
memasuki warung, Toni berpapasan dengan Pak Ahmad. Ketika ditanya apa
keperluannya, Toni menjawab, “Mau beli rokok Sampurna buat ayah.” Tiba-tiba
Ahmad berkata, “Jangan beli rokok, karena berbahaya bagi kesehatan. Ayahmu akan
murka kalau kamu tetap beli rokok Sampurna.” Pertanyaan: apakah pak Anton marah
kalau Toni beli rokok Sampurna? Tentulah tidak, malah dia akan senang. Membeli
rokok Sampurna berarti bertentangan dengan keinginan pak Ahmad. Seperti itulah
perbandingan kalimat kedua dari wahyu Allah di atas.
Ada
kesan kalau Tuhannya umat islam tidak hanya fokus mengurus umat islam saja,
tetapi Dia mencampuri urusan umat agama lain. Yang aneh dan lucunya, kenapa
pula umat agama lain yang setia dengan kepercayaannya, yang karena itu dinilai
sebagai kekafiran, malah akan menambah kemurkaan Tuhannya. Bukankah seharusnya
Tuhannya itu senang. Hanya Allah SWT islam saja yang murka, karena orang kafir
tidak mau ikut Dia.
Jika
kutipan ayat Al-Qur’an di atas dibaca dengan tenang, maka akan ditemukan nada
ancaman dan/atau menakut-nakuti. Nada seperti ini banyak ditemukan dalam
ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga tak heran bila islam dikenal sebagai agama teror.
Allah SWT mengancam dan menakut-nakuti orang non muslim jika mereka tetap pada
kekafiran. Allah SWT mengancam jika mereka tetap pada kekafiran, mereka akan
mendapat murka, yang aneh bin lucu, datangnya dari Tuhan mereka sendiri. Allah
SWT menakut-nakuti jika mereka tetap pada kekafiran, mereka akan mendapatkan
kerugian. Entah apa bentuk kerugiannya. Sungguh tak jelas, sekalipun sudah dikatakan
Al-Qur’an adalah kitab yang jelas.
Dari
semua ini, bisa ditarik beberapa kemungkinan. Pertama, Tuhannya umat islam adalah Allah yang tidak suka melihat
kebaikan dilakukan oleh umat lain. Ada semacam sifat iri hati dalam diri Allah
SWT. Jadi, secara sederhana bisa dikatakan Tuhannya orang islam itu cemburuan.
Dia mau agar orang kafir mengikuti kemauan-Nya. Kedua, Allah SWT suka mencampuri urusan orang lain. Hal ini
berlatar-belakang pada sifat iri hati tadi. Karena cemburu, maka Tuhan sibuk
mencampuri perkara orang lain; bahkan terkesan ingin memaksakan kehendaknya.
Jadi, secara sederhana bisa dikatakan Tuhannya orang islam itu reseh. Ketiga, ada kesan Allah SWT ingin
menjadi penguasa tunggal. Dia memiliki keinginan untuk mengatur kehidupan umat
agama lain. Jadi, secara sederhana bisa dikatakan Tuhannya orang islam itu
arogan.
Berangkat
dari telaah dan kajian wahyu Allah ini, satu kesimpulan bisa didapat, yakni
kutipan ayat Al-Qur’an di atas bukanlah dari Allah. Harus jujur dikatakan
kutipan di atas hanyalah kata-kata Muhammad, yang ditempatkan pada mulut Allah,
sehingga seolah-olah itu berasal dari Allah.
Dabo
Singkep, 22 Oktober 2021
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar