YESUS MENGUTUK POHON ARA
Tentu kita pernah mendengar
kisah Tuhan Yesus mengutuk pohon ara sehingga pohon itu menjadi kering. Agar lebih
jelasnya, akan ditampilkan kutipan teks itu.
“Pada
pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat
jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapatkan
apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon ara itu, ‘Engkau
tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!’ Dan seketika itu juga keringlah pohon
ara itu” (Mat 21: 18 – 19)
Dalam Injil Markus dikatakan
bahwa pada saat itu memang bukan musim buah ara (lih. Mrk 11: 13). Karena itu
wajar kalau Tuhan Yesus tidak menemukan buah ara untuk bisa menghilangkan rasa
lapar-Nya.
Teks ini sering menjadi
pertanyaan orang. Kenapa Tuhan Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah,
padahal saat itu belum musim berbuah? Dari pada membuatnya kering, kenapa Tuhan
Yesus tidak membuatnya menjadi berbuah sehingga dapat menghilangkan rasa
lapar-Nya?
Pertama-tama perlu dipahami
bahwa perkataan dan perbuatan Yesus merupakan bentuk pengajaran. Tuhan Yesus
mengajar bukan hanya melalui perkataan-perkataan, seperti kotbah di bukit (Matius
5 – 7), perumpamaan-perumpamaan (Mat 13, 15, 21, 22, 24, Luk 5, 6 dll) atau
nasehat dan mukjizat. Tuhan Yesus mengajar juga melalui perbuatan.
Model pengajaran melalui
perbuatan ini diterapkan Allah melalui para nabi dalam Perjanjian Lama. Sebagai
contoh, kita dapat melihat apa yang dilakukan oleh Yesaya (Yes 20: 1 – 6) dan
Yeremia (Yer 13: 1 – 11 dan 27: 1 – 11). Melalui perbuatan mereka, Allah
memberikan pelajaran kepada umat Israel. Jadi, kalau dalam Perjanjian Lama
Allah menggunakan manusia untuk melakukan apa yang diinginkan-Nya sebagai
pelajaran, pada masa Yesus Dia sendiri melakukannya.
Pelajaran apa yang hendak
disampaikan Tuhan Yesus melalui peristiwa pohon ara yang kering? Kita dapat
melihat perbandingan perumpamaan pohon ara pada Lukas 13: 6 – 9. Tuan empuanya
kebun tidak puas hanya melihat daun pohon ara. Dia membutuhkan buahnya. Pohon ara
yang tidak berbuah akan ditebang dan dibuang ke dalam api (bdk. Mat 3: 10). Ditebang
dan dibuang ke dalam api adalah gambaran kebinasaan. Jadi, jika tidak mau
binasa, pohon ara harus berbuah.
Tuhan Yesus ingin pohon ara
itu berbuah. Keinginan Tuhan Yesus akan buah dari pohon ara adalah kerinduan
Allah akan keselamatan manusia. Allah tidak mau manusia binasa. Agar supaya
tidak binasa, maka manusia harus menghasilkan buah. Tuhan tidak ingin manusia “berdaun”
saja, tetapi juga berbuah. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Galatia,
menyebutkan beberapa buah yang harus dihasilkan, seperti kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan dan
penguasaan diri (Gal 5: 22 - 23. Bandingkan dengan ayat 19 – 21 yang membuat
orang tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah).
Persoalan berdaun dan
berbuah ini kiranya dapat dibandingkan dengan kisah pengadilan terakhir dalam
Matius 25: 31 – 46. Kelompok kambing adalah ibarat pohon yang hanya berdaun. Mereka
ini mirip seperti orang yang berseru, “Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat
demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat
demi nama-Mu juga?” (Mat 7: 22). Tapi Tuhan Yesus menegaskan, “Bukan setiap
orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7: 21).
Jadi, peristiwa Tuhan Yesus
membuat pohon ara menjadi kering mengandung pesan bagi kita, supaya kita
menghasilkan buah. Kedatangan Tuhan Yesus yang tidak pada musimnya dan menuntut
adanya buah sama seperti pengajaran-Nya tentang 5 gadis bodoh dan 5 gadis
bijaksana (Mat 25: 1 – 13), nasehat supaya berjaga-jaga (Mat 24: 37 – 44), dan
tentang kewaspadaan (Luk 12: 35 – 51). Karena itu, hendaklah kita selalu
menghasilkan buah, kapan dan dimana pun, agar ketika Tuhan datang, Dia
mendapati kita sedang berbuah.
Dari uraian ini dapatlah
dipahami kenapa Tuhan Yesus tidak membuat pohon ara itu berbuah sehingga Dia
dapat menghilangkan rasa lapar-Nya. Membuat pohon ara menjadi kering memang
menunjukkan kuasa Tuhan Yesus; demikian pula jika membuat pohon itu berbuah. Akan
tetapi, nilai pengajarannya hilang. Justru kalau Tuhan Yesus membuat pohon ara
itu berbuah, tindakan itu hanya memuaskan ego-Nya sendiri, tanpa nilai
pengajaran bagi kita.
Pangkalpinang,
15 Agustus 2015
by: adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar