SANTO GREGORIUS I, PAUS & PUJANGGA GEREJA
Gregorius I dikenal sebagai
paus pertama yang memaklumkan dirinya kepada dunia sebagai Kepala Gereja
Katolik seluruh dunia. Ia memimpin Gereja sejagat selama 14 tahun, dan dikenal
sebagai seorang Paus yang masyur pada awal abad pertengahan, serta Bapa Gereja
Latin yang terakhir. Ia memelihara kaum miskin dan dengan gigih melindungi
mereka dari para penjahat. Ia memprakarsai pengiriman misionaris ke Inggris dan
Eropa dan menulis banyak buku yang bernilai tinggi.
Gregorius lahir di Eropa
pada tahun 540. Ibunya Silvia dan dua orang tantenya,
Tarsilla dan Aemiliana, dihormati pula oleh Gereja sebagai orang kudus.
Ayahnya, Gordianus, tergolong orang kaya raya: memiliki banyak tanah di
Sicilia, dan sebuah rumah indah di lembah bukit Coelian, Roma. Selama masa
kanak-kanaknya, Gregorius mengalami suasana pendudukan suku bangsa Goth,
Jerman, atas kota Roma; mengalami berkurangnya penduduk kota Roma dan kacaunya
kehidupan kota. Meskipun demikian, Gregorius menerima suatu pendidikan yang
memadai. Ia pandai sekali dalam pelajaran tata bahasa, retorik dan dialektika.
Karena posisinya
di antara keluarga-keluarga aristokrat (bangsawan) sangat menonjol, Gregorius
dengan mudah terlibat dalam kehidupan umum kemasyarakatan dan memimpin sejumlah
kecil kantor. Pada usia 33 tahun ia menjadi prefek kota Roma, suatu kedudukan tinggi
dan terhormat dalam dunia politik Roma saat itu. Dua tahun kemudian ia
meletakkan jabatan itu dan mengumumkan niatnya untuk menjalani kehidupan
membiara. Untuk itu ia mendirikan sebuah biara kecil di rumahnya sendiri di
Coelian. Selain biara rumahnya sendiri itu, Biara St. Andreas, ia mendirikan enam
biara lainnya di atas tanah milik ayahnya di Sisilia.
Meski ia menjadi
seorang biarawan, seluruh waktunya tidak digunakannya untuk berdoa. Ia juga aktif
terlibat dalam urusan lainnya. Pada tahun 578 ia ditahbiskan sebagai diakon di
Roma. Setahun kemudian Paus Pelagius II (579 – 590) menunjuk dia sebagai duta
besar untuk kekaisaran Konstantinopel. Pengalaman kerjanya selama enam tahun di
Konstantinopel meyakinkan dirinya bahwa kekaisaran Timur itu tidak dapat disandarkan
sepenuhnya pada bantuan Roma dan kekaisaran Barat. Sekembalinya ke Roma pada
tahun 586 ia dipilih menjadi abbas biara Santo Andreas yang didirikannya.
Pertemuannya
dengan beberapa pemuda Inggris yang bekerja di Pasar Roma menggerakkan hatinya
untuk menjadi seorang misionaris di Inggris. Untuk itu ia mengajukan permohonan
kepada Paus untuk berkarya di sana. Tetapi permohonan ini ditolak oleh
orang-orang Roma. Ketika Paus Pelagius II meninggal dunia pada 7 Februari 590,
para imam dan seluruh umat Roma memilih dia menjadi Paus menggantikan Pelagius
II. Ia memimpin Gereja selama 14 tahun dari tahun 590 – 604.
Berbagai masalah
yang melanda Gereja selama masa kepemimpinannya ditanganinya dengan bijaksana. Ia
mempekerjakan petani-petani di bawah pengawasan orang-orang yang trampil guna
mengolah tanah yang diwariskan kepada Gereja. Uang iuran wajib yang diberikan
petani-petani itu digunakannya untuk membantu para fakir miskin dan para
pengungsi yang membanjiri kota Roma.
Sejalan dengan
pelayanannya terhadap orang-orang miskin itu, ia dengan semangat melaksanakan
karya pewartaan Injil dan pengajaran agama, sambil tetap melanjutkan pekerjaan
menulis karya-karya yang besar. tulisan-tulisan inilah yang membuat dia
digelari sebagai “Pujangga Gereja”. Perhatian Gregorius terhadap pelbagai
urusan tidak hanya sebatas di Roma dan Italia, tetapi juga menjangkau
wilayah-wilayah dimana Gereja telah didirikan. Ia menaruh perhatian besar
kepada uskup-uskup Perancis dan perkembangan umat di sana. Dengan cermat dan
tegas ia mengawasi semua aspek kegiatan Gereja. Terhadap penyimpangan-penyimpangan
dalam perayaan liturgi menurut kebiasaan Romawi, ia bersikap toleran. Namun ia
bersikap tegas terhadap setiap pelanggaran hak-hak Paus. Pemilihan seorang
uskup baru untuk wilayah-wilayah keuskupan yang kosong harus dilakukan seturut
peraturan Gereja yang berlaku. Ia mewajibkan para imam untuk mempelajari dan
mentaati peraturan-peraturan Gereja yang melarang mereka untuk menikah. Pengaruhnya
yang besar dalam Negara dimanfaatkannya untuk membebaskan imam-imam dari
yurisdiksi Negara.
Dengan tangkas,
lembut dan bijaksana, ia menangani berbagai masalah Gereja yang rumit. Pengaruhnya
yang besar dimanfaatkannya untuk membereskan berbagai kesulitan di semua
keuskupan yang jauh dari Roma. Tanpa takut ia menegaskan hak-hak Takhta Suci di
hadapan Patriarkh Konstantinopel. Keputusan-keputusan para uskup di seluruh wilayah
gerejawi, termasuk wilayah-wilayah yang ada di Partiarkh Konstantinopel, harus
disetujui dan disahkan oleh Takhta Suci.
Kepemimpinan Gregorius
I ditandai oleh suatu kesuksesan besar, yakni terciptanya hubungan baik antara Negara
dan Gereja. Ia melihat Negara dan Gereja sebagai lembaga yang sama-sama
didirikan oleh Allah. Oleh karena itu, keduanya harus bekerja sama dan saling
mendukung dalam semangat kesatuan, meskipun harus tetap mengenal batas-batas
wewenang masing-masing. Paus dan Kaisar sama-sama diangkat untuk melayani
masyarakat Kristen yang sama. Pergolakan-pergolakan besar yang terjadi pada
abad VI membuat Gregorius berkeyakinan bahwa Negara harus bertindak sebagai
kekuatan duniawi dari Gereja dalam menghadapi tantangan-tantangan bidaah dan
penyembahan berhala. Ia tidak memberi suatu kesempatanpun kepada para penguasa
Timur dalam hal-hal yurisdiksi spiritual, walaupun ia sendiri selalu menerima
kuasa sipil dari Kaisar.
Dalam urusan Negara,
Paus Gregorius menghargai Kaisar Konstantinopel sebagai wakil Allah. Dia sendiri
di Italia selalu tampil dalam pakaian kebesaran semi kaisar. Kewibawaan kaisar-kaisar
pada masa itu, baik di Roma maupun di Konstantinopel, sangat menurun. Hal ini
mendorong Gregorius untuk menjalin hubungan dengan raja-raja Lombardia-Jerman,
yang menguasai seluruh Italia Utara. Ia mengadakan perjanjian-perjanjian dengan
Ariulf, Raja Lombardia dari Spoleto, dan menyatakan diri sebagai pemimpin
pertahanan kota. Hal ini diketahui oleh Romanus, wakil kaisar di Italia. Segera
Romanus mengumpulkan sejumlah besar serdadu untuk membebaskan beberapa kota
dari penguasaan orang-orang Lombardia, tanpa mengindahkan kuasa Paus dan
perjanjian perdamaian yang telah diadakan dengan Ariulf. Tindakan Romanus ini
menimbulkan amarah Ariulf, karena melanggar perjanjian yang telah diadakan
dengan Paus. Ia berangkat ke Roma untuk membereskan persoalan itu. Paus berhasil
menenangkan hatinya dan memberinya sejumlah besar uang dari kekayaan Gereja
bagi kepentingan pelayanan terhadap orang-orang miskin.
Setelah itu Paus
berusaha menciptakan suatu perdamaian yang langgeng dengan orang-orang
Lombardia. Untuk itu, ia melibatkan wakil dari Kekaisaran Konstantinopel, Romawi
dan Lombardia. Dalam tindakannya Paus benar-benar menampilkan diri sebagai
seorang pangeran duniawi, yang mempunyai pengaruh besar di antara kaisar-kaisar.
Ia berkuasa menunjuk gubernur-gubernur kota.
Sebagai seorang
bekas petapa yang menjadi Paus, Gregorius mempunyai perhatian besar terhadap
perkembangan komunitas-komunitas monastik. Ia mendorong orang-orang kaya untuk
mendirikan rumah-rumah biara yang baru. Ia pun membatasi pengawasan Gereja
terhadap komunitas-komunitas itu, hanya dalam hal-hal hidup rohani. Dengan berbagai
cara, Gregorius mendorong pertumbuhan iman umat dan perkembangan kehidupan
beragama di seluruh Gereja.
Salah satu
prestasi terindah Gregorius adalah menggalakkan kegiatan-kegiatan misioner demi
pertobatan orang-orang yang masih kafir. Ia memprakarsai dan mengarahkan misi
kepada pertobatan orang-orang Inggris. Untuk itu, ia mengangkat Agustinus,
pemimpin biara Santo Andreaas yang didirikannya, untuk memimpin
misionaris-misionaris ke Inggris. Kemudian, Agustinus ditahbiskan menjadi Uskup
Canterbury, Inggris. Karena para misionaris ini sangat berhasil di Inggris,
mereka selanjutnya melayangkan pandangannya ke Jerman dan Skandinavia. Gregorius
berusaha sekuat tenaga menumbangkan kekafiran di Perancis dan German,
memberantas Arianisme di antara orang-orang Lombardia dan Visigoth. Di Afrika
Utara, usaha-usaha missioner diarahkan kepada melawan heresi Donatisme yang
mengajarkan bahwa sakramen-sakramen yang dilayani oleh imam-imam yang tidak
pantas adalah tidak sah.
Di bidang liturgi,
Gregorius mengadakan pembaharuan besar. lagu-lagu Gereja – yang lazim dinamakan
Gregorian – tercipta pada masa kepausannya. Buku perayaan sakramen Gregorian
sebagai salah sat buku liturgy Romawi purba yang dianggap sebagai karyanya. Penjelasan
terhadap isi buku ini dikirimkan oleh Paus Adrianus I (722 – 795) kepada kaisar
dan dijadikan buku pegangan perayaan liturgi di seluruh kekaisaran. Pada tahun-tahun
awal kepausannya, Gregorius menulis sebuah buku yang menguraikan tentang tugas
seorang uskup dalam menggembalakan umatnya. Buku ini diterbitkan oleh Raja
Alfred dalam bahasa Inggris pada abad IX. Empat buku lainnya dari Gregorius yang
berjudul “Dialog” berisi percakapannya dengan seorang muridnya. Pandangan moralnya
terhadap Kitab Yob terdiri dari satu seri komentar yang menerangkan buku itu
secara harafiah, mistik dan moral. Buku ini secara luas dipakai sebagai buku
pegangan moral katolik selama abad pertengahan.
Gregorius adalah
seorang penulis rohani dan mistikus kenamaan. Meskipun dia bukan pengarang yang
indah gaya bahasanya, namuan tulisan-tulisannya sungguh bernilai tinggi dan
mengandung ajaran mulia. Dia juga adalah Bapa Gereja Latin yang terakhir dan
tokoh penting pertama pada abad pertengahan. Salah satu kehebatannya ialah
sikap toleransinya yang tinggi kepada para penganut agama Yahudi. Ia memperjuangkan
hak-hak mereka akan kebebasan bertindak dalam masalah-masalah sosial-kenegaraan
dan untuk melaksanakan ritus-ritus keagamanya di dalam sinagoga-sinagoga. Semua
usaha untuk membaptis mereka ditentang dengan keras. Ia benar-benar bertindak sebagai
pelindung mereka ketika terjadi penganiayaan terhadap mereka dimana-mana. Karena
gangguan kesehatannya, Gregorius meninggal dunia pada taun 604. Ia dikuburkan
di samping beberapa orang paus pendahulunya dekat sakristi Basilik Santo Petrus
di Roma.
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 12 Maret:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar