A.
Tujuh Sakramen Gereja
Kita
sudah tahu bahwa sakramen merupakan sarana pengudusan. Ada satu sakramen dalam
Gereja, yaitu Yesus Kristus. Dia adalah wajah kasih Allah yang kelihatan. Allah
yang tak bisa dilihat, namun hadir dalam diri Yesus. Dari Yesus inilah kemudian
lahir sakramen-sakramen Gereja lainnya. Gereja kita mengenal ada 7 sakramen,
yaitu
Ø Sakramen Baptis/permandian
Ø Sakramen Penguatan/krisma
Ø Sakramen Ekaristi Kudus
Ø Sakramen Tobat
Ø Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Ø Sakramen Tahbisan/Imamat
Ø Sakramen Perkawinan
Dari
ketujuh sakramen ini, ada 3 sakramen yang diterimakan hanya sekali seumur
hidup. Ketiga sakramen itu adalah baptis, krisma dan tahbisan. Sementara sakramen
yang lain bisa diterima berkali-kali.
Gereja
Protestan hanya mengakui satu sakramen saja, yakni sakramen baptis, sedangkan
keenam sakramen lainnya tidak diakui. Salah satu alasannya adalah tidak
tertulis dalam kitab suci; atau dengan kata lain, kitab suci tidak menyebut
atau menyinggung keenam sakramen tersebut. Dengan dasar ini, tak jarang orang
Protestan selalu mengkritik Gereja Katolik. Akan tetapi, sangat menarik kalau
kita merenungkan sharing pengalaman Scoot Hahn dan Gerry Matatics. Mereka berdua
awalnya adalah teolog protestan, yang kemudian menjadi katolik setelah menemukan kebenaran dalam Gereja Katolik. Mereka bukan sekedar ahli dalam bidang teologi tetapi juga kitab suci, yang
memahami bahasa Yunani, Latin dan juga Aram. Setelah melakukan penelitian terhadap semua ajaran katolik mereka sampai pada satu kesimpulan: semua doktrin katolik mempunyai dasar
alkitabiah. Yang termasuk
doktrin di sini, yah ketujuh sakramen
itu.
Jadi, dari sharing dua teolog protestan itu kita
bisa mengetahui bahwa kritikan orang protestan terkait keenam sakramen yang
tidak diakuinya sama sekali tidak mendasar. Karena itu, apabila dalam kehidupan
kita menemukan kritikan tersebut dari orang-orang protestan, kita tak perlu
bingung lagi.
B. Pembagian Sakramen-sakramen Gereja
Sakramen-Sakramen inisiasi
Kristen; Inisisasi atau bergabung menjadi orang
Kristen dilaksanakan melalui Sakramen-Sakramen yang memberikan dasar hidup
kristen. Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam
Sakramen Pembaptisan, dikuatkan dengan Sakramen Penguatan dan diberi makanan
dengan Sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).
Sakramen-Sakramen Penyembuhan; Kristus Sang Penyembuh jiwa dan badan kita, menetapkan sakramen
ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam Sakramen-Sakramen
inisiasi Kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu,
Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya
melalui Sakramen ini; Tobat dan
Pengurapan Orang Sakit
(lihat kompendium KGK 295 – KGK 1420-1421. 1426).
Sakramen-Sakramen pelayanan persekutuan dan
perutusan; Dua Sakramen, Sakramen Penahbisan
dan Perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja
untuk melayani dan membangun umat Allah. Sakramen-sakramen ini
memberikan sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejawi dan
penyelamatan orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533-1535).
C.
Penjelasan Singkat Ketujuh Sakramen Gereja
1.
Sakramen
Pembaptisan/Permandian
Sakramen baptis merupakan dasar seluruh kehidupan
kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam roh dan menuju sakramen-sakramen
lainnya. Oleh pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali
sebagai anak-anak Allah, menjadi anggota Tubuh Mistik Kristus, yakni Gereja,
dan ikut serta dalam perutusannya (KGK, 1213). St. Gregorius Nazianse berkata,
“Pembaptisan adalah anugerah Allah yang paling indah dan paling mulia.” St.
Gregorius menyebutkan beberapa alasannya, yaitu karena lewat baptisan “dosa
dikuburkan di dalam air”, karena sakramen ini membersihkan dan melindungi kita.
Dengan kata lain, dengan menerima sakramen baptis kita menerima tawaran
keselamatan Allah.
Ada banyak teks kitab suci yang biasa dijadikan dasar
untuk Sakramen Baptis. Diantaranya adalah Mat 28: 19 – 20; Yoh 3: 5; Kis 2: 38;
Rom 6: 3 – 4. Dalam Gereja Katolik ada 3 jenis baptisan, yakni baptisan air,
baptisan darah dan baptisan kerinduan. Yang pertama adalah baptisan yang biasa
terjadi, dimana orang yang mau dibaptis dicurahkan air dengan diikuti kata-kata
trinitas. Baptisan darah terjadi ketika seorang yang ingin dibaptis keburu mati
karena membela iman. Baptisan kerinduan diberikan kepada orang yang sudah punya
niat menerima sakramen baptis tapi keburu meninggal dunia.
Jika
seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus, serta
bertekad untuk bersama umat ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka dia
diterima dalam umat dengan upacara yang sejak zaman para rasul disebut.
Kenyataan yang lebih dalam ialah bahwa orang yang menerima sakramen permandian
diterima oleh Kristus menjadi anggota Tubuh-Nya, Umat Allah (Gereja). Orang
tersebut laksana baru lahir di dalam Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi
putra Bapa dalam Roh Kudus berarti bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup
Kristus sendiri yang ditandai oleh wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu,
orang yang telah dipermandikan harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya
dalam Kristus, ia hidup bagi Allah. Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan
dilambangkan dalam peristiwa pencurahan air pada dahinya, sementara wakil umat
(Imam) mengatakan: “Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh
Kudus.” Dengan permandian, mulailah babak baru dalam hidup seseorang. Kristus
sendiri menjiwai dia melalui Roh-Nya, maka segala pelanggaran dan dosa yang
telah diperbuatnya dihapus.
2.
Sakramen Penguatan
Bagi orang dewasa, sakramen penguatan
sebetulnya merupakan bagian dari sakramen permandian. Orang yang telah
dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda kekuatan Roh Kudus,
sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus dalam Gereja dan
masyarakat. Sakramen penguatan menjadi tanda kedewasaan, maka orang yang
menerima Sakramen Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat
Allah. Kepada setiap orang, Roh Kudus memberikan karisma-karisma-Nya (bakat
kemampuan). Atas karisma-karisma (anugerah) Tuhan ini, orang yang bersangkutan
menyadari tanggung jawabnya terhadap sesama. Dengan bakat kemampuan yang
diterima dari Tuhan, orang yang bersangkutan diharapkan hidup bukan untuk diri
sendiri, melainkan untuk ikut membina Tubuh Kristus (Umat Allah). Bakat
kemampuan menyatakan karya Roh, yang melalui setiap orang Kristen, menghantar
sesamanya kepada Kristus.
Penerimaan sakramen
krisma perlu untuk melengkapi rahmat pembaptisan. Lumen Gentium 11 mengatakan,
“Berkat Sakramen Penguatan mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna,
dan diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa; dengan demikian
mereka semakin diwajibkan untuk menyebar-luaskan dan membela iman sebagai saksi
Kristus yang sejati, dengan perkataan maupun perbuatan.” (KGK 1285). Sakramen
ini memiliki kaitan erat dengan peristiwa turunnya Roh Kudus atas para murid
Yesus (Kis 2: 1 – 13), yang merupakan wujud janji Yesus (Yoh 14: 15 – 31; 16:
4b – 15). Dasar kitab suci untuk sakramen ini adalah Kis 8: 14 – 17.
3.
Sakramen Ekaristi
Ekaristi kudus
menyempurnakan inisiasi kristen. Oleh baptisan kita diangkat ke martabat imamat rajawi, dan
oleh krisma kita makin dijadikan serupa dengan Kristus, oleh ekaristi kita
ambil bagian dalam kurban Tuhan bersama seluruh umat. “Pada perjamuan terakhir,
pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan kurban ekaristi tubuh dan
darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan kurban salib untuk selamanya, dan
mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan
kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih,
perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu, Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat,
dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan.” (KGK 1322 – 1323).
Jadi,
menjelang sengsara-Nya, Yesus mengajak para murid-Nya untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa-Nya
(Paska) sesuai dengan adat istiadat Yahudi. Bangsa Yahudi memperingati
pembebasan dari Mesir dalam sebuah perjamuan kekeluargaan. Dalam perjamuan
Paska itu, Yesus mengambil roti (makanan harian orang
Yahudi), memecahkannya, dan membagi-bagikan roti itu seraya berkata: “Makanlah
roti ini, karena inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu.” (Tubuh adalah tanda kehadiran Yesus
yang tersalib yang dikorbankan bagi kita). Kemudian, Yesus mengambil sebuah
cawan (piala) berisi air anggur sambil berkata: “Minumlah semua dari cawan ini,
karena inilah Darah-Ku, darah perjanjian baru dan kekal yang diadakan dengan
kalian dan dengan semua manusia demi pengampunan dosa” (Darah menjadi tanda
hidup. Jadi, kalau Yesus memberikan darah-Nya berarti Ia menyerahkan diri-Nya
seluruhnya untuk kita). Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-Nya. Injil Matius
dan Markus menambahkan bahwa “darah-Nya ditumpahkan….”, yang berarti Ia
dipersembahkan sebagai korban persembahan. Jadi, roti dan anggur menyatakan
bagaimana Yesus mati (menumpahkan darah).
Kemudian disebut juga, mengapa Ia harus mati,
yaitu demi pengampunan dosa-dosa. Yesus kemudian berkata: “Kenangkanlah Aku
dengan merayakan perjamuan ini.” (Baca: Luk 22: 14-23; Mat 26: 26-29; Mrk 14:
22-25). Maka sejak zaman para rasul, umat Kristen suka
berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang membangkitkan Yesus dari alam
maut dan menjadikannya Tuhan dan Penyelamat. Berkumpul di sekitar meja Altar
untuk menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-Nya merupakan kehadiran
Gereja yang paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling konkret dari persatuan
umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.
4. Sakramen Tobat
Selama
hidup di dunia, kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup
dalam “situasi dosa”. Situasi dosa ini merasuki diri kita dan masyarakat kita
sedalam-dalamnya. Perjuangan untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang
merupakan proses perjuangan yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha
untuk bangun lagi sesudah jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama,
merupakan unsur yang hakiki dan harus selalu ada dalam hidup kita.
Para
pengikut Kristus perlu bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di
hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu
diterima dalam perayaan sakramen tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang
bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan
dan sesama. Selama suatu kesalahan berat belum diampuni, ia tidak dapat ikut
serta dalam ibadat umat secara sempurna. Dia ibarat cabang yang mati dari
sebuah tanaman. Agar dia diterima kembali menjadi anggota umat yang hidup, dia
harus bertobat dan menghadapi wakil umat (pastor) untuk mendapatkan
pengampunan. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan itu diperbaiki.
Dasar kitab suci untuk sakramen tobat adalah Surat Yakobus 5: 16. Di sini Allah meminta kita untuk “saling mengaku dosa
dan saling mendoakan.” Tentulah saling mengaku dosa ini tidak dalam konteks
mengaku dosa kepada Allah, tetapi kepada sesama. Harus disadari bahwa Allah
telah memberi kuasa mengampuni dosa kepada manusia (Mat 9: 8). Gereja Katolik
memahami “sesama manusia” di sini dengan orang yang punya kuasa ini, yaitu
imam. Dalam Sakramen Tobat, imam bertindak sebagai “in Persona Christi”; dalam nama Kristus. Seperti kata Rasul Paulus bahwa jika ia mengampuni, hal itu
dilakukan dalam nama Kristus (2Kor 2: 10). Jadi, yang memberi pengampunan bukanlah pribadi
imam, melainkan Yesus Kristus melalui diri imam.
Teks kitab suci lain adalah Injil Yohanes 20: 21 – 23. Ketika bertemu
dengan para murid-Nya, Yesus berkata, “Seperti Bapa telah mengutus Aku,
demikian pula Aku mengutus kamu.” (ay. 21). Harus disadari bahwa salah satu
tugas perutusan Yesus adalah mengampuni. Ini
juga menjadi perutusan para murid Yesus. Hal ini ditegaskan dalam
dua ayat berikutnya, “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan
berkata: terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni, dan jika kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
5.
Sakramen Pengurapan
Orang Sakit
Jika seorang anggota umat sakit keras,
keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus
menguatkan si sakit dengan Roh Kudus-Nya yang ditandakan dengan minyak suci.
Dengan demikian, si sakit dibuat siap dan tabah untuk menerima apa saja dari
tangan Allah yang mencintai kita, baik
dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit
menjadi lebih serupa dengan Kristus.
Dengan kata lain, dengan sakramen pengurapan ini Gereja menyerahkan mereka yang
sakit kepada Tuhan agar Ia menyembuhkan dan menyelamatkan mereka; bahkan Gereja
mendorong mereka untuk secara bebas menggabungkan diri dengan sengsara dan
wafat Kristus sehingga memberi sumbangan bagi kesejahteraan Umat Allah (bdk. LG
11).
Dasar kitab suci
untuk sakramen ini adalah Surat Yakobus 5: 14 – 15. Sakramen ini merupakan
wujud belas kasih Allah karena ia menjadi tanda bahwa Allah melawat umat-Nya
(bdk. Luk 7: 16). Hal ini mirip seperti tindakan Yesus yang menyembuhkan orang
sakit pada masa-Nya.
6.
Sakramen Tahbisan/
Imamat
Sakramen tahbisan
seseorang menjadi imam. Mereka bertugas menunaikan berbagai tugas
pelayanan di tengah umat demi kepentingan dan perkembangan umat dalam hidup
beriman dan bermasyarakat. Mereka
juga berfungsi untuk mempersatukan umat, membimbing umat dengan berbagai cara
demi penghayatan iman pribadi dan bersama; membantu melancarkan komunikasi iman
demi tercapainya persekutuan umat, persekutuan iman. Lewat sakramen ini, mereka yang menjadi imam “ditetapkan
bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya mempersembahkan
persembahan dan kurban karena dosa” (Ibr 5: 1).
Sakramen ini
memiliki perjalanan sejarah yang panjang, yakni sejak jaman Perjanjian Lama.
Allah telah memilih satu dari kedua belas suku Israel dan memisahkan mereka
untuk pelayanan liturgi (bdk. Bil 1: 48 – 53). Suku Israel itu adalah suku
Lewi. Mereka ditahbiskan dalam satu ritus khusus (bdk. Kel 29: 1 – 30, Im 8).
Pada jaman Perjanjian Baru, Kristus telah memilih 12 orang dan menetapkan
mereka sebagai “imam” lewat perjamuan malam terakhir (Mrk 14: 12 – 25; Mat 26:
17 – 25; Luk 22: 7 – 14, 21 – 23; Yoh 13: 21 – 30).
7.
Sakramen Perkawinan
Membangun keluarga merupakan kejadian yang
sangat penting dalam hidup seseorang. Tentu usaha sepenting ini tidak di luar
perhatian Kristus serta umat-Nya. Maka Kristus sendiri hadir dalam cinta mereka
antar suami-istri. Cinta mereka menjadi tanda dari cinta Kristus kepada
Gereja-Nya. Kristus menguduskan cinta insani menjadi alat dan sarana
keselamatan abadi. Umat Kristus merestui dan menyertai pengantin dalam
keputusan mereka yang sangat penting. Di hadapan umat, kedua mempelai berjanji
satu sama lain untuk setia dan cinta, baik dalam suka maupun duka, selama hayat
dikandung badan. Allah sendiri menjadi
penjamin kesetiaan, maka apa yang disatukan Allah jangan diceraikan oleh
manusia.
Sakramen perkawinan berlangsung selama hidup
dan mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia
Allah bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami-istri untuk membina cinta
yang semakin dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga Gereja dan warga
masyarakat yang berguna dan untuk membangun keluarga Katolik yang baik pula.
Suami-istri yang hidup dalam perkawinan Katolik dipanggil pula untuk memberi
kesaksian kepada dunia tentang cinta Allah kepada umat manusia melalui cinta
suami-istri. Hidup cinta mereka menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada
manusia.
Gaudium et Spes
mengatakan bahwa persekutuan hidup dan kasih suami isteri yang mesra diadakan
oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukum-Nya. Allah sendirilah
pencipta perkawinan (no.48, 1). Hal ini berakar pada kisah penciptaan (Kej 1:
26 – 28).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar