MENGAPA SAYA MENJADI KATOLIK?
Newton Leroy "Newt" Gingrich adalah seorang kandidat Presiden Amerika Serikat untuk Pemilu 2012 dari Partai Republik. Dia adalah eks-Protestan denominasi Lutheran dan Southern Baptist yang secara resmi memutuskan menjadi Katolik ketika Paus Benediktus XVI mengunjungi AS tahun 2008. Dia melihat AS sekarang ini terlalu sekuler dan memerlukan sentuhan iman. Berbeda dengan Obama yang anti-life, Newt Gingrich adalah seorang pro-life.
======================
Saya sering
ditanya ketika saya memilih untuk menjadi Katolik. Bagaimanapun juga, adalah
lebih penuh kebenaran untuk mengatakan bahwa selama perjalanan beberapa tahun,
saya setahap demi setahap menjadi Katolik dan kemudian suatu hari memutuskan
untuk menerima Iman yang baru saja telah saya anut.
Istri saya,
Callista, seorang Katolik seumur hidupnya dan telah menjadi anggota dari Paduan
Suara Basilika Peziarahan Nasional Immaculate Conception di Washington DC
selama 15 tahun. Meskipun saya dulu seorang Southern Baptist (salah satu
denominasi Protestan), saya telah menghadiri Misa bersama Callista setiap
Minggu di Basilika untuk menyaksikan dia bernyanyi bersama paduan suara.
Saya
menemani Callista ke Roma pada tahun 2005, ketika Paduan Suaranya diundang
untuk bernyanyi di Basilika St. Petrus. Selama di sana, saya memiliki
kesempatan untuk berbicara panjang lebar dengan Monsinyur Walter Rossi, Rektor
Basilika di Washington DC, mengenai iman, sejarah dan banyak tantangan budaya
termasuk sekularisme yang menghadapi negara kita (maksudnya Amerika Serikat).
Percakapan kami begitu mencerahkan dan menggugah rasa ingin tahu.
Selama
perjalanan tersebut, saya mengalami perjalanan pertama saya ke Basilika St.
Petrus dan saya mengenang kekaguman saya saat saya berada pada kehadiran dari
kebenaran historis Gereja pada hari itu. Pada waktu yang sama, saya sedang
dipengaruhi oleh beberapa buku yang sedang saya baca, termasuk buku The Cube
and The Cathedral karya George Weigel mengenai krisis sekularisme di
Eropa dan bukunya yang lain yang berjudul The Final Revolution mengenai
peran Kekristenan dalam membebaskan Eropa Timur dari kediktatoran
atheis. Saya juga tergerak oleh refleksi Paus Benediktus XVI dalam bukunya
Jesus of Nazareth bahwa, “Allah adalah pokok isunya; apakah Ia nyata,
realitas itu sendiri atau Ia tidak [nyata]? Apakah Ia baik atau apakah kita
harus menemukan kebaikan diri kita sendiri?”
Selama
perjalanan kami, entah Callista dan saya berada di Kosta Rika atau Afrika, ia
(Callista) tidak menyerah untuk menemukan Misa setempat pada hari Minggu.
Mendengarkan “Amazing Grace” yang
dinyanyikan dalam bahasa Chinese pada Misa di Beijing adalah sebuah pengalaman
yang indah dan menyembah bersama umat beriman di seluruh dunia membuka mata
saya pada keberagaman dan kekayaan Gereja Katolik.
Selama
perjalanan satu dekade, dalamnya iman dan dan sejarah yang terkandung dalam
kehidupan Gereja Katolik semakin bertambah nyata kepada saya dan keterpusatan
akan Ekaristi dalam Misa Katolik semakin dan semakin jelas.
Kunjungan
Paus Benediktus XVI ke Amerika Serikat pada tahun 2008 adalah titik balik bagi
saya. Bapa Suci memimpin Vesper/Liturgi Senja meriah bersama Uskup-uskup
Amerika Serikat di gereja bawah tanah di Basilika Washington. Paduan Suara Callista
diminta bernyanyi bagi Paus Benediktus pada vesper dan sebagai suaminya, saya
memiliki kesempatan unik untuk menghadiri kunjungan kepausan dan saya begitu
dalam tergerak oleh peristiwa tersebut.
Menangkap
pandangan sekilas Paus Benediktus pada hari itu, saya terpana akan kebahagiaan
dan kedamaian yang ia pancarkan. Sukacita dan kehadiran yang memancar dari Bapa
Suci adalah sebuah momen peneguhan mengenai banyak hal yang telah sedang saya
pikirkan dan alami selama beberapa tahun.
Sore itu
saya memberitahu Monsinyur Walter Rossi bahwa saya ingin diterima masuk ke
dalam Gereja Katolik dan ia setuju untuk mengikutkan Callista sebagai pendukung
saya. Di bawah pengawasan Mgr. Rossi, saya belajar Katekismus Gereja Katolik
selama setahun berikutnya dan diterima dalam Gereja pada Maret 2009 dalam
sebuah Misa yang indah di St. Yosef di Capitol Hill.
Setelah
sepanjang satu dekade – mungkin sepanjang hidup – perjalanan iman saya, saya
akhirnya berada di rumah.
Pax et Bonum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar