Generasi
“jaman now” dipahami sebagai generasi yang perilaku hidupnya tidak sesuai
dengan usianya. Fenomena yang kini sering terjadi adalah perilaku anak di bawah
umur sudah sudah melampaui batas usianya. Bocah SD sudah berani merokok dan
berpacaran; anak SMP berpacaran layaknya orang dewasa; anak SMA hamil di luar nikah.
Pacaran
memang tidak dilarang pada usia remaja, khususnya pada masa remaja akhir,
karena pacaran merupakan proses sosialisasi dan juga pengenalan diri. Akan tetapi,
pacaran pada anak usia di bawah umur (usia SD) merupakan hal yang harus
dihindari karena pada usia tersebut pengalaman seorang anak belum cukup untuk
dapat menolak hal-hal yang bersifat negatif atau berakibat fatal di masa depan.
Menurut
psikolog anak Rose Mini Agoes Salim atau biasa disapa Bunda Romi, ketika anak
di bawah umur berpacaran, maka “Hanya itu itu saja yang dipikirkan; tentang
pacaran itu. Padahal masih banyak kan yang harus dia pelajari karena masih
banyak pengalaman hidup yang dia belum punya.” Banyaknya peristiwa melenceng di
kalangan anak-anak itu yang membuat para orangtua khawatir anak mereka terjerumus
ke pergaulan yang salah.
Berikut
ini merupakan tips supaya anak-anak tidak terpengaruh dampak buruk generasi
jaman now.
Peran serta lingkungan
sangat besar sekali. Jika anak tertarik dengan temannya, arahkanlah ke hal yang
positif, bukan berarti dengan cara berpacaran. Pacaran inilah yang merupakan
contoh yang sering terjadi di lingkungan. Misalnya, dia punya kakak atau dia
melihat bagaimana kakaknya berpacaran, jadi kemudian meniru.
2. Bantu mengembangkan bakat anak
Bila anak bisa mengembangkan
bakatnya, seperti menari, musik, olahraga, atau lainnya, buat tantangan untuk
hal-hal berbeda yang tidak membuat anak memikirkan soal pacaran saja. Tantangan
sangat banyak variasinya, hanya saja anak tidak mengetahuinya karena pengalaman
hidup yang masih sedikit. Karena itu, peran orangtua sangat diharapkan untuk membantu anak menemukan bakat dan minat anak.
3. Berikan kegiatan yang positif
Anak-anak tidak hanya
membutuhkan pengetahuan yang ia dapat dari bangku sekolah, namun juga harus
mempunyai banyak kegiatan, yaitu hal-hal yang dapat membuat si anak melihat
dunia lebih luas. Di gereja, anak bisa menemukan begitu banyak kegiatan
positif, seperti sekolah minggu, Sabtu ceria, misdinar, legio maria yunior,
menari, dll. Semuanya tergantung partisipasi orangtua dalam membantu anaknya
ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan positif tersebut.
4. Berikan musik dan film yang sesuai
dengan usianya
Lagu-lagu anak kini semakin
langka. Hal tersebut membuat anak-anak lebih suka mendengarkan lagu-lagu dengan
lirik dewasa yang bukan ditujukan untuk usianya. Begitu juga dengan film atau
sinetron. Itulah yang sering membuat anak-anak menyalah-artikan lagu dan film
yang bukan untuk usia mereka. Dalam hal ini peran orangtua untuk mengawasi anak
sangat penting. Tak kalah penting juga jika orangtua (ayah atau ibu) bersedia
meluangkan waktu untuk nonton bareng dengan anak, supaya proses edukasi dari
tayangan TV tersebut bisa langsung sampaikan.
5. Ajarkan anak soal efek yang muncul dari
tindakannya
Beritahukan kepada anak apa
efek buruk yang akan muncul dari perbuatan yang dilakukannya; dan siapa saja
yang rugi dari efek buruk tersebut. Misalnya, jika mereka berpacaran kelewat
batas, bisa saja terjadi hamil di luar nikah. Nah, akibat dari kehamilan itu
bisa saja putus sekolah, malu, dll. Yang rugi bukan hanya anak-anak, tetapi
juga orangtua dan keluarganya.
Berikanlah edukasi kepada
anak sebab-sebab kenapa sesuatu hal dilarang. Jadi, bukan sekedar
memberitahukan bahwa hal itu dilarang, tapi apa saja alasannya sehingga
dilarang. Dengan ini anak dapat memilah-milah yang menurutnya baik dan tidak
untuk dilakukan
6. Memperkenalkan Kitab Suci kepada anak
Tak salah juga jika orangtua
sudah memperkenalkan Kitab Suci kepada anak sejak usia dini. Kitab Suci
merupakan pedoman hidup bagi umat beriman. Di sana kita dapat menemukan
tuntutan dan tuntunan bagi jalan hidup kita.
Demikianlah
beberapa tip yang bisa dilakukan orangtua untuk menghindari anaknya dari efek
buruk dari generasi jaman now. Di sini
seakan kembali disadarkan akan pentingnya peran orangtua bagi tumbuh kembang
anak-anak. Orangtua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Setidaknya
ada dua dokumen Gereja yang menegaskan hal tersebut.
Dokumen
Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam mengatakan: “Para suami-isteri
kristiani bekerja sama dengan rahmat dan menjadi saksi iman satu bagi yang lain,
bagi anak-anak mereka dan kaum kerabat lainnya. Bagi anak-anak mereka, mereka
itulah pewarta iman dan pendidik yang pertama. Dengan kata-kata maupun teladan
suami-isteri membina anak-anak untuk menghayati hidup kristiani dan kerasulan.”
(Apostolicam Actuositatem no. 11).
Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan
Kristen mengatakan: “Karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada
anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka
orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama.
Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar
pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orangtua: menciptakan
lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang
terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi
dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama
keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun
terutama dalam keluarga kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban
Sakramen Perkawinan, anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah
serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka
terima dalam Baptis. Di situlah anak-anak menemukan pengalaman pertama
masyarakat manusia yang sehat serta Gereja. Melalui keluargalah akhirnya mereka
lambat-laun diajak berintegrasi dalam masyarakat manusia dan umat Allah. Maka
hendaklah para orangtua menyadari, betapa pentinglah keluarga yang sungguh
kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah sendiri.” (Gravissimum Educationis no. 3).
Oleh karena itu, hendaklah orangtua
bertanggungjawab atas perkembangan kepribadian anak-anaknya. Jangan biarkan
mereka tumbuh berkembang mengikuti arus perkembangan jaman. Jika dibiarkan,
maka mereka akan hanyut oleh derasnya arus perubahan jaman, yang saat ini
dikenal dengan jaman now. Perlu disadari,
anak dengan usia yang masih belia, belumlah bisa menghadapi sendiri arus
perkembangan jaman. Mereka masih butuh bimbingan dan pendampingan; dan semua
itu ada pada tangan orangtua.
Koba, 08 Januari 2018
by: Adrian,
diolah dari Tempo Cantik Keluarga
baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar