Kata
adil merupakan kata yang kerap kita dengar namun sekaligus juga merupakan
situasi yang sangat menyedihkan. Mengapa? Karena setiap membuka mata, kita
menemukan peristiwa ketidakadilan. Ketidakadilan terjadi dalam aneka kehidupan
kita, baik dalam dunia pendidikan, kehidupan beragama maupun juga dalam bidang
ekonomi dan politik serta kehidupan sosial masyarakat. Misalnya, kita mendengar
ada perkampungan yang tidak mau menerima keluarga yang beriman lain untuk
tinggal di kampung atau RT mereka.
Keadilan Tak Terpisahkan dari Belas
Kasih
Sesungguhnya
kasih melampaui keadilan, sebab
mengasihi adalah memberi, menawarkan apa yang menjadi “milik saya” kepada orang
lain. Sedangkan berlaku adil merupakan sikap hidup yang mendorong kita untuk
memberi kepada orang lain, apa yang menjadi “miliknya”, apa yang menjadi haknya
karena alasan keberadaannya atau perbuatannya (bdk. CV no. 6). Berlaku adil
atau menjadi adil dalam kehidupan kristiani tidak berdiri sendiri, melainkan
jalan menuju cinta kasih sebagai puncak spiritualitas kristiani. Dengan demikian,
berlaku adil merupakan jalan untuk mencapai belas kasih. Sebagaimana doa Yesus
dalam Injil Yohanes sangat jelas, “Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak
mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu bahwa
Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh 17: 25). Karena itu, menjadi diri yang
berlaku adil berarti menjadi diri yang paham akan relasi dengan Allah dalam doa
keseharian kita. Bagaimana mungkin kita bisa berbangga diri mengatakan bahwa
saya saleh, saya selalu berdoa, saya mengenal Allah tetapi tidak bisa
mewujudkan belas kasih Allah dalam berlaku adil? Bagaimana mungkin kita mampu
berbagi dan berbelas kasih ketika rasa keadilan dan memberikan hak kepada orang
yang berhak tidak kita lakukan? Misalnya, dalam soal pemberian upah yang adil.
Berbicara
soal berlaku adil tidak lain adalah berbicara soal pengalaman spiritualitas,
pengalaman doa dan bukan persoalan kegiatan. Maka benar apa yang menjadi
kegelisahan Nabi Yesaya sampai ia menuliskan dalam loh batu bahwa Allah tidak
suka kepada umat yang melakukan tindakan yang berlawanan dengan Allah
(memberontak). Salah satu bentuk pemberontakan kepada Allah ketika kita
melakukan ketidak-adilan dengan menolak ajaran Allah. ajaran Allah sangat jelas
yaitu melakukan kebenaran dalam keadilan.
Coba kita renungan betapa indahnya ketika kita menangkap kehendak Allah dalam doa kita. Pasti wujud dari doa adalah menghayati hidup dalam belas kasih Allah dalam keadilan yang benar. Sangat jelas bahwa ketika kita melihat orang yang tidak bisa berbuat adil sebagai wujud belas kasih Allah, kita bertanya sejauh mana hidup doanya. Jangan-jangan dia hanya sampai pada mengupacarakan doa.
Keadilan yang Mewujud dalam Kasih
Kasih
dalam kebenaran, yang dinyatakan oleh Yesus Kristus selama hidup-Nya di dunia,
terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya, adalah kekuatan yang prinsip di
balik perkembangan otentik setiap orang dan semua umat manusia. Kasih adalah
kekuatan luar biasa yang memimpin manusia untuk memilih suatu kewajiban yang
berani dan murah hati di bidang keadilan dan perdamaian. Ini adalah sebuah
kekuatan yang berasal mula dari Tuhan, kasih abadi dan kebenaran yang mutlak.
Perjalanan
iman dan hidup kristiani akan menemukan kebahagiaannya dengan mengikuti rencana
Tuhan dengan mewujudkan kehendak-Nya dalam hidup keseharian. Berjuang untuk
mewujudkan keadilan karena kasih akan memampukan kita untuk menemukan
kebenaran. Dengan menemukan kebenaran dalam memperjuangkan keadilan karena
kasih, maka kita akan menemukan diri sebagai pribadi yang bebas merdeka (lih.
Yoh 8: 32). Karena itu, untuk mewujudkan kasih, apa pun alasannya, kita harus
berbuat adil dalam hidup keseharian kita dengan nyata.
Mewujudkan
sikap berlaku adil membutuhkan kesaksian hidup bukan sekedar kegiatan sosial
belaka. Memang dampak berbuat adil harus dirasakan secara sosial oleh
orang-orang di sekitar kita. Namun, dampak sosial yang paling kuat ketika
berbuat adil itu muncul dari keteladanan hidup yang bersumber dari kerendahan
hati kita. Kesaksian yang bersumber dari kerendahan hati untuk berlaku adil
demi sebuah kebenaran merupakan cara yang paling tepat untuk menjawab situasi
saat ini yang diwarnai oleh berbagai tindak ketidak-adilan. Inilah saatnya yang
paling tepat untuk mewujudkan hidup doa dan kerendahan hati, yaitu menjadi
pribadi-pribadi yang bersaksi dan hidup adil dengan perbuatan-perbuatan nyata.
oleh: RP. Aegidius Eko Aldilanto,
O.Carm
diambil dari RUAH 2020, hlm 5 – 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar