Dalam
perang dunia kedua, sekitar 6 juga orang Yahudi tewas di kamp-kamp konsekrasi.
Di sana mereka mengalami begitu banyak penderitaan sebelum menghadapi kematian.
Setelah dimasukkan ke dalam bungker-bungker, mereka akhirnya mati dengan
menghirup gas beracun yang sengaja dimasukkan ke dalam bungker tersebut. Mayat
mereka kemudian dibakar. Semua rangkaian peristiwa ini disaksikan oleh sebagian
orang Yahudi yang masih hidup, yang mungkin menunggu gilirannya.
Menghadapi
situasi ini, tak sedikit orang bertanya dimana keberadaan Tuhan. Apakah Tuhan
berpihak pada Nazi atau kepada orang Yahudi? Ada orang menilai bahwa Tuhan
telah mati di kamp Auschwitz. Elie Wiesel pernah berujar, “Dia di sini – Dia digantung
di sini di tiang gantungan ini.” Wiesel mengatakan itu ketika seorang bocah
mati di tiang gantungan oleh tentara Nazi.
Holocaust
memang menjadi horor bagi umat beriman atau bertuhan. Di sana umat beriman
mempertanyakan keberadaan dan peran Tuhan. Tragedi itu menyebabkan banyak orang
kehilangan imannya. Namun tak sedikit juga yang tetap percaya kepada Tuhan.
Inilah pengakuan Brenner, yang diambil dari Harold Kushner, “Derita, Kutuk atau
Rahmat: Manakala Kemalangan Menimpa Orang Saleh” (hlm. 104 – 105).
Selama
saya meringkuk di penjara Auschwitz, tak sekali pun pernah saya mengeluh kepada
Tuhan, kendati saya tahu para tahanan lain berbuat demikian. Iman kepercayaan
saya tidak menjadi berkurang atau sebaliknya bertambah karena tindakan tentara
Nazi atas diri kami; dan saya yakin iman saya pada Tuhan sedikit pun tidak
menjadi goyah.
Tak
pernah saya mengaitkan bencana yang tengah kami alami itu dengan nama Tuhan,
mempersalahkan-Nya, menjadi berkurang kepercayaan saya kepada-Nya sebab Ia
tidak datang memberikan pertolongan-Nya. Tuhan tidak mempunyai kewajiban untuk
itu, tidak juga untuk lain-lainnya. Bahkan kita berhutang kepada-Nya atas
kehidupan yang telah Ia berikan kepada kita.
Jika
orang percaya bahwa Tuhan bertanggung jawab atas kematian enam juta orang
karena Tuhan tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan mereka, maka ia harus
membuang pikirannya itu. Kita semua berhutang kepada-Nya atas kehidupan selama
beberapa atau banyak tahun yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita. Dan kita
punya kewajiban untuk menyembah Dia dan melaksanakan semua yang
diperintahkan-Nya kepada kita. Itulah tugas kita di dunia ini, menghamba kepada
Tuhan dan melakukan semua perintah-Nya.
Diolah kembali dari Harold S. Kushner, Derita,
Kutuk atau Rahmat: Manakala Kemalangan Menimpa Orang Saleh. Yogyakarta:
Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar