Salah
satu perayaan liturgi yang khas bagi umat katolik adalah ekaristi, atau biasa
dikenal juga dengan sebutan misa. Umat katolik merayakan ekaristi sebagai
bentuk melakukan apa yang diminta Yesus saat perjamuan terakhir dengan para
rasul. Saat itu Yesus berpesan, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku.”
Perjamuan terakhir merupakan simbolisasi dari kurban salib. Pada saat perjamuan
itu Yesus menyerahkan tubuh-Nya dalam wujud roti dan darah-Nya dalam wujud
anggur. Ini adalah kenangan awal akan penyerahan diri-Nya di kayu salib
keesokan harinya. Kurban salib memiliki
makna penebusan dosa umat manusia.
Jadi,
dengan merayakan ekaristi, kita tidak hanya mengenangkan peristiwa perjamuan
malam terakhir Yesus bersama para rasul, tetapi juga peristiwa salib dimana
Yesus mengurbankan diri-Nya untuk penebusan dosa manusia. Perayaan ekaristi
bukan hanya peristiwa lampau yang tak punya dampak pada masa kini. Setiap kali
kita misa, kita disadarkan akan pengurbanan Yesus di kayu salib untuk menebus
dosa kita, saya dan kalian.
Bagaimana
sebenarnya bentuk perayaan ekaristi itu? Dengan lebih mengenal, maka kita akan
dapat menghayatinya dengan lebih baik. Pada prinsipnya, perayaan ekaristi
dibagi ke dalam 4 upacara, yaitu ritus pembuka, liturgi sabda, liturgi ekaristi
dan ritus penutup. Uraian ini lebih mengikuti Pedoman Umum Misale Romawi dan
TPE 2021.
Ritus Pembuka
Perayaan
diawali dengan perarakan
masuk imam dan para petugas liturgi lainnya. Sikap liturgi umat adalah
berdiri. Sikap ini berlangsung hingga doa kolekta atau doa pembuka. Perarakan
ini dapat diiringi dengan lagu. Dan setibanya di depan altar mereka memberi
hormat, lalu imam mencium altar.
Setelah
lagu selesai, imam membuka perayaan dengan membuat tanda salib. Jawaban umat adalah
“amin”. Kemudian imam menyampaikan salam, dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.”
Setelah itu imam menyampaikan pengantar tentang misa yang akan dirayakan.
Kemudian
imam mengajak umat untuk menyatakan tobat. Ada beberapa cara untuk menyatakan tobat.
Yang lazim adalah mengucapkan doa tobat “Saya mengaku” (cara 1) dan “Tuhan kasihanilah kami”
(cara 3) yang diawali dengan doa. Pada
perayaan meriah pernyataan tobat dapat diganti dengan perecikan air berkat (cara 4). Di sini kami akan
menampilkan pernyataan tobat cara kedua pada TPE baru
I Tuhan, kasihanilah kami
U Sebab kami telah berdosa terhadap Engkau
I Tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada
kami, Tuhan
U Dan anugerahkanlah keselamatan-Mu kepada kami
Pernyataan
tobat selalu disusul dengan Tuhan Kasihanilah. Namun jika pada pernyataan
tobat memakai cara 3,
maka bagian ini dilewatkan dan perayaan masuk pada kemuliaan. Kemuliaan adalah madah
dimana Gereja (Umat Allah) berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa
dan Anakdomba Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh
diganti dengan teks lain. Kemuliaan dibuka oleh imam atau, lebih cocok oleh
solis atau koor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat. Kemuliaan tidak
dipakai pada masa adven dan pra-paskah.
Bagian
akhir dari ritus pembuka adalah doa kolekta, atau biasa dikenal sebagai doa
pembuka. Disebut “kolekta” karena doa ini bersifat mengumpulkan dan meringkaskan
ujud-ujud doa dari umat beriman. Karena itu, pada bagian ini imam berkata,
“Marilah berdoa”, lalu disusul dengan hening sejenak. Bukan berarti imam mau
menghafalkan doa atau memikirkan sesuatu, tetapi memberi kesempatan kepada umat
untuk menyadari kehadiran Tuhan dan menyampaikan harapan dan permohonannya
masing-masing dalam hati. Jadi, doa yang dibawakan imam adalah juga doa umat.
Karena itu, doa ini ditutup dengan jawaban umat, “Amin.”
Liturgi Sabda
Secara
umum, liturgi sabda terbagi dalam 2 bagian besar. Bacaan-bacaan dari Alkitab
dan nyanyian tanggapannya merupakan bagian pokok dari liturgi sabda, sedangkan
homili, syahadat dan doa umat memperdalam liturgi sabda dan menutupnya. Semua
rangkaian ini hendak menyingkap misteri penebusan dan keselamatan serta
memberikan makna rohani. Lewat sabda-Nya Kristus hadir di tengah umat beriman.
Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian (mazmur
tanggapan), dan diimani dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat
memanjatkan permohonan dalam doa umat.
Liturgi
sabda diawali dengan bacaan pertama. Sikap liturgi umat adalah duduk.
Sikap ini hendak menekankan sikap siap mendengarkan apa yang akan disampaikan.
Sikap ini berlangsung hingga homili selesai. Bacaan pertama, demikian juga bacaan
kedua dan Injil, selalu ditutup dengan kata-kata, “Demikianlah Sabda Tuhan”.
Untuk bacaan pertama dan kedua, umat menjawab, “Syukur kepada Allah”, sedangkan
untuk Injil umat menjawab, “Terpujilah Kristus.” Sesudah bacaan pertama diikuti
mazmur tanggapan.
Dianjurkan agar mazmur tanggapan dilagukan, sekurang-kurangnya bagian ulangan.
Jika tidak dilagukan, hendaknya mazmur tanggapan didaraskan. Artinya, mazmur
tanggapan diupayakan untuk tidak dibacakan agar tidak timbul kesan sebagai
bacaan lain lagi selain dua bacaan sebelum dan sesudahnya.
Bacaan kedua,
pada misa harian, biasanya ditiadakan. Dan jika tidak ada, maka setelah mazmur
tanggapan disusul dengan bait pengantar Injil dengan atau tanpa aleluya.
Bait pengantar Injil ini dilagukan. Jika tidak, maka dapat ditiadakan.
Pembacaan Injil
merupakan puncak liturgi sabda. Karena itu, Injil harus dibacakan dengan cara
yang sangat hormat. Untuk menyatakan kesiap-sediaan umat mendengarkan Injil,
imam mengadakan dialog. Awalnya imam menyapa umat, “Tuhan bersamamu” dan umat
menjawab, “Dan bersama rohmu.” Kemudian imam menyebutkan dari mana Injil
dibacakan, dan umat menjawab, “Dimuliakanlah Tuhan” tanpa membuat tanda salib
kecil di dahi, bibir dan dada. Dialog ini bisa dinyanyikan bisa juga tidak.
Bacaan Injil ditutup dengan seruan imam, “Demikianlah sabda Tuhan”, dan umat
menjawab, “Terpujilah Kristus.”
Setelah
pembacaan Injil, acara diikuti dengan homili, sebuah cara untuk memupuk semangat hidup kristen.
Di sini umat dengan tenang mendengarkan penjelasan tentang bacaan-bacaan
liturgi hari itu. Sesudah homili disusul pernyataan iman atau syahadat.
Berdiri merupakan bentuk sikap liturgi yang pas, karena di sini umat hendak
menyatakan sikap kepercayaannya. Maksud syahadat dalam misa adalah agar seluruh
umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab
dan dijelaskan dalam homili.
Bagian
akhir dari liturgi sabda adalah doa umat. Di sini umat berdiri untuk menanggapi
sabda Tuhan yang telah mereka terima dengan penuh iman. Lewat doa umat ini
mereka memohon keselamatan semua orang, dan dengan demikian mengamalkan tugas
imamat yang diterima dalam pembaptisan. Setiap doa umat selalu ditutup dengan
seruan, “Marilah kita mohon” dan umat menjawab, “Kabulkanlah doa kami, ya
Tuhan” atau jawaban lain, “Tuhan, dengarkanlah umat-Mu.”
Liturgi Ekaristi
Liturgi
ekaristi terbagi dalam 3 bagian, yaitu persiapan persembahan, doa syukur agung
dan komuni. Bagian persiapan persembahan diawali dengan persiapan
altar dan umat mengumpulkan kolekte. Sikap liturgi umat di sini adalah duduk. Kegiatan
ini dapat diiringi dengan lagu. Kemudian beberapa wakil umat mengantar
persembahan kepada imam. Lagu persembahan berlangsung sekurang-kurangnya sampai
bahan persembahan tertata di atas altar. Artinya, setelah persembahan diantar,
lagu persembahan dapat berhenti (disesuaikan dengan syairnya). Pada saat ini
imam akan mengangkat hosti dan kemudian piala sambil mengungkapkan pujian.
Selesai pujian atas hosti dan juga piala, umat menjawab, “Terpujilah Allah
selama-lamanya.” Kemudian imam mengajak umat berdoa atas persembahan dengan
berkata, “Berdoalah saudara-saudari supaya persembahanku dan persembahanmu
berkenan pada Allah, Bapa yang Mahakuasa.” dan umat menjawab, “Semoga
persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta
seluruh umat Allah yang kudus.” Lalu imam menyampaikan doa atas persembahan dan
umat menutupnya dengan kata, “amin”.
Bagian
kedua liturgi ekaristi merupakan pusat dan puncak seluruh perayaan, suatu doa syukur
dan pengudusan. Karena itu, misdinar membunyikan lonceng sebagai tanda
dimulainya Doa Syukur Agung. Sikap liturgi umat selama bagian ini adalah
berdiri. Pada bagian ini imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan
dengan berdoa dan bersyukur. Maksud doa ini adalah agar seluruh umat
menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam
mempersembahkan kurban. Bagian kedua ini dimulai dengan prefasi. Prefasi diawali dengan
dialog pembuka sebagai berikut.
I Tuhan bersamamu
U Dan bersama rohmu
I Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan
U Sudah kami arahkan
I Marilah bersyukur kepada Tuhan Allah kita
U Sudah layak dan sepantasnya
Imam
lantas melanjutkan dengan prefasi. Atas nama umat, imam memuji Allah Bapa dan
bersyukur kepada-Nya atas seluruh karya penyelamatan atau atas alasan tertentu.
Pujian dan syukur ini akhirnya ditutup dengan aklamasi atau jawaban umat, yang
berpadu dengan para penghuni surga, dengan menyanyikan kudus. Jika tidak dilagukan, kudus
bisa diucapkan. Rumusannya adalah sebagai berikut: “Kudus-kudus, kuduslah
Tuhan. Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Terpujilah Engkau
di surga. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Tepujilah Engkau di
surga.” Setelah kudus, imam melanjutkan dengan Doa Syukur Agung. Bagian inti Doa
Syukur Agung adalah konsekrasi, saat hosti dan anggur berubah menjadi tubuh dan
darah Kristus. Karena itu, sikap liturgi umat saat imam mengangkat hosti dan
kemudian piala yang telah dikonsekrir adalah menyembahnya. Kemudian diikuti
dengan anamnesis. Doa syukur agung ini ditutup dengan jawaban umat, “Amin”.
Dalam
TPE 2021 disediakan 3 jenis anamnesis sebagai tanggapan iman umat, yang selalu
diawali oleh imam. Pada bagian ini Gereja mengenangkan Kristus, terutama
sengsara-Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia dan kenaikan-Nya ke
surga. Ketiga anamnesis itu adalah: [1] Imam berkata, “Marilah menyatakan
misteri iman kita”, dan umat menjawab, “Wafat-Mu Tuhan, kami wartakan,
kebangkitan-Mu kami muliakan hingga Engkau datang.” [2] Imam berkata, “Marilah
mewartakan misteri iman kita”, dan umat menjawab, “Setiap kali kami makan roti
ini dan minum dari piala ini, wafat-Mu Tuhan, kami wartakan hingga Engkau
datang.” [3] Imam berkata, “Agunglah misteri iman kita”, dan umat menjawab,
“Penyelamat dunia, selamatkanlah kami, karena melalui salib dan kebangkitan-Mu,
Engkau telah membebaskan kami.”
Bagian
ketiga liturgi ekaristi adalah komuni, yang diawali dengan Bapa kami. Di sini sikap liturgi umat
masih berdiri, karena menyatakan kesiapan diri untuk menyambut tubuh Kristus
sebagai santapan rohani. Sikap ini berlanjut hingga ritus komuni. Doa Tuhan ini
ditutup imam dengan embolisme, yang bagian akhirnya berbunyi, “.... sambil
menantikan harapan yang membahagiakan dan kedatangan Penyelamat kami Yesus
Kristus.” Dan umat menjawab, “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa
untuk selama-lamanya.”
Sesudah
itu imam menyampaikan doa damai. Di sini Gereja memohon damai dan
kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat
menyatakan persekutuan dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan
dalam Tubuh Kristus. Di akhir doa damai ini imam menyapa umat, “Semoga damai
Tuhan selalu bersamamu”, dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.”. Kemudian
diikuti dengan pemecahan
roti. Pemecahan hosti ini menandakan bahwa umat yang banyak itu
menjadi satu (1Kor 10: 17) karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni
Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Kegiatan ini
diiringi dengan lagu Anak Domba Allah. Kalau tidak dinyanyikan, Anakdomba Allah
bisa diucapkan umat tanpa harus diawali oleh imam. Saat Anakdomba Allah, umat tetap berdiri.
Akhirnya,
tibalah saat yang selalu ditunggu umat setiap kali mengikuti misa, yaitu komuni.
Diawali dengan imam mengangkat hosti dan piala, dan menghunjuknya kepada umat
sambil berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah. Lihatlah Dia yang menghapus dosa
dunia. Berbahagialah saudara-saudari yang diundang ke perjamuan Anak Domba.”
Umat harus menjawab, “Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi
bersabdalah saja maka saya akan sembuh.” Pertama-tama imam menyambut Tubuh dan
Darah Kristus. Pada saat ini lagu komuni dimulai. Maksud nyanyian ini adalah
(1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuan
secara lahir dalam nyanyian bersama; (2) menunjukkan kegembiraan hati, dan (3)
menggaris-bawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Lagu komuni berlangsung
terus selama umat menyambut, dan berhenti kalau dianggap cukup. Umat maju satu
persatu dengan khidmat untuk menyambut tubuh Kristus. Ketika sampai ke depan,
imam akan berkata kepadanya, “Tubuh Kristus” sambil menunjukkan hosti. Ini artinya,
imam mau mengatakan bahwa yang dia pegang saat ini dan akan diserahkan kepada
umat adalah benar-benar Tubuh Kristus. Dengan iman yang teguh, umat menjawab,
“Amin”. Artinya, umat sungguh percaya bahwa yang disambutnya itu adalah sungguh
Tubuh Kristus. Setelah menyantap Tubuh Kristus, umat kembali ke tempat duduknya
dan berdoa. Di sini umat bisa berlutut, bisa juga duduk.
Untuk
menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus
komuni, imam memanjatkan doa sesudah komuni. Dalam doa ini imam mohon agar
misteri yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah. Saat ajakan untuk berdoa,
umat berdiri.
Ritus Penutup
Diawali
dengan penyampaian pengumuman, lalu amanat pengutusan. Yang pertama dibawakan oleh wakil umat, dan yang
kedua oleh imam. Pada dua acara ini, sikap liturgi umat adalah duduk. Sikap
duduk menyiratkan sikap mendengarkan. Kemudian diikuti oleh berkat
dan pengutusan.
Di sini berdiri merupakan sikap liturginya, yang hendak menunjukkan kesiapan
menerima berkat dan diutus. Berkat dijawab oleh umat dengan berkata, “Amin”,
sedangkan pengutusan umat menjawab, “Syukur kepada Allah.” Imam kemudian
mencium altar sebagai wujud penghormatannya. Acara terakhir dari ritus penutup
adalah perarakan
keluar. Imam bersama petugas liturgi lainnya membungkuk khidmat ke arah
altar dan berjalan kembali ke sakristi. Perarakan dapat diiringi lagu.
Dabo,
6 Agustus 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar