Orang-orang
Kristen yang lebih fokus pada kedekatan lahiriah dengan Gereja daripada peduli
dengan sesama ibarat turis yang berkelana tanpa tujuan, demikian pernyataan
Paus Fransiskus pada 21 Agustus saat audensi umum mingguannya. Orang-orang “yang
selalu lewat tetapi tidak pernah memasuki Gereja” dalam cara yang sepenuhnya
komunal dalam hal berbagi dan peduli sibuk dalam semacam “wisata spiritual yang
membuat mereka percaya bahwa mereka adalah orang Kristen tetapi sebaliknya hanyalah
turis,” tambah Paus Fransiskus.
“Kehidupan
yang hanya didasarkan pada upaya mencari profit dan manfaat dari situasi yang
merugikan orang lain pasti menyebabkan kematian batin,” jelas Paus Fransiskus. “Dan
beberapa banyak orang yang merugikan orang yang mengatakan bahwa mereka dekat
dengan Gereja, berteman dengan pastor dan uskup namun hanya mencari kepentingan
mereka sendiri. Ini adalah kemunafikan yang menghancurkan Gereja.”
Selama
audensi, Clelia Manfellotti, seorang gadis 10 tahun dari Naples yang
didiagnosis autisme berjalan menaiki tangga ke tempat Paus Fransiskus duduk. Paus
Fransiskus meminta petugas keamanan untuk membiarkan dia karena Tuhan berbicara
melalui anak-anak, yang membuat para audiens bertepuk tangan. Saat menyapa para
peziarah berbahasa Italia di akhir audiens, Paus Fransiskus merenungkan gadis
kecil itu yang “menjadi korban penyakit dan tidak tahu apa yang dia lakukan.”
“Saya
bertanya satu hal, tetapi semua orang harus menanggapi dalam hati: ‘Apakah saya
berdoa untuknya; memandangnya, apakah saya berdoa agar Tuhan menyembuhkannya,
melindunginya? Apakah saya berdoa untuk orangtua dan keluarganya?’ Ketika kita
melihat seseorang menderita, kita harus selalu berdoa. Situasi ini membantu
kita untuk mengajukan pertanyaan ini: apakah
saya berdoa untuk orang ini yang telah saya lihat, (orang ini) yang menderita?” urai Paus Fransiskus.
Kisah Para Rasul
Dalam
katekesenya, Paus Fransiskus melanjutkan serangkaian ceramahnya tentang Kisah
Para Rasul, merefleksikan pembagian barang di antara komunitas Gereja perdana. Sementara
berbagi dalam doa dan ekaristi mempersatukan orang-orang beriman “dalam satu
hati dan satu jiwa,” kata Paus Fransiskus, berbagi barang membantu orang-orang Kristen
perdana untuk saling memelihara satu sama lain dan “menjauhkan dari bencana
kemiskinan.”
“Dengan
cara ini koinonia, atau persekutuan
menjadi cara baru untuk berelasi di antara para murid Tuhan. Ikatan dengan
Kristus membentuk ikatan antara saudara dan saudari yang juga bertemu dan
diekspresikan dalam persekutuan barang-barang material. Menjadi anggota Tubuh
Kristus membuat orang beriman bertanggung jawab satu sama lain,” papar Paus
Fransiskus.
Namun,
Paus Fransiskus juga mengingat contoh Ananias dan istrinya, Safira, dua anggota
Gereja Kristen awal, yang tiba-tiba meninggal setelah ketahuan bahwa mereka
menahan sebagian dari keuntungan penjualan tanah mereka dari para rasul dan
komunitas Kristen. Paus Fransiskus menjelaskan bahwa pasangan yang dikutuk itu “berbohong
kepada Tuhan karena hati nurani yang terisolasi, hati nurani yang munafik” yang
didasarkan pada “kepemilikan parsial dan opurtunistik” untuk Gereja.
“Kemunafikan
adalah musuh terburuk komunitas Kristen ini, dari kasih Kristiani ini: dalam
hal berpura-pura mencintai satu sama lain tetapi hanya mencari kepentingan
sendiri,” jelas Paus Fransiskus. “Faktanya, gagal dalam ketulusan berbagi atau
gagal dalam ketulusan mencintai berarti menumbuhkan kemunafikan, menjauhkan
diri dari kebenaran, menjadi egois, memadamkan api persekutuan dan membinasakan
diri pada dinginnya batin kematian.”
Sebelum
mengakhiri ceramahnya, Paus Fransiskus berdoa agar Tuhan “mencurahkan roh kelembutannya
dan mengalirkan kebenaran yang menyuburkan solidaritas kristiani.” Berbagi barang,
ujar Paus Fransiskus, “jauh dari sekedar kegiatan bantuan sosial” melainkan “hal
yang melekat dari sifat Gereja, ibu yang lembut dari semua, terutama yang
paling miskin.”
sumber:
UCAN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar