Pro kontra
itu hal biasa. Dalam kehidupan, argumen pro kontra selalu muncul menyikapi
suatu pernyataan atau keputusan. Misalnya saja ketika pemerintah memutuskan
untuk memindahkan ibukota negara ke Kalimantan, ada banyak yang memuji sikap berani
dan bijak Presiden Jokowi, namun tak sedikit juga yang mengkritiknya. Atau ketika
PON di Papua, Jokowi turun bermain dengan anak-anak Papua dan keesokannya
berbaur dengan mama-mama di pasar, selain banjir pujian ada juga yang
mengkritiknya. Itulah realitas kehidupan.
Ada banyak
dasar dari sikap pro dan juga kontra, mulai yang tak masuk akal sehat hingga
masuk akal sehat. Biasanya, sikap pro muncul karena sealiran atau suka dengan
orang yang mengeluarkan pernyataan, sedangkan sikap kontra muncul karena sakit
hati atau tidak suka dengan orang yang mengeluarkan pernyataan itu. Dasar ini
tentulah membuat orang tak bisa secara jernih menilai sebuah pernyataan. Kebenaran
dan kebaikan dinilai hanya berdasarkan selera atau suka atau tidak suka. Ketika
suka kepada seseorang, maka apa pun yang dikatakannya akan selalu dinilai baik
dan benar, sementara jika tidak suka, maka maka apa pun yang dikatakannya akan
selalu dinilai jahat dan buruk.
Memang,
tidak semua orang mendasarkan penilaiannya atas dasar suka atau tidak suka. Masih
ada yang mendasarkan pada akal sehat. Misalnya argumen-argumen yang mengkritik ceramah
keagamaan beberapa ustad. Sebagaimana diketahui, ada banyak ustad yang ceramah
keagamaannya dirasakan menggangu akal sehat. Ustad-ustad ini biasanya dilabeli “ustad
asal mangap”. Cobalah search di
youtube dengan kata kunci ustad asal mangap, maka akan muncul sekitar 6 video.
Namun yang menariknya adalah tak satu pun kritik terhadap “ustad asal mangap” ini datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), baik di tingkat pusat maupun provinsi. Sikap “diam” MUI ini dengan mudah dapat dimaknai sebagai sikap setuju terhadap isi ceramah ustad tadi. Sikap setuju MUI ini bisa diartikan bahwa ceramah keagamaan ustad tadi sudah sesuai dengan ajaran islam. Bukankah MUI akan “hadir” bila ada yang salah terhadap pengajaran islam? Sebagai contoh, ketika ribut dengan buku “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”, MUI hadir saat pembakaran buku dibakar oleh pihak Gramedia. Karena itu, jika ceramah ustad tadi sudah benar secara islam, sangatlah tidak tepat jika ustadnya sebuat asal mangap.
Sekedar
mengingatkan kembali, di sini akan ditampilkan pernyataan-pernyataan para “ustad
asal mangap”, yang oleh sebagian besar orang dinilai tak masuk akal, namun MUI
memilih sikap diam.
1. Umat
islam dilarang bertepuk tangan, karena itu adalah budaya Yahudi.
2. Harta
adalah azab bagi orang kafir, demikian juga anak-anak mereka
3. Umat
islam dilarang memakai jersey Manchester United
4. Rawon
setan dan bakso kuntilanak haram bagi umat islam
5. Pohon
cemara haram bagi umat islam, karena itu adalah pohon natal
6. Umat
islam dilarang memanggil ibu dengan sapaan “bunda” karena mengingatkan orang
pada Bunda Maria
7. Musik
itu haram bagi umat islam
8. Umat
islam dilarang menyimpan foto dan patung
9. Wanita
islam haram memakai BH di depan yang bukan muhrimnya
Demikianlah
sekedar menyebut pernyataan-pernyataan para “ustad asal mangap”. Sebenarnya masih
ada lagi tema-tema yang disampaikan. Namun untuk sementara cukuplah 9
pernyataan ini. Dan pernyataan ini sering dikritisi oleh beberapa orang,
sehingga mereka akhirnya memberi gelar “asal mangap” kepada para ustad
tersebut.
Fokus
pada 9 poin di atas, terlihatlah dasar dari sikap pro dan kontra. Yang menarik
adalah dua sikap itu lahir dari dalam tubuh islam sendiri. Jadi, ada sekelompok
umat islam yang setuju dengan pernyataan tersebut (termasuk di sini adalah MUI),
namun ada kelompok yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sikap setuju
atas pernyataan-pernyataan tersebut adalah karena pernyataan-pernyataan itu
didasarkan pada ajaran agama. Artinya, pernyataan itu memiliki dasar pada
ajaran islam. Dengan kata lain, memang agama islam melarang orang bertepuk tangan,
mendengarkan musik, menyimpan foto atau patung, dst. Sementara sikap kontra
lebih didasarkan pada pemikiran akal sehat. Bagi mereka pernyataan tersebut
tidak masuk akal, apalagi di tengah kehidupan majemuk ini.
Bisa
dikatakan pertentangan antara orang yang kontra terhadap “ustad asal mangap”
merupakan pertentangan antara akal sehat dan agama islam. Kelompok orang yang
menentang ceramah “ustad asal mangap” mengkritik dengan akal sehat. Ada kesan bagi
kelompok ini, yaitu ceramah yang tidak asal mangap adalah ceramah yang masuk
akal mereka. Kalau mau jujur, sebenarnya, penilaian mereka masih diwarnai oleh
selera. Karena mereka tidak suka, maka mereka menilai asal mangap. Padahal,
ceramah yang disampaikan ustad tersebut sudah sesuai dengan ajaran islam. Jadi,
mereka mempunyai dasar dalam menyampaikan ceramah agamanya. Dasarnya adalah
ajaran agama. Setidaknya ada dua sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan
hadis. Yang dimaksud hadis di sini adalah perkataan, sikap dan perbuatan
Muhammad. Apa yang dikatakan Muhammad, apa yang menjadi sikap dan apa yang
dilakukan Muhammad, dijadikan ajaran islam. Misalnya, umat islam boleh menikahi
anak kecil, karena Muhammad sendiri menikah dengan seorang anak usia 6 tahun. Atau,
umat islam jangan membuang lalat yang masuk ke dalam minumannya, karena
berdasarkan perkataan Muhammad.
Secara
sederhana bisa dibuatkan perbandingannya sebagai berikut. Dasar ceramah keagamaan
para “ustad asal mangap” adalah ajaran islam. Tolok ukurnya adalah tidak ada
reaksi umat islam dan sikap diam MUI. Sudah menjadi rahasia umum, jika ada
sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran islam, umat islam akan marah. Kalau mau
dikaitkan dengan akal sehat, yah
ceramah tersebut masuk akal juga. Tolok ukurnya
adalah ajaran islam. Sementara dasar kritik orang terhadap “ustad asal
mangap” adalah selera. Karena pernyataan ustad itu tidak masuk akal mereka,
maka mereka mengkritik dan mengecam. Memang, mereka selalu mengatakan bahwa
dasar kritiknya adalah akal sehat. Tolok
ukurnya adalah kehidupan masyarakat yang majemuk, bukan ajaran agama. Mereka
merasa bahwa ceramah “ustad asal mangap” tidak bisa diterapkan dalam kehidupan
masyarakat yang plural.
Memang
sempat ada pengkritik mencoba mencari dasar agama. Misalnya dengan mengatakan
bahwa agama itu mulia, mengajarkan kerukunan dan toleransi. Tentulah dasar ini
hanya sekedar upaya pencitraan agama islam dan menutup aib islam. Mereka sudah
terburu malu dengan ulah para “ustad asal mangap”, yang mendasarkan ceramahnya
pada ajaran agama. Bagi mereka ceramah ustad ini membuat malu dan aib bagi
islam. Akan tetapi, justru upaya mereka ini akhirnya membenturkan islam dengan
islam sendiri.
Demikianlah
tanggapan atas kritik terhadap “ustad asal mangap”. Akhirnya dapatlah dikatakan
bahwa para pengkritik ini sebenarnya malu
dengan agamanya, yaitu islam, yang memang bobrok, sementara para ustad ini tidak malu mengakui agamanya yang
memang bobrok. Mereka berusaha menampilkan wajah islam yang sebenarnya. Mungkin
bagi para ustad ini berlaku asas “baik – buruk, itu agamaku”. Jadi, sekalipun
jelas-jelas buruk di mata orang, tetap saja bagi mereka islam adalah the best, agama yang di sisi Allah. Sedangkan
para pengkritik hidup dalam angan-angan. Mereka sudah diindoktrin bahwa agama
itu mengajarkan kebaikan, bahwa agama itu baik. Karena itu, mereka menolak
ketika melihat wajah islam yang bobrok. Mereka tidak mau mengakui wajah islam
itu, karena indoktrinsasi tadi.
Sangat
menyedihkan.
Dabo
Singkep, 26 Oktober 2021
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar