Paskah
merupakan salah satu tradisi iman, baik bagi orang Yahudi maupun orang
kristiani. Inti dari paskah adalah Allah menyelamatkan umat-Nya. Orang islam,
sekalipun tergabung dalam agama samawi dengan Yahudi dan Kristen, tidak
mempunyai tradisi paskah.
Bagi
orang Yahudi, paskah itu terlihat dari pembebasan umat Israel dari perbudakan
Mesir. Allah menyelamatkan umat-Nya. Ini dapat dibaca dalam Kitab Keluaran,
dimana dikisahkan bahwa orang Israel melaksanakan perjamuan paskah. Darah anak
domba membebaskan mereka dari tulah, yang kemudian menghantar mereka ke Laut
Merah.
Bagi
orang kristen, paskah itu terlihat dari pembebasan umat manusia dari perbudakan
dosa. Hal ini terlihat dala peristiwa salib dan kebangkitan Yesus Kristus.
Yesus-lah Anak Domba Allah yang dikorbankan, yang darah-Nya membawa penebusan. Pengorbanan
Yesus berpuncak di kayu salib.
Sangat
menarik jika diperhatikan pergeseran arah keselamatan pada paskah orang Yahudi
ke paskah orang Kristen. Kalau paskah Yahudi pembebasan hanya terjadi pada
orang Israel saja, sedangkan paskah Kristen terjadi pada semua umat manusia;
bukan hanya umat kristiani saja. Bagi orang kristen tentu sudah tak asing lagi
makna penebusan itu. orang kristen sudah tahu bahwa dirinya sudah ditebus lewat
kematian dan kebangkitan Kristus. Namun tidaklah dengan orang-orang non
kristinai. Mereka sama sekali belum tahu, bahwa dirinya sudah ditebus. Oleh karena
itu, tugas orang kristen untuk menyampaikannya. Yesus sudah berkata, “Kamu
adalah saksi dari semuanya ini.” (Lukas 24: 48).
Karena
paskah identik dengan Allah menyelamatkan umat-Nya, tentulah hal ini
mendatangkan sukacita. Umat pantas bergenbira dan merayakannya. Karena itu, tak
heran di gereja-gereja, usai kebaktian paskah diadakan perayaan.
Patut
disayangkan bahwa paskah hanya sebatas perayaan saja. Umat kristen disibukkan
dengan bagaimana merayakan paskah. Mulai acara liturgi hingga rekreasi. Hal ini
membuat orang kristen jatuh ke dalam seremonial-ritualistik. Dan setelah pesta
atau perayaan, umat masuk ke dalam situasi biasa. Tidak ada sesuatu yang baru
Paskah
hendaknya tidak hanya sekedar dirayakan, melainkan juga dialami dan dimaknai. Dengan
mengalami paskah, orang dapat memaknai paskah tersebut. Pusat pemaknaan paskah
adalah Yesus yang bangkit. Bagaimana memaknai paskah?
Pertama-tama
kita perlu menyadari bahwa kebangkitan Yesus adalah juga kebangkitan kita. Paskah
Yesus adalah paskah kita juga. Umat harus juga mengalami kebangkitan. Paskah,
secara sederhana, dapat dipahami sebagai perubahan. Rasul Petrus, dalam
kotbahnya di hari turunnya Roh Kudus (Pentakosta), mengatakan bahwa dengan
paskah kemanusiaan Yesus berubah “menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kis 2: 36).
Jadi,
sama seperti Yesus yang berubah, hendaklah umat kristiani juga berubah. Paulus,
dalam suratnya kepada jemaat di Roma, mencoba memberi pendasaran paskah kita
(Roma: 6: 1 – 14). Bagi Paulus, dengan paskah kita menjadi manusia baru. Manusia
lama kita sudah disalibkan bersama Kristus. Manusia lama itu adalah dosa-dosa
kita, kebiasaan-kebiasaan buruk, sikap, mental dan cara pikir yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah. Semua ini sudah dipaku pada kayu salib lewat baptisan
yang kita terima. Dengan menyalibkan manusia lama kita, itu berarti kita
haruslah juga bangkit bersama Yesus. Bangkit bersama Yesus berarti kita menjadi
manusia baru.
“Baru”
di sini dapat dimengerti dengan hidup baik atau lebih baik lagi. Hidup lama
yang tidak baik diubah menjadi baik; hidup yang sudah baik diubah menjadi lebih
baik. Dalam bahasa iman, hidup baik atau lebih baik di sini berarti hidup tanpa
dosa. Paulus berkata, “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu
yang fana.” (Roma 6: 12).
Toboali,
24 April 2017
by: adrian, disampaikan dalam kotbah
paskah bersama gereja-gereja kristen se-Bangka Selatan di Gereja GPDI El Sadai,
Pasir Putih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar