TAHUN POLITIK: POLITIK PENCITRAAN DI BALIK KUNJUNGAN PENGUNGSI?
Tahun 2014 kita kenal sebagai tahun politik. Pada tahun ini
akan ada dua peristiwa politik besar di negeri ini, yaitu PEMILU, baik untuk
pemilihan anggota legislatif (Bulan April) maupun pemilihan presiden (Bulan
September). Pada tahun ini partai-partai mulai sibuk “berkampanye”
memperkenalkan kebaikan dan keungulan partainya atau calonnya. Semuanya baik. Seperti
pepatah, tak ada kecap nomor 2.
Tahun 2014 ini dikenal juga sebagai tahun bencana. Berbagai macam
bencana melanda negeri ini. Ada banjir di Jakarta, Menado dan beberapa daerah
di Jawa. Ada juga bencana gunung meletus (Sinabung dan Kelud). Tulisan ini
hanya menyoroti bencana Sinabung dan Kelud karena dikaitkan dengan kunjungan
presiden. Dan semuanya ini masih dalam kaitan tahun politik.
Pada bencana Gunung Sinabung di Tanah Karo, Sumatera Utara,
pengungsi membutuhkan waktu sekitar 4 bulan untuk kedatangan Presiden SBY. Malah
ada yang menilai bahwa kunjungan itu bukanlah yang utama, alias sampingan saja,
karena yang utama adalah temu kader di Medan. Maklum, ini kan tahun politik. Konsolidasi partai itu perlu.
Perlakuan berbeda dirasakan oleh pengungsi Gunung Kelud di
Kediri, Jawa Timur. Tidak dalam hitungan bulan atau minggu, melainkan hari. Yah, dalam beberapa hari setelah
meletusnya Gunung Kelud, 13 Februari lalu, Presiden SBY mengunjungi para
pengungsi. Tanggal 18 Februari siang dijadwalkan SBY dan rombongan akan tiba di
lokasi pengungsian.
Banyak orang bertanya kenapa begitu cepat? Beberapa pengungsi
di Tanah Karo yang diwawancarai stasiun televisi mengungkapkan kekecewaannya. Mereka
merasa diperlakukan tidak adil oleh SBY. Mereka merasa sebagai anak tiri di
negeri ini. Seakan SBY hanya sebagai presiden bagi Tanah Jawa.
Sampai saat ini saya belum pernah mendengar atau membaca
penjelasan dari istana soal perbedaan perlakuan ini. Saya hanya menganalisa,
semoga analisa saya keliru, kalau semuanya ini dikaitkan dengan tahun politik:
PEMILU. Dalam pemilu ini partai dan calon presiden dari partai membutuhkan
dukungan suara. Semakin besar suara, semakin baik. Apa hubungan dengan
kunjungan?
Kita lihat perbedaan jumlah pengungsi. Di Tanah Karo,
pengungsi Gunung Sinabung terdata sekitar 32.346 jiwa (lih. di sini). Sementara jumlah pengungsi Gunung Kelud terdata lebih dari dua kali dari
jumlah pengungsi Sinabung, yaitu sekitar 87.629 jiwa (lih. Kompas). Tentulah, SBY akan membutuhkan dukungan suara yang lebih banyak. Suara dari
Tanah Karo jelas tidak menggiurkan dari aspek jumlah. Selain itu, citra Bupati
Karo sudah merusak citra partai, sehingga dukungan suara dari Tanah Karo
dirasakan tidak mungkin. Karena itulah, SBY terkesan tidak bergitu berselera
berkunjung ke sana.
Berbeda dengan pengungsi Kelud. Jumlahnya besar. Jauh lebih
banyak dari pengungsi Sinabung. Ini sangat berguna bagi mendongkrak popularitas
partai dan calon presiden yang diusung Demokrat. Karena itu, saatnya memainkan
politik pencitraan. Maka, segera SBY mengumumkan akan segera mengunjungi
pengungsi. Selain itu, nanti SBY akan makan bersama dengan pengungsi dengan
menu yang sama dengan mereka. SBY menunjukkan solidaritasnya kepada pengungsi. Solidaritas
berselubung pencitraan.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa data 87.629 jiwa itu merupakan
data tanggal 17 Februari, sementara Presiden SBY sudah mengumumkan rencana
kunjungan sehari atau dua hari setelah Gunung meletus. Kalau kita melihat
jumlah pengungsi saat gunung meletus, kita akan lebih tercengang lagi.
Jumlahnya lebih dari 100.000 jiwa (lih. di sini). Bisa jadi, jumlah inilah yang membuat SBY segera mengumumkan rencananya itu.
Inilah sekedar analisa mengapa Presiden SBY begitu cepat
mengunjungi pengungsi Gunung Kelud. Semuanya hanya pencitraan di tahun politik.
Tapi, mudah-mudahan analisa ini keliru. Ada kemungkinan, cepatnya kunjungan
Presiden SBY ke pengungsi Gunung Kelud merupakan perbaikan atas kesalahan pada
kunjungan pengungsi Gunung Sinabung. Semoga!
Jakarta, 18 Februari 2014
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar