Dan
di antara orang-orang yang mengatakan, “Kami ini orang Nasrani,” Kami telah
mengambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan
yang telah diperingatkan kepada mereka, maka Kami timbulkan permusuhan dan
kebencian di antara mereka hingga hari Kiamat. Dan kelak Allah akan
memberitakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. [QS 5: 14]
Al-Qur’an diyakini oleh umat islam merupakan
wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini
bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad
mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya
menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat
islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah
merupakan kata-kata Allah SWT sendiri. Karena itu, umat islam menaruh hormat
yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya
pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan
perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh.
Umat islam menganggap
dan menilai Al-Quran sebagai keterangan
dan pelajaran yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah
sendiri. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan
dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Ada banyak
ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang
benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu.
Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu
lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak
pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.
Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah al-Maidah ayat 14 di atas (kecuali kata yang berada dalam tanda kurung) merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh nabi Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas makna dan pesannya.
Inilah kesan pertama yang muncul ketika kita
membaca sambil lalu teks kutipan di atas yang merupakan wahyu Allah. Sekilas
tidak ada masalah dengan kutipan teks itu. Makna dan pesannya sangat terang
benderang. Teks tesebut hendak berbicara bahwa Allah, yang berfirman, telah
mengikat perjanjian dengan orang Nasrani, namun mereka telah mengingkarinya.
Karena itu, Allah menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka hingga
hari Kiamat. Tidak puas dengan itu, Allah akan memberikan ganjaran kepada
mereka. Inilah isi dari kutipan wahyu Allah di atas. Dapat pula ditambahkan
bahwa ada banyak perjanjian yang telah dibuat antara Allah dengan orang
Nasrani. Hal ini tampak dari kata “sebagian”. Artinya, tidak semua perjanjian
itu diingkari oleh orang Nasrani, tetapi hanya sebagian saja. Demikianlah makna
dan pesan yang termuat dalam wahyu Allah di atas.
Akan tetapi, kutipan wahyu Allah di atas baru
menemukan permasalahannya ketika dilakukan telaah kritis dengan mengajukan
beberapa pertanyaan kritis terhadapnya.
1. Allah
yang mana telah mengikat perjanjian dengan orang Nasrani itu? Apakah Allahnya
orang Nasrani atau Allahnya orang islam? Pertanyaan ini sekaligus juga
mengungkap seperti apakah Allah yang berfirman itu. Ketika orang Nasrani
membaca teks ini, tentulah mereka akan mengatakan “masak Allah seperti itu?”
Dalam kutipan di atas terlihat gambaran Allah yang penuh kebencian. Hanya
karena umat Nasrani mengingkari sebagian
perjanjian, Allah lantas bukannya menumbuhkan perdamaian tetapi permusuhan dan
kebencian di antara mereka hingga hari Kiamat.
Orang
Nasrani yang membaca teks ini pasti akan mengatakan bahwa ini bukan Allah
mereka. Pastilah bukan Allah orang Nasrani yang dikatakan mengikat perjanjian
dengan mereka. Karena Allah orang Nasrani adalah Allah yang maharahim, penuh
belas kasihan dan suka mengampuni. Allah orang Nasrani lebih mencintai
perdamaian daripada pemusuhan, mencintai kasih sayang daripada kebencian. Hanya
Allah umat islam saja yang suka akan permusuhan dan kebencian. Hal ini dapat
ditemui dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Karena
itu, jika memang kutipan ayat di atas sungguh wahyu Allah, menjadi pertanyaan
kenapa Allah islam sibuk dan mau mengikat perjanjian dengan orang Nasrani. Apa
pula kepentingannya menjalin perjanjian dengan orang Nasrani. Di sini bisa
dikatakan bahwa Allah islam seolah-olah merasa dirinya penting dan dibutuhkan
oleh orang Nasrani, padahal orang Nasrani tidak membutuhkannya. Atau mungkin teks
ayat ini hendak mengibuli orang Nasrani yang ada di Madinah agar mereka
akhirnya menerima kenabian Muhammad (karena itu, teks ayat 14 ini sangat mirip
dengan ayat 13).
2. Apa
isi perjanjian Allah dengan orang Nasrani? Apa bunyi sebagian pesan peringatan
Allah yang telah diingkari oleh orang Nasrani? Apakah sebagian pesan itu
diingkari oleh semua orang Nasrani atau sebagian saja? Apakah permusuhan dan
kebencian yang ditimbulkan Allah itu terjadi pada semua orang Nasrani atau
sebagian saja?
Tentulah
pertanyaan-pertanyaan ini sulit untuk dijawab oleh umat islam. Seandainya pun
mereka berusaha menjawabnya, akan terjadi ketidak-cocokan satu sama lain.
Artinya, jawaban satu akan berbeda, bahkan bertentangan dengan jawaban yang
lain. Akan tetapi, mungkin sebagian umat islam akan mengatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan di atas tidak penting dan tidak ada relevansinya.
Tentulah pernyataan tersebut hanya sekedar rasionalisasi karena tidak menemukan
jawaban yang pas buat pertanyaan-pertanyaan di atas. Pertanyaan-pertanyaan di
atas diajukan untuk membuktikan seberapa jelas wahyu Allah ini. Telah dikatakan
bahwa Al-Qur’an merupakan keterangan atau pelajaran yang jelas. Jika
pertanyaan-pertanyaan di atas tak bisa dijawab dengan pasti, maka kesimpulannya
adalah wahyu Allah ini tidak jelas. Dan ini jelas-jelas bertentangan dengan
pernyataan awal bahwa wahyu Allah itu jelas.
3. Jika
Allah yang mengikat perjanjian dengan orang Nasrani itu adalah Allah SWT (Allah
islam), bukankah ini bertentangan dengan wahyu Allah lainnya. Bukankah Allah
telah berfirman bahwa orang kafir adalah bahan bakar api neraka, bahwa orang
kafir adalah musuh bagi kaum muslim, bahwa orang kafir itu harus dimusuhi,
diperangi hingga dibunuh? Dan bukankah orang Nasrani itu adalah juga orang
kafir karena iman mereka pada Yesus sebagai Allah dan karena iman mereka akan
trinitas? Kenapa Allah justru mengikat perjanjian dengan mereka?
Di
sini terlihat ketidak-konsistenan sikap Allah. Dan ini semakin menambah keyakinan
orang Nasrani bahwa wahyu ini hanyalah kamuflase atau tipuan agar orang Nasrani
bersedia menerima Muhammad sebagai nabi.
DEMIKIANLAH telaah kritis atas surah
al-Maidah ayat 14. Dari telaah ini dapat ditemui beberapa hal penting. Salah
satunya adalah gambaran wajah Allah umat islam ini. Dalam kutipan ayat
Al-Qur’an di atas terlihat jelas wajah Allah SWT yang suka akan permusuhan dan
kebencian. Sikap pemusuhan dan kebencian ini kemudian ditanamkan dalam hidup
umat islam. Karena itu, tak heran bila sering terdengar ucapan-ucapan dengan
nada kebencian dan pemusuhan yang dilontarkan oleh umat islam, yang didasarkan
pada ajaran agama. Misalnya soal mengkafir-kafirkan orang lain atau
mengharamkan mengucapkan hari raya keagamaan orang lain.
Selain itu, tampak juga wajah Allah yang
selalu tidak konsisten, baik dalam sikap maupun dalam perkataan. Hal inilah
membuat Al-Qur’an yang dinilai sebagai keterangan yang jelas menjadi tidak
jelas. Namun sayangnya, umat islam tetap saja yakin bahwa wahyu Allah itu
jelas. Yang pasti kejelasan itu ada pada ketidak-jelasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar