(Yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, nabi
yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. (QS 7: 157)
Publik
sudah tahu kalau Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam. Ia dijadikan salah
satu sumber iman dan peri kehidupan umat islam, selain hadis. Hal ini
disebabkan karena Al-Qur’an diyakini berasal dari Allah secara langsung.
Artinya, Allah langsung berbicara kepada Muhammad, yang kemudian meminta
pengikutnya untuk menuliskannya. Karena itu, umat islam yakin dan percaya apa
yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah, sehingga Al-Qur’an
dikenal juga sebagai wahyu Allah. Penghinaan terhadap Al-Qur’an berarti juga
penghinaan terhadap Allah. Dan ini dilihat sebagai bentuk serangan terhadap
Allah. Umat islam diwajibkan untuk membela Allah yang mahakuat bila diri-Nya
diserang. Allah telah memberi hukuman bagi orang-orang yang memerangi
Allah, yaitu dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara
silang (QS al-Maidah: 33).
Secara umum dapat dikatakan bahwa kitab suci umat islam itu terdiri dari
114 surah. Ada perbedaan dalam memaknai kata “surah” ini, bahkan di kalangan
islam sendiri. Ada yang menilainya sebagai “bab’, ada pula yang menganggapnya
sebagai “kitab”. Ke-114 surah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok,
berdasarkan turunnya wahyu Allah. Yang pertama adalah kelompok makkiyyah (surah
makkiyyah), surah-surah yang berisi wahyu Allah yang turun saat Muhammad masih
berada di Mekkah. Yang kedua adalah surah madaniyyah, surah-surah yang berisi
wahyu Allah yang turun saat Muhammad berada di Madinah.
Berangkat dari premis-premis di atas, dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad saat ia berada di Mekkah. Memang, kutipan kalimat di atas tidak utuh dikutip. Ayat 157 yang dikutip sebenarnya terdiri dari 2 kalimat. Yang dikutip di atas adalah bagian awal dari kalimat pertama. Berhubung sudah ditegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas, maka apa yang tertulis di atas juga sudah terang benderang. Semua umat islam, apapun aliran dan ideologinya, sama-sama menafsirkan kalimat di atas bahwa nama Muhammad sudah tertulis dalam Taurat dan Injil. Atau dengan kata lain, kitab suci orang Yahudi dan Kristen sudah diramalkan akan kedatangan seorang nabi yang bernama Muhammad. Ada kesan, islam mau mengikuti jejak orang Kristen, dimana kedatangan Yesus sudah diramalkan dalam Perjanjian Lama.
Kajian atas wahyu Allah ini tidak sebatas pada tafsiran tersebut.
Pertama-tama perlu dilihat kutipan kalimat secara utuh. Jika melihat secara
utuh, maka haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas tidak semuanya merupakan
kata-kata Allah. Kata-kata yang berada di dalam tanda kurung adalah tambahan
kemudian, yang bukan berasal dari Allah, tetapi dari manusia. Hal ini bisa
dibuktikan jika dibuatkan perbandingan dengan sumber Al-Qur’an lainnya. Ada
banyak perbedaan redaksi tambahan. Jika itu dari Allah, bagaimana mungkin bisa
berbeda-beda. Karena itulah, harus dikatakan, kata-kata yang berada di dalam
tanda kurung adalah tambahan dari manusia.
Kutipan ayat di atas didasarkan pada Al-Qur’an Kemenag. Ada 3 tanda kurung,
dan perlu dikaji satu per satu. Pertama, (Yaitu).
Dari ilmu bahasa, kata “yaitu” masuk kategori kata hubung (konjungsi), yang
berfungsi menghubungkan atau menggabungkan klausa dengan klausa, kalimat dengan
kalimat, paragraf dengan paragraf, sehingga pembaca dapat memahami maksud
tulisan. Jika kata hubung dihilangkan maka ada resiko pembaca menjadi bingung
dan ada kemungkinan juga kalimat menjadi punya banyak makna. Kata hubung bisa ditempatkan
di tengah kalimat, dan bisa juga di awal kalimat (seperti kutipan ayat di
atas).
Jadi, kata “yaitu” dalam tanda kurung pada awal ayat 157, hendak
menunjukkan bahwa ayat 157 berhubungan dengan ayat 156. Dengan perkataan lain,
kata ini menggabungkan ayat 156 dan ayat 157. Akan tetapi, benarkah kata
“yaitu” benar-benar menghubungkan atau menggabungkan ayat 156 dan ayat 157? Secara
kasat mata, terlihat jelas bahwa kata “yaitu” tidak menghubungkan kedua ayat
tersebut. Ayat 156 diakhiri dengan kutipan perkataan Allah (ini dilihat dengan
tanda titik dan ditutup dengan tanda petik). Jika kata “yaitu” benar-benar mau
menggabungkan, maka seharusnya kalimat dalam ayat 157 juga harus ada dalam
tanda petik, yang mau menunjukkan itu merupakan perkataan Allah. Namun, ini pun
harus diandaikan kalimat ayat 156 tidak ditutup dengan tanda petik, sehingga
sungguh terlihat menyambung. Karena itu, bisa dikatakan penempatan kata “yaitu”
adalah salah. Seharusnya ayat 157 tidak disusupi dengan kata hubung ini,
sehingga dengan demikian wahyu Allah ini berdiri sendiri.
Kedua, (tidak bisa baca tulis).
Apa yang tertulis dalam tanda kurung ini hanya sebatas menjelaskan makna dari
kata ummi. Kata ini hendak
menjelaskan sosok nabi yang dibicarakan. Nabi itu tidak bisa baca tulis. Dan
nabi itu dikenal sebagai Muhammad. Jadi, bisa dikatakan Muhammad tidak bisa
baca tulis. Benarkah Muhammad tidak bisa baca tulis? Orang yang membaca
Al-Qur’an tentu akan mengatakan bahwa Muhammad bisa baca tulis. Ada banyak ayat
Al-Qur’an, yang merupakan wahyu Allah, yang bisa ditafsirkan bahwa Muhammad
bisa membaca. Jika Muhammad dikatakan tidak bisa membaca, maka haruslah
dikatakan bahwa Allah telah berbohong.
Ketiga, (namanya). Kata dalam
tanda kurung ini hendak menegaskan sosok nabi yang ummi tadi. Pada awal kalimat tidak disebutkan nama. Allah hanya
sebatas menggunakan istilah rasul dan nabi. Tentulah orang akan bertanya siapa sih rasul dan nabi itu? Sampai membaca
wahyu Allah secara utuh (ayat 157) tetap saja tidak ada satu nama yang muncul.
Jika memang Al-Qur’an sunggung kitab yang jelas atau keterangan yang jelas,
kenapa Allah tidak langsung menyubut nama Muhammad dalam wahyu-Nya. karena
ketidak-jelasan inilah, akhirnya ada manusia di kemudian hari menambah kata
“namanya” dalam tanda kurung dalam wahyu Allah ini. Dan publik islam
menafsirkan nama itu dengan Muhammad.
Kajian berikut adalah soal tafsiran. Sebagaimana sudah dikatakan di atas,
umat islam menafsirkan kalimat di atas bahwa nama Muhammad sudah tertulis dalam
Taurat dan Injil. Ada 2 kesan yang muncul dari penafsiran seperti ini. Pertama, sepertinya Allah ingin
mengikuti metode kitab suci orang Kristen, dimana kedatangan Yesus sudah
diramalkan dalam kitab-kitab para nabi dari Perjanjian Lama. Bagi umat nasrani,
kedatangan Yesus sudah diramalkan, bahkan sejak kitab pertama Perjanjian Lama,
yakni Kejadian, yang termasuk kitab Taurat Musa. Beberapa nabi juga sudah
meramalkan akan munculnya sosok, yang kemudian ditafsirkan sebagai Yesus, dalam
kitab mereka. Ada Yesaya, Mikha, Yeremia, dll. Nah, kesannya Allah SWT juga mau meniru cara pendekatan seperti
ini, maka lahirlah wahyu seperti kutipan di atas. Kedua, sepertinya umat islam tidak percaya diri hanya dengan wahyu
Allah yang menyatakan Muhammad sebagai nabi, bahkan nabi penutup. Masih harus
dibutuhkan dukungan lain untuk menegaskan kenabian Muhammad. Maka
“diciptakanlah” wahyu seperti kutipan di atas, sehingga umat islam yakin benar
bahwa Muhammad memang benar-benar nabi.
Pertanyaan mendasar terkait wahyu Allah ini adalah benarkah nama Muhammad
sudah tertulis dalam Taurat dan Injil. Sungguhkah kitab Taurat dan Injil
meramalkan kedatangan Muhammad? Sungguh jauh panggang dari api. Pertama-tama,
kitab Taurat hanya diperuntukkan buat warga Yahudi atau bangsa Israel. Muhammad
bukanlah orang Yahudi. Karena itu, sama sekali tidak ada namanya di dalam kitab
Taurat. Demikian pula Injil. Dicari sampai matahari terbit di ufuk barat pun
tak akan ditemui pernyataan, baik tersurat maupun tersirat, bahwa Muhammad
sudah dijanjikan oleh Allah-nya orang Yahudi dan Kristen. Tidak ada nama
Muhammad dalam kitab Taurat dan Injil. Karena itu, patutlah dikatakan bahwa
wahyu Allah di atas hanyalah isapan jempol belaka, alias kebohongan semata.
Mungkin wahyu inilah yang kemudian membuat orang Yahudi dan Nasrani pada
waktu itu, yang ada di Mekkah, menilai Muhammad sebagai pendusta atau pembohong
(QS Hud: 27). Ini juga yang kemudian membuat orang Yahudi dan Nasrani yang ada
di Mekkah waktu itu menilai Al-Qur’an hanyalah rekayasa Muhammad (QS al-Anbiya:
5), sehingga mereka akhirnya menyimpulkan Al-Qur’an adalah kebohongan Muhammad
(QS Saba: 43). Dengan dasar inilah orang Yahudi dan Nasrani akhirnya menolak
kenabian Muhammad. Mungkin karena ini, Allah akhirnya menurunkan wahyu bahwa
Taurat dan Injil yang ada saat itu sudah dipalsukan. Mereka telah mengubah
kitab Taurat dan Injil (QS al-Maidah: 41; QS al-Baqarah: 75). Artinya, orang
Yahudi dan Kristen telah mengubah atau menghapus kata “Muhammad” dari kitab
Taurat dan Injil.
Karena itu, dapat dimaklumi ketika ada penemuan “injil Barnabas”, dimana di
dalamnya tercantum nama Muhammad, umat islam menyambut gembira. Ada yang
langsung menegaskan kebenaran injil tersebut. Ada juga yang menegaskan
kebenaran Al-Qur’an yang telah memvonis Taurat dan Injil telah diubah. Mereka
lupa, kalau injil itu dibaca dengan benar, maka akan ditemui pertentangannya
dengan Al-Qur’an. Ada banyak pertentangan di dalamnya, yang mengandung
konsekuensi iman. Jika menerima injil Barnabas sebagai suatu kebenaran, berarti
orang harus juga menyatakan Al-Qur’an salah. Nah, pilih yang mana: Al-Qur’an atau injil Barnabas?
Ada juga umat islam yang menggunakan janji
Yesus kepada para rasul tentang kedatangan Roh Kudus (Injil Yohanes 14: 15 – 31
dan 16: 4 – 15) merupakan ramalan akan kedatangan Muhammad, seperti yang
diwahyukan Allah dalam QS al-Araf: 157. Ada satu ironisme di sini.
Bagaimana bisa Injil yang sudah dinyatakan palsu dijadikan dasar pembenaran
akan kedatangan Muhammad. Jika sumbernya saja sudah palsu, maka seharusnya
ramalan atau bahkan kenabiannya pun palsu. Untuk menguji klaim umat islam atas
janji Yesus tersebut, pertama-tama orang bisa membaca teks Injil itu secara
utuh, secara khusus tugas Roh Kudus itu. Pada ayat 14 disebutkan tugas Roh
Kebenaran itu, yaitu memuliakan Yesus dan memberitakan kepada manusia apa yang
telah diterima (diajarkan) Yesus (yang kedua ini kembali ditekankan pada ayat
15). Apakah Muhammad memuliakan Yesus; jawabannya TIDAK. Apakah Muhammad
menyampaikan apa yang diajarkan Yesus; jawabannya TIDAK. Tentang ajaran ini,
yang terjadi justru kebalikan. Yesus mengajarkan cinta kasih, Muhammad
mengajarkan kebencian dan permusuhan; Yesus mengajarkan monogami dan menolak
perceraian, Muhammad justru menawarkan poligami dan bercerai. Bahkan dia
sendiri mempraktekkannya, yang jelas-jelas bertentangan dengan hidup Yesus. Karena
itu, dapat disimpulkan bahwa janji Yesus tentang Roh Kudus, bukanlah merujuk
pada sosok Muhammad, seperti yang diklaim umat islam.
Demikianlah
kajian atas surah al-Araf ayat 157. Berangkat dari telaah dan kajian wahyu
Allah ini, ada beberapa kesimpulan bisa didapat. Pertama, haruslah dikatakan kutipan wahyu Allah di atas berisi
kebohongan. Ada 2 kebohongan yang ada, yaitu tentang Muhammad yang tidak bisa
membaca dan tentang nama Muhammad yang tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Kedua, kutipan ayat Al-Qur’an di atas
bukanlah dari Allah. Bagaimana mungkin Allah yang maha benar dan maha
mengetahui memberikan informasi yang tidak benar dan tidak jelas. Ketiga, harus jujur dikatakan kutipan di
atas hanyalah kata-kata Muhammad, yang ditempatkan pada mulut Allah, sehingga
seolah-olah itu berasal dari Allah.
Dabo
Singkep, 23 Oktober 2021
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar