Dan Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang. (QS 2: 163)
Islam
dikenal sebagai agama tauhid. Tak jarang umat islam membanggakan (yang bisa
juga dikatakan menyombongkan diri) agamanya satu-satunya agama tauhid. Secara
sederhana agama tauhid dimaknai sebagai agama yang percaya kepada hanya SATU
Tuhan. Keyakinan sebagai agama tauhid ini didapat dari perkataan Allah sendiri.
Ada banyak ayat Al-Qur’an, yang menyatakan ketauhidan tersebut. Salah satunya
adalah kutipan ayat di atas.
Umat
islam sangat percaya Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang secara langsung
disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. Hanya Muhammad saja satu-satunya penerima
wahyu Allah SWT. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada
Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah yang
kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an.
Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis
dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah SWT sendiri. Karena itu, umat
islam menaruh hormat yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an
sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu,
berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).
Umat
islam menganggap dan menilai Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran
yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Sebagai
pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran
yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Ada banyak ulama
menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang
sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata
lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi
ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak
pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.
Kejelasan wahyu Allah sangat tampak pada kutipan ayat di atas. Sesuai dengan konteksnya, waktu itu Allah SWT bertemu dengan Muhammad, lalu menyampaikan kata-kata ini: “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” Sekilas wahyu Allah ini berbentuk laporan, dan dalam laporan itu Allah hendak mengingatkan kepada Muhammad tentang siapa Tuhannya itu. Memang, jika membaca sambil lalu orang langsung mengetahui bahwa Tuhannya Muhammad itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Sangat jelas. Terlihat jelas kalau wahyu Allah ini hendak menegaskan konsep tauhid yang menjadi identitas islam.
Akan
tetapi, ketika wahyu Allah tersebut ditelaah secara kritis, dengan alat bantu
akal sehat, maka akan ditemukan kejanggalan dan juga kontradiksi dengan
ketauhidan islam. pertama-tama dapat diajukan pertanyaan kritis: siapa yang dimaksud Tuhan Muhammad itu?
Memang spontan orang akan langsung mengatakan: “Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha
Pengasih, dan Maha Penyayang.” Tapi, apakah “Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha
Pengasih, dan Maha Penyayang” itu adalah Dia yang sedang berbicara kepada
Muhammad? Harap diingat, kutipan ayat di atas adalah wahyu Allah; Allah menyampaikan
kalimat di atas kepada Muhammad. Ketika Allah menyampaikan kalimat di atas,
secara akal sehat, dapat dipastikan bahwa “Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha
Pengasih, dan Maha Penyayang” bukanlah Allah yang sedang berbicara kepada
Muhammad. Dengan kata lain, Tuhan yang disebut itu tidak sama dengan Allah yang
menyebut.
Pertanyaan
kritis lanjutan adalah apakah “Tuhan”
itu berbeda dengan “Allah”? Pertanyaan ini tidak berkorelasi langsung
dengan persoalan di atas, namun masih ada kaitannya. Pertanyaan kritis ini mau
melihat pemahaman islam tentang kata “Tuhan” dan kata “Allah”. Apakah kata
“Tuhan” sama makna dan pemahamannya dengan kata “Allah” ataukah berbeda? Jika
merujuk pada wahyu-wahyu Allah, dapat dipastikan bahwa dua kata itu sama, bahwa
Tuhan itu adalah Allah. Dengan perkataan lain, Tuhan islam itu adalah Allah. Ini
bisa dibaca dalam QS Ali Imran: 62; QS al-Anam: 102; QS ar-Rad: 16.
Jika
kata “Tuhan” itu sama maknanya dengan kata “Allah”, atau jika Tuhan islam itu
adalah Allah, maka hasil telaah kritis atas kutipan ayat di atas ditemukan
adanya DUA Allah. Allah pertama adalah Allah yang berbicara kepada Muhammad,
dan Allah kedua adalah Allah Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih, dan Maha
Penyayang, yang merupakan Tuhannya Muhammad. Secara akal sehat Allah yang
berbicara tidak mungkin sama dengan Allah Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih,
dan Maha Penyayang. Hal ini dipertegas dan diperjelas dengan penggunaan kata
ganti DIA. Ketika Allah yang
berbicara menyebut kata “Dia” sebagai ganti kata “Allah”, tentulah Allah itu
tidak sedang menyebut diri-Nya sendiri, melainkan Allah yang lain.
Dengan
demikian dari kajian kritis atas wahyu Allah di atas dapat dipastikan bahwa ada
DUA Allah. Allah yang berbicara berbeda dengan Allah yang dibicarakan. Karena
jika sama, seharusnya redaksi kalimat Allah kurang lebih sebagai berikut: “Dan
Tuhan kamu adalah AKU, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain AKU, Tuhan
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
DEMIKIANLAH
telaah logis atas kutipan wahyu Allah dalam surah al-Baqarah ayat 163. Dari
hari kajian ini langsung ditemukan pertentangan dengan konsep tauhid islam.
Dengan bangga umat islam menyatakan agama islam sebagai agama tauhid, namun
Allahnya sendiri mengakui adanya DUA Allah. Jika ketauhidan itu didasarkan pada
wahyu Allah, ketidak-tauhidan pun ditemukan pada wahyu Allah. Dengan demikian
bisa dikatakan Allah bertentangan dengan diri-Nya sendiri. Inilah kesimpulan
pertama yang didapat. Berangkat dari pertentangan tersebut, dapat ditemukan dua
kesimpulan lain. Patutlah diragukan bahwa kutipan ayat di atas merupakan wahyu
Allah. Bagaimana mungkin Allah yang maha sempurna menghasilkan wahyu yang kacau
balau? Karena itulah, dari keraguan ini orang sampai pada kesimpulan bahwa
kutipan wahyu Allah di atas merupakan rekayasa Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar