Sebuah paroki kecil, tinggallah seorang ibu tua sebatang kara. Ia
menggantungkan hidupnya dari belas kasih setiap orang yang datang ke makam.
Hari-harinya diisinya dengan membersihkan pemakaman. Apa yang didapatnya hari
ini, cukup untuk hidupnya hari itu juga. Suatu kesulitan jika pada suatu hari
tidak ada orang yang datang ke kuburan. Tentulah kerjanya sia-sia dan tak dapat
makan.
Melihat situasinya, si ibu tua ini ingin menghabiskan hidupnya dengan
merasakan sekali memegang uang sebanyak. Dia ingin merasakan menggenggam uang 1
juta. Ini menjadi cita-citanya sebelum mati. Karena itu, ia mulai berdoa.
Mula-mula ia berdoa kepada Bunda Maria. Setiap malam ia selalu berosario di hadapan
Bunda Maria memohon agar Bunda Maria mengirimkannya uang 1 juta. Sampai
rosarionya putus, uang 1 juta tak kunjung datang.
Akhirnya ia memohon kepada Yesus. Pastilah Yesus mendengarkan doaku,
demikian pikirnya. Setiap malam ia berdoa kepada Yesus. Ia meminta supaya Tuhan
Yesus memberinya uang sebesar 1 juta sebelum ia meninggal. Seminggu telah
lewat, tak satu rupiah pun datang. Sebulan, dua bulan, tiga bulan berlalu, uang
1 juta tak kunjung tiba.
Dengan rasa kesal dan kecewa, ibu tua itu akhirnya menulis sepucuk surat
kepada Allah Bapa. Dia ungkapkan uneg-unegnya terhadap Bunda Maria dan Tuhan
Yesus. Kemudian dia sampaikan permohonannya: 1 juta. Dia berharap Allah Bapa
mengabulkannya. Bukankah Bapa itu Allah yang baik, yang memberi kepada mereka
yang meminta, dan membukakan pintu bagi mereka yang mengetuk pintu? Mana ada
Bapa yang memberikan kalajengking bila umatnya minta ikan, atau batu jika
umatnya minta roti.
Setelah menulis surat ibu tua itu mengirimnya melalui pos. Tak lupa juga dilampirkan KTP dan fotocopy surat baptisnya. Tukang pos, ketika membaca amplop surat ibu itu, merasa kebingungan. Akan tetapi, tukang pos yang menerima surat ibu itu cukup bijak. Karena dilihatnya pada surat itu tertulis “Kepada Yth, Allah Bapa di Surga”, ia berpikir tentulah ini berkaitan dengan hal-hal rohani atau keagamaan. Maka ia menyerahkan surat itu kepada pastor paroki. Karena berkaitan dengan urusan agama, pastilah pastor bisa menemukan solusinya, demikian pikirnya.
Pastor paroki segera membuka surat itu dan membacanya. Dua perasaan: lucu
dan mengharukan, membaur jadi satu. Segera pastor itu mengenali si pengirim,
dari KTP dan surat baptisnya. Karena parokinya tidak termasuk paroki kaya, maka
ia mengambil uang 500.000 dari kas paroki dan mengisinya ke dalam sebuah amplop
baru. Tak lama kemudian, ia pun segera meluncur ke tempat ibu tua tadi. Setiba
di rumah, pastor itu mengatakan kepada ibu itu bahwa ia membawa surat dari
Allah Bapa.
Wajah ibu itu sumringah. Diambilnya surat itu dan langsung membukanya.
Melihat lembaran uang, ia langsung bersujud dan berkata, “Terima kasih Bapa!
Engkau telah mengabulkan permohonanku. Tapi, lain kali kirimnya jangan lewat
pastor, karena duit yang aku minta dikorup 50%.”
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar