Tentulah kita sering mendengar pernyataan ini: “Romo juga manusia!” Pernyataan
ini biasanya diucapkan oleh romonya sendiri atau orang lain, yang ingin
“membela” romonya. Umumnya pernyataan ini diungkapkan di saat romo melakukan
kesalahan, entah itu kecil ataupun besar. Tujuannya supaya orang lain dapat memaklumi
kesalahan itu.
Sebagai contoh, seorang romo datang terlambat saat misa pagi. Ia bangun
telat, sebab semalam ia asyik nonton sepakbola hingga jam 03.15. Menyikapi
keterlambatannya itu, dengan santai romo itu berujar, “Maaf. Romo juga
manusia.” Atau ketika ada imam “jatuh” karena skandal, ada umat, yang karena
ingin membela imamnya itu, berkata, “Romo kan manusia juga.”
Logika dari pernyataan ini berangkat dari premis tidak ada manusia yang
sempurna. No body is perfect. Setiap manusia itu punya
kelemahan dan kekurangan. Ia mudah jatuh ke dalam kesalahan. Seorang imam atau
romo adalah juga manusia. Karena itu, wajar kalau ia mempunyai kesalahan.
Tentulah tidak akan ada orang yang menyangkal pernyataan tersebut. Karena
seorang imam adalah manusia, maka ia punya kelemahan. Kelemahan manusiawi
itulah yang membuat dia kerap jatuh ke dalam kesalahan.
Benarkah imam atau romo itu manusia? Kalau berangkat dari pernyataan ini,
dapat dikatakan bahwa ada romo yang memang sadar bahwa dirinya benar manusia,
namun ada juga yang bukan. Ada dua tipe romo yang sadar dirinya manusia. Pertama, tipe
romo yang mau membenarkan diri atas kelemahannya. Ia menggunakan pernyataan
“Romo juga manusia” untuk pembenaran diri, agar umat memakluminya. Tipe kedua adalah
romo yang siap menerima kritik dan saran dari siapa saja. Frase “dari siapa
saja” harus benar-benar mendapat tekanan, karena umumnya imam hanya mau
menerima kritik dan saran dari uskup atau rekan imam yang dia sukai. Lebih dari
itu ia akan berkomentar singkat, “Sirik!”
Akan tetapi ada juga imam yang tidak sadar dirinya manusia, sekalipun ia
sering menggunakan pernyataan “Romo juga manusia.” Romo seperti ini tampak
jelas dalam diri mereka yang sulit menerima kritik, nasehat, teguran dan saran
dari orang lain. Perlu disadari bahwa terkadang orang lain dapat melihat
sesuatu yang tidak kita lihat. Salah satunya kelemahan dan kekurangan kita.
Ada banyak imam selalu merasa diri benar dalam segala hal. Ia hanya melihat
kesalahan dan kekurangan pada orang lain, sehingga merasa terpanggil untuk
membenahi orang lain. Nasehat, kritik atau teguran yang ditujukan kepada
dirinya dilihat sebagai bentuk pelecehan harkat dan martabatnya sebagai imam,
sekalipun ia sering menggunakan pernyataan “Romo juga manusia.”
Seandainya romo sadar bahwa dirinya adalah manusia, tentulah ia akan tahu
adanya kelemahan dan kekurangan dalam dirinya. Kerap kelemahan dan kekurangan
itu tidak disadari. Ibarat, kita tidak bisa melihat noda di wajah kita sendiri
tanpa bantuan cermin. Orang lain adalah cermin bagi kita untuk menyadari kelemahan
dan kekurangan. Cermin itu dapat berupa kritik, saran, teguran atau nasehat.
Atas semua itu, seorang imam yang sadar dirinya manusia, akan dengan mudah
menerimanya sebagai bahan perbaikan diri.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar