Kajian
islam Ustadz Abdul Somad (UAS) tentang salib orang Kristen, secara khusus
katolik, dimana videonya menjadi viral di jagat media sosial, berbuntut
tuntutan dari segelintir umat kristiani, baik katolik maupun protestan.
Orang-orang ini menilai bahwa UAS telah melakukan penistaan agama Kristen.
Karena itu, mereka meminta supaya kasus ini segera diselesaikan di pengadilan,
sama seperti dahulu ketika umat islam memperkarakan Basuki Tjahaya Purnama
(BTP). Namun bukan lantas berarti tuntutan mereka ini sebagai aksi balas dendam
atas apa yang dialami BTP. Aksi tersebut hendak membuktikan apakah benar negara
Indonesia ini adalah negara hukum, dimana semua orang sama di muka hukum.
Tak
sedikit orang memandang aneh terhadap sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
membela UAS. Bukankah UAS telah mencoreng aib agama islam sebagai agama rahmatan lil alamin? Dengan kasus UAS
ini banyak orang menilai bahwa agama islam membolehkan menghina agama lain. Padahal
semua orang, termasuk umat islam sendiri, sepakat bahwa agama itu mengajarkan
kebaikan. Tentu saja, pandangan ini berdampak buruk pada agama islam sendiri.
Tapi, kenapa malah dibela?
Dengan
mengangkat tema aqidah islam, baik
UAS maupun MUI, berargumen kajian islam tentang salib itu sesuai dengan aqidah
islam. Dan setiap orang islam terpanggil untuk mewartakan dan menjalankan
aqidah islam. Menjadi persoalannya, ketika menjelaskan tentang aqidah islam itu,
justru malah di kantor MUI sendiri ada yang dilarang oleh aqidah, yang menjadi
topik kajian islam UAS 3 tahun lalu. Bukan tidak mustahil, di kantor-kantor MUI
di tingkat provinsi juga ada. Di sinilah orang akhirnya melihat
ketidak-konsistenan ajaran islam itu sendiri; dan ini secara tidak langsung merusak
citra agama islam. Tapi, kenapa masih tetap dibela?
Kasus UAS, sekalipun hanya menyinggung soal patung, namun sebagai aqidah islam ia menunjukkan aqidah-aqidah islam yang lain. Kajian islam UAS 3 tahun lalu tentang patung, dimana di dalam patung ada jin kafir, mendapat pendasarannya pada Hadis Sahih Muslim 24: 5250. Di sana dikatakan bahwa Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada seekor anjing atau sebuah patung. Hadis ini menjadi larangan bagi umat islam untuk memelihara anjing atau menyimpan dan memajang patung.
Kalau kita kembali membaca 2 nomor sebelum nomor 5250, yaitu nomor 5248 dan 5149, di sana dikatakan bahwa Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada seekor anjing atau sebuah gambar. Sama seperti hadis yang dipakai UAS dalam kajian islam tentang patung, hadis ini menjadi larangan bagi umat islam untuk memelihara anjing atau menyimpan dan memajang gambar. Yang dimaksud gambar di sini bisa saja lukisan dengan segala bentuk, aliran dan jenisnya. Dan sama seperti patung, dalam gambar ada jin kafir.
Demikianlah aqidah islam, berangkat dari kasus UAS. Memang kasus UAS hanya menyinggung soal patung, namun ketika membaca hadis yang berdekatan, orang lantas tahu juga bahwa aqidah islam itu menyangkut juga soal anjing dan gambar. Semua umat islam, siapa pun dirinya dan apa pun jabatannya, kapan dan dimana pun dia berada, terpanggil untuk melaksanakan aqidah dalam hidupnya.
Menjadi pertanyaan sekarang: sejauh mana aqidah islam ini berpengaruh dalam hidup umat islam? Bagaimana pelaksanaan aqidah-aqidah tersebut dalam kehidupan umat islam?
Hal inilah yang harus diketahui oleh umat islam. Setiap orang islam harus bertanya pada diri sendiri: apakah di rumah saya ada anjing? Apakah di rumah saya ada lukisan-lukisan yang tergantung di dinding? Apakah di rumah saya ada patung? Boneka atau mainan anak-anak seperti patung Power Ranger atau tokoh-tokoh super hero, mungkin dapat dimasukkan ke dalam kategori patung. Jadi, sebagai umat islam, yang taat pada ajaran islam dan berpegang pada aqidah islam, maka mulailah menyingkirkan 3 hal tersebut: anjing, gambar dan patung dari dalam rumah. Ketiga hal tersebut harus dibuang, karena ada jin kafir di sana, yang menyebabkan Malaikat Tuhan tak dapat masuk ke dalam rumah.
Bagaimana praksis aqidah islam tersebut dalam kehidupan nyata? Apakah umat islam, siapa pun dirinya dan apa pun jabatannya, sudah melaksanakan aqidah islam tentang patung, gambar dan anjing?
Tak dapat disangkal, ada banyak umat islam memelihara anjing di dalam rumahnya. Hadis tidak menyebutkan jenis anjing yang dilarang, sehingga kita dapat mengatakan semua jenis anjing dilarang. Soal gambar lukisan, tak sedikit umat islam memajang lukisan di dinding rumahnya. Malah ada beberapa pelukis berasal dari kalangan islam. Soal patung tak perlu ditanyakan lagi. Sudah terbukti bahwa bahkan di kantor MUI sendiri ada patung (jadi, yang ulamanya saja sudah melanggar, bagaimana awamnya?). Di kota Jakarta sendiri ada banyak patung bertebaran, padahal mayoritas penduduk DKI Jakarta adalah islam.
Kesimpulan apa yang dapat diambil dari sini? Ada banyak hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan. Namun semuanya itu berpulang pada pembaca. Silahkan Anda sendiri membuat kesimpulan atas uraian ini.
Lingga, 12 September 2019
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar