Minggu lalu kami sudah
menguraikan sedikit tentang saksi nikah pernikahan katolik. Selain saksi nikah,
ternyata dalam urusan pernikahan di Gereja Katolik masih ada jenis saksi yang
lain, yaitu saksi kanonik. Berbeda dengan saksi nikah, keberadaan saksi kanonik
memang tidak diatur dengan jelas dalam Kitab Hukum Kanonik. Akan tetapi,
perannya tidak kalah penting dengan saksi nikah, meski eksistensinya tidak
menentukan sah tidaknya sebuah pernikahan.
Saksi kanonik diperlukan untuk
calon pengantin yang non Katolik. Saksi diperlukan untuk menentukan status liber seorang calon pengantin.
Dia harus berani dan bersedia di bawah sumpah bersaksi bahwa seorang yang
diberi kesaksian memang benar-benar belum pernah menikah atau tidak sedang
dalam ikatan pernikahan dengan seseorang. Karena itu, saksi ini haruslah “orang
luar”, bukan berasal dari lingkungan keluarga atau saudara dekat dari yang
diberi kesaksian ataupun saudara dekat calon mempelai berdua. Hal ini
dimaksudkan agar kesaksiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, karena
tidak ada konflik kepentingan.
Saksi ini pun harus sudah
cukup lama mengenal calon yang diberi kesaksian. Kalau mengenalnya baru
hitungan bulan atau malah minggu, tentu sulit dipertanggungjawabkan. Dia harus
orang yang sudah cukup lama, bertahun-tahun sudah mengenal calon. Dan menurut
pengenalannya, si calon ini memang berstatus liber.
Selain untuk menentukan
status liber seseorang yang bukan katolik, saksi kanonik juga diperlukan kalau
pastor merasa kurang yakin akan cinta kedua calon pengantin. Kalau imam kurang
yakin akan cinta kedua atau salah satu calon pengantin, maka imam juga akan
meminta kesaksian, atau dukungan dari orang ketiga. Dasarnya adalah karena
pengenalan akan kedua calon mempelai tentu terbatas.
Ada sebuah contoh kasus. Ketika
pasangan calon mempelai datang mohon diberkati pernikahan, seorang imam masih
diliputi keraguan. Imam itu kurang yakin akan cinta mereka; cinta kilat. Alasannya
karena mereka baru hitungan bulan saling mengenal dan kemudian memutuskan
menikah karena alasan tertentu.
Dalam keraguan tersebut,
imam itu mengundang pengurus lingkungan (ketua lingkungan dan ketua seksi
keluarga) dimana kedua calon pengantin hidup sehari-hari. Kepada ketua dan
warga lingkungan ditegaskan bahwa imam itu tidak berani memberkati pernikahan kedua
calon pengantin, sebab tidak cukup yakin akan cinta mereka. Tetapi kalau ketua
lingkungan sanggup bertanggungjawab dan bersedia mendampingi keluarga baru
tersebut, maka imam itu akan memberkati mereka.
Pengurus lingkungan itu ditanting
dan ditantang. Mereka diminta kesanggupannya untuk mendampingi kedua calon
pengantin setelah menikah nanti. Dan ternyata ketua dan warga lingkungan
menyanggupinya. Kepada mereka dibuatkan surat pernyataan yang menyatakan
kesanggupan tersebut. Peran mereka inilah yang disebut juga sebagai saksi
kanonik, yang memberi kesaksian bahwa pasangan yang mau menikah sungguh layak,
dan mereka siap mendampingi keduanya.
Kini pasangan tersebut hidup
bahagia dengan anak-anak mereka. Bayangkan kalau imamnya bersikeras tak mau
memberkati mereka, … pastilah mereka sakit hati dan itu mengganggu hidup
berkeluarga mereka.
Koba, 17 April
2017
by: adrian, dari berbagai
sumber
Baca juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar