Dalam dunia hewan, khusus di darat, jaguar atau macan tutul termasuk pemangsa teratas dalam mata rantai makanan. Dia-lah pemangsa paling ditakuti oleh
binatang-binatang kecil lainnya. Macan terkenal dengan
kesadisannya. Jika membunuh mangsanya, tidak ada perhitungan belas kasih. Tidak
ada istilah “peri-kebinatangan” dalam dunia satwa, apalagi satwa liar. Di sini
berlaku hukum, “Survival of the fittest.”
Akan tetapi, dalam film ini gambaran tadi
berubah total. Seekor jaguar atau macan tutul justru menunjukkan belas kasihnya
kepada seekor anak kera. Ia menyingkirkan pola pikir lama, bahwa mangsa lemah harus dilahap.
Melihat seekor anak kera (babon), yang induknya menjadi mangsa sang jaguar, macan
tutul ini menunjukkan kasihnya dengan menjadi ibu asuh. Anak kera itu adalah makanan
bagi macan tutul. Tetapi macan tutul dalam film ini mengasihi anak kera itu. Bahkan
ia melindungi anak kera itu dari pemangsa lain (hyena).
Bagaimana dengan kita manusia? Dapatkan kita mengasihi
sesama kita yang lemah? Tuhan Yesus pernah mengajarkan para murid-Nya untuk
mengasihi orang lemah, hina dan dina (lih. Mat 55: 31 – 46). Tuhan Yesus
sendiri sudah memberi contoh teladan selama hidup-Nya. Film ini seakan
mengembalikan gaung ajaran Tuhan Yesus. Kita diajak untuk berkaca pada macan
tutul agar kita mau dan berani peduli kepada sesama kita yang lemah dan
terpinggirkan. Hendaklah kita jangan menggunakan kekuasaan atau kekuatan kita
untuk memeras atau menindas yang lemah. Macan Tutul saja bisa, kenapa kita
tidak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar