“Aku ini Bundamu yang berdukacita.
Milikkulah semua dukacitamu. Juga bagimu, pada masa ini penderitaan dan
penindasan semakin bertambah. Sebab kamu hidup di masa hati manusia telah
menjadi beku, tertutup oleh egoisme yang picik.
Umat manusia terus bergegas di jalan
penolakan keras kepala terhadap Allah, kendati segala nasehat keibuanku dan
tanda-tandaku terus dilimpahkan oleh Kerahiman Tuhan. Demikianlah wabah dosa,
kebencian dan kekerasan semakin merajalela. Dan kurban yang paling rentan
adalah anak-anakku, yang tidak punya pembela dan mereka yang tidak memiliki
perlindungan.
Saat ini betapa banyak orang miskin, yang
tidak punya apa-apa, dan yang hidup dalam keadaan yang memprihatinkan dan tidak
manusiawi, tanpa pekerjaan yang tetap, tanpa sarana hidup yang layak. Dan
betapa banyak orang yang menyimpang jauh dari Allah serta Hukum Kasih-Nya, yang
direngut oleh pasukan tangguh orang-orang yang mengajarkan ateisme.
Umat manusia hidup di padang gurun, yang
tandus dan dingin; belum pernah seperti sekarang mereka begitu terancam.
Penderitaan umat manusia terangkum di dalam Hatiku yang Tak Bernoda. Saat ini,
lebih dari kapan pun, aku adalah Bunda yang berdukacita, dan air mata
berjatuhan dari mataku yang rahim. Dengarkanlah Ibumu dan jangan menjauh dari
kasih Bundamu yang berdukacita, yang ingin menuntun kamu semua kepada
keselamatan.
Putra-putraku terkasih, pada saat ini kamu
harus menjadi tanda dukacitaku yang mendalam. Di dalam hatimu, bersamaku
tanggunglah penderitaan dunia dan Gereja, yang sedang menghadapi sakratulmaut
dan sengsaranya yang menyelamatkan. Kiranya hanya dari penderitaan kita inilah
suatu era damai yang baru akan bersemi bagi semua orang.”
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar