A. Berbagai Tanggapan terhadap
Pewartaan Yesus
Pemikiran Dasar
Yesus mulai tampil di depan umum,
kira-kira berumur tiga puluh tahun (Luk 3:32). Sebelumnya Ia hidup tersembunyi
di Nazaret dan mencari nafkahnya sebagai tukang kayu (Mrk 6:3), sama seperti
ayah-Nya (Mat 13:55). Kehidupan Yesus di depan umum dimulai dengan berita, “Ia meninggalkan Nazaret dan berdiam di
Kapernaum, di tepi danau; sejak saat itulah Yesus memberitakan: Bertobatlah,
sebab Kerajaan Surga sudah dekat” (Mat 4:13.17).
Yesus meninggalkan ketenangan
hidup keluarga di Nazaret dan mulai hidup mengembara. Ia “berjalan berkeliling
dari kota ke kota dan dari desa ke desa, memberitakan Injil Kerajaan Allah”
(Luk 8:1). Awal perubahan hidup ini adalah pembaptisan oleh Yohanes.
Pembaptisan adalah bagaikan “pelantikan” Yesus ke dalam tugas perutusan-Nya.
Segera sesudah pembaptisan, Yesus akan “memberitakan Injil Allah: Bertobatlah
dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1:15).
Dengan pembaptisan-Nya, Yesus
sekaligus menyatakan kesatuan dengan orang berdosa dan penyerahan total dan
radikal kepada kehendak Bapa. Dengan pembaptisan, Ia tampil sebagai “pengantara
antara Allah dan manusia” (1Tim 2:4).
Semua Injil mengatakan bahwa Roh Kudus turun atas-Nya. Selanjutnya
“Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh
Roh Kudus ke padang gurun”. Sesudah itu “dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke
Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu” (Luk
4:1-2.14).
Sesudah pembaptisan, Yesus tampil
sebagai orang yang “diurapi oleh Allah dengan Roh Kudus dan kuat kuasa” (Kis
10:38). Ia tampil sebagai “Yang terurapi”, Ia dilantik sebagai Kristus. “Kuasa
Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit” (Luk 5:17).
Yesus sekarang tampil, bukan lagi sebagai tukang kayu, tetapi benar-benar
sebagai seorang Penyelamat. Maka semua orang heran dan bertanya: “Bukankah Ia
ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan
bukankah saudara-saudara-Nya perempuan ada bersama kita? Mukjizat-mukjizat yang
demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?” (Mrk 6:2-3).
Terhadap pewartaan Yesus menegakkan Kerajaan Allah muncul dua sikap dalam masyarakat Yahudi. Dua sikap itu adalah menerima dan
menolak.
1. Mereka yang Menerima Pewartaan Yesus
a. Orang Miskin dan Sederhana
Yesus berkata: “Berbahagialah,
hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.
Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah,
hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.” (Luk 6:20-21).
Ketika Yesus menyampaikan warta tentang Sabda Bahagia seolah-olah Sabda itu
ditujukan kepada mereka yang miskin dan menderita. Mereka yang selama ini
hidupnya tertekan karena pungutan pajak dan upeti yang membuat hidup mereka
semakin terpuruk dan tidak berdaya. Mereka tidak hanya ditekan oleh penjajah
tetapi juga ditindas oleh sebagian bangsanya sendiri yang korup dan lebih
mementingkan dirinya sendiri. Mereka tidak punya daya dan kekuatan untuk
melawan, keluar dari kondisi yang membelenggu mereka.
Dalam kondisi yang seperti ini
mereka hanya dapat mengandalkan kekuatan Tuhan. Satu-satunya sandaran
mereka ialah Tuhan. Satu-satunya kekayaan dan kekuatan mereka adalah Tuhan.
Tuhan adalah segala-galanya. Mereka mengharapkan Tuhan sendiri yang bertindak
membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan. Maka ketika Yesus menyampaikan
warta Sabda Bahagia, mereka menyambut dengan penuh sukacita warta pembebasan
Yesus tersebut. Yesus bagi mereka adalah pembela dan penyelamat. Yesus adalah
Mesias yang dinantikan untuk melakukan keadilan dan pembelaan-Nya. Mereka rela
meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus.
b. Para Pendosa yang Mau Bertobat
Masyarakat Yahudi pada umumnya,
terutama para imam dan orang Farisi menganggap para pendosa adalah najis.
Mereka tidak layak hidup ditengah-tengah masyarakat. Mereka harus dijauhi, disingkirkan dan dikucilkan dari kehidupan. Siapa yang
bergaul dengan mereka dianggap najis. Keberadaan mereka sungguh sangat tidak
diakui. Masuk dalam kelompok ini antara lain para pelacur dan pemungut
cukai. Namun Yesus datang dan mau bergaul dengan mereka. Yesus menganggap
mereka sebagai pribadi yang layak untuk dicintai dan tidak ikut memusuhi
mereka. Sikap Yesus ini tentu saja sangat mengejutkan para pendosa dan
mengagetkan para imam dan ahli Taurat. Yesus mau menegaskan soal kesetaraan
dihadapan Allah. Bagi Yesus, orang yang baik dan yang jahat dalam arti tertentu
sama kedudukannya di hadapan Allah, sama-sama dicintai Allah, sama-sama anak
Abraham. Karena kesamaan itulah, mereka pun mempunyai hak atas Kerajaan Allah.
c. Orang-Orang Sakit
Orang Yahudi melihat penyakit sebagai kutukan dari Tuhan. Penyakit disebabkan akibat dari dosa. Semakin
parah dan menjijikkan dianggap semakin
besar pula dosanya. Maka seperti orang-orang kusta mereka dianggap tak layak
hidup di tengah-tengah masyarakat, mereka harus disingkirkan dari kehidupan.
Dan Yesus hadir untuk menyelamatkan mereka, menyembuhkan orang kusta, yang buta
dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan. Kedatangan Yesus telah membawa
harapan baru bagi mereka yang sakit. Dengan cara itu Yesus telah menunjukkan
diri-Nya sebagai penyelamat, Sang Pembebas. Yesus mewartakan Allah yang maha
pengasih.
d. Kaum Wanita dan Anak-anak.
Tradisi bangsa Yahudi menempatkan
kaum wanita dan anak-anak, sebagai warga masyarakat kelas dua. Keberadaannya berada
di bawah dominasi kaum laki-laki. Dalam berbagai kesempatan mereka diperlakukan
secara diskriminasi yang keberadaanya (suaranya) tak perlu diperhitungkan. Anak-anak tak boleh
bergaul dengan orang dewasa, karena dianggap tidak pantas. Dan Yesus membela mereka, Ia memuji
persembahan janda miskin (Mrk 12:41-44) dan membiarkan anak-anak datang
kepada-Nya (Mat 19:13-15), bahkan memberkati mereka. Karena sikap Yesus yang
peduli kepada mereka, maka mereka pun mengikuti dan melayani-Nya.
2.
Mereka yang Menolak Yesus
Penolakan terhadap pewartaan
Yesus tak terhindarkan, banyak kelompok masyarakat yang menolak dengan berbagai
macam alasan. Kelompok tertentu merasa terancam dengan kehadiran Yesus karena
pengikutnya semakin berkurang dan meninggalkan mereka. Ada yang merasa
kekuasaannya terancam, ada yang merasa kehidupannya yang sudah mapan dan nyaman
sebelum kedatangan Yesus akan terganggu dan mereka ingin mempertahankan keadaan
seperti itu.
a)
Para Imam dan Ahli Taurat
Dalam masyarakat Yahudi, kedua
kelompok ini menduduki tempat di atas. Mereka menganggap diri yang paling tahu
dan paling mengerti mengena aturan-aturan suci dan kehendak Allah yang benar.
Kekuasaan agama ada di tangan mereka. Peraturan mereka adalah peraturan Tuhan.
Mereka sering membuat aturan yang membebani orang lain tetapi dirinya sendiri
tidak melaksanakan. Maka Yesus menyebut mereka sebagai orang munafik. Dengan
keras Yesus mengkritik cara hidup mereka yang tidak mencerminkan kehendak
Allah. Maka dengan kehadiran Yesus terbukalah kekeliruan mereka dalam
menafsirkan kehendak Allah yang sejati. Banyak orang yang mulai tidak percaya lagi pada para pemuka agama Yahudi,
sehingga para pemuka agama Yahudi tersebut merasa kehilangan wibawa dan mulai
berkurang pengikutnya. Mereka merasa semakin terancam oleh kehadiran Yesus.
b)
Orang-Orang Farisi
Hukum Taurat sangat mewarnai
hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan
jati diri Yahudi itu. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum. Bagi
mereka menjadi rakyat Tuhan berarti
ketaatan yang ketat pada setiap detail hukum. Mereka berusaha menerapkan
hukum pada setiap keadaan hidupnya. Tetapi mereka sendiri sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka.
Mereka mentaati hukum Tuhan dengan memusatkan perhatian kepada peraturan-peraturan ritual
dan ibadah keagamaan. Bagi mereka menjadi murid Tuhan berarti ketaatan yang
ketat terhadap setiap pasal hukum. Kehadiran Yesus dianggap akan merusak
tatanan hidup sosial dan kemasyarakatan yang sudah mapan, mereka mengecam
sikap Yesus yang menyembuhkan orang pada hari sabat dan membiarkan para murid-Nya
memetik gandum pada hari sabat. Bagi mereka perbuatan itu dianggap melanggar
hukum Taurat.
c)
Para Penguasa
Penolakan terhadap pewartaan
Yesus tentang Kerajaan Allah juga terlihat dalam diri para penguasa. Herodes misalnya sudah
berusaha membunuh Yesus sejak mendengar kelahiran-Nya. Ponsius Pilatus lebih
memilih mempertahankan kedudukannya dibandingkan membela kebenaran tentang
Yesus. Bagi mereka, kedudukan, kehormatan dan kekuasaan lebih penting
dibandingkan tunduk kepada kehendak Allah.
d)
Orang-Orang Kaya dan Mapan
Nilai-nilai Kerajaan Allah yang
diwartakan oleh Yesus rupanya juga sulit diterima oleh mereka. Kerajaan Allah
yang diwartakan oleh Yesus menuntut keberanian untuk meninggalkan segala-galanya
termasuk meninggalkan harta benda, kekayaan dan kemapanan hidup. Tidak semua orang berani
melakukan itu, seperti nampak pada kisah
Orang Muda Yang kaya (lih. Mat 19:16-26). Rupanya bagi mereka, melepaskan diri
dari kekayaan sebagai andalan hidup tidaklah mudah.
Bagaimana Yesus menyikapi
penolakan ini? Apa yang dialami Yesus dapat dialami oleh siapapun. Orang yang
berbuat baik belum tentu akan diterima dengan baik, kadang-kadang penolakan
yang menyakitkan yang diterima. Bahkan seringkali kita mendengar peristiwa
tragis yang menimpa para pekerja sosial dan orang-orang yang berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan harus menerima kenyataan pahit dalam
hidupnya, difitnah, keluarganya diancam, diteror bahkan nyawa taruhannya. Terhadap
penolakan ini, Yesus tidak bersikap memusuhi. Dengan penuh kasih dan kesabaran
Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai dengan penuh penyerahan
diri secara total kepada Kehendak Bapa-Nya (lih. Mat 5:43).
Memahami Berbagai Tanggapan
terhadap Pewartaan Yesus
a)
Pada saat Yesus mewartakan
Kerajaan Allah, orang Yahudi sudah tahu tentang konsep Kerajaan Allah, walaupun
pemahaman mereka berbeda-beda. Situasi hidup masyarakat Yahudi pun
berbeda-beda, ada yang kaya dan hidupnya cukup mapan tetapi lebih banyak
anggota masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, diperlakukan secara
diskriminatif dan penderitaan di bawah tekanan penjajah. Kondisi hidup yang
berbeda ini menyebabkan kerinduan akan tegaknya Kerajaan Allah juga berbeda.
b) Perbedaan-perbedaan itu menyebabkan sikap pro dan kontra, menerima
dan menolak pewartaan Yesus. Mereka yang menerima pewartaan Yesus tentang
Kerajaan Allah, kebanyakan dari mereka yang miskin, yang kurang beruntung dalam
hidupnya, yang diperlakukan secara diskriminatif dan mereka yang tertindas.
Mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk melawan kondisi yang membelenggu
hidupnya, satu-satunya harapan terakhir adalah mengandalkan kekuatan Allah
sendiri, yang diwujudkan melalui utusan-Nya yakni Mesias yang telah dijanjikan.
Dan pewartaan Yesus menjadi jawaban atas harapan mereka itu.
c)
Kelompok yang menolak Yesus
justru berasal dari kalangan atas seperti para penguasa, orang kaya yang
memeras rakyat, tokoh-tokoh intelektual (ahli Taurat), tokoh agama (imam-imam
kepala). Kehadiran Yesus bagi mereka merupakan acaman yang dapat menghancurkan
kewibawaan, kedudukan dan sumber nafkah hidupnya. Kelompok yang menolak ini
dengan berbagai macam cara dan tipu muslihat berusaha keras melenyapkan Yesus.
d) Terhadap penolakan atas pewartaan-Nya, Yesus tidak bersikap
memusuhi. Dengan penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan
tersebut, disertai dengan penuh penyerahan diri secara total kepada kehendak
Bapa-Nya (lih. Mat 5:43).
e)
Sebaiknya kitapun bersikap
seperti Yesus, ketika kita berbuat baik belum tentu semua orang akan menerima
niat baik kita. Kepada mereka yang menolak dengan cara yang amat kasar
sekalipun, hendaknya kita senantiasa bersikap sabar dan penuh kasih.
B. Sengsara dan Wafat Yesus sebagai
Penolakan Manusia
Tak ada
hidup tanpa penderitaan. Selagi hidup di dunia ini, manusia tentulah akan
mengalami penderitaan. Bentuk penderitaan itu bermacam ragam. Ada penyakit atau
juga kegagalan dalam banyak bidang kehidupan. Hidup susah dan lapar juga bisa
dimaknai sebagai penderitaan. Mengalami kejahatan atau juga tertimpa bencana
dan kemalangan juga merupakan bentuk penderitaan. Sekalipun hidup selalu
diliputi penderitaan, namun bukan lantas berarti penderitaan itu terus menghampiri
manusia. Selalu ada akhir. Biasanya ada 2 akhir dari penderitaan, yaitu
kematian dan lenyapnya penderitaan itu.
Penderitaan ditanggapi orang
secara berbeda. Ada yang bersikap negatif, seperti menjadi putus
asa, menyalahkan diri sendiri atau orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan yang bertindak tidak
adil. Orang lantas merasa hidupnya tak berarti lagi, muncul sikap dendam pada orang
lain atau menjauhi Tuhan dan tidak menutup kemungkinan ia akan mengakhiri
hidupnya secara tragis. Tetapi ada juga yang bersikap positif. Ketika menderita
ia akan berusaha tetap tabah, menjalaninya dengan sabar dan tegar dan lebih
mendekatkan diri pada Tuhan.
Sebagai
manusia, Yesus juga pernah mengalami penderitaan. Penolakan atas pewartaan-Nya
merupakan bentuk kecil penderitaan Yesus. Lukas menceritakan bahwa Yesus
menangis sedih karena penolakan itu (Luk 19: 41 – 44). Puncak penderitaan Yesus
adalah kematian, yang diawali dengan sengsara. Kisah sengsara dan kematian Yesus
ini menjadi pusat pewartaan para murid. Keempat Injil mewartakannya. Para rasul
lainnya, termasuk Paulus juga mewartakan kisah ini. Berbeda dengan kisah
penderitaan Yesus karena ditolak sehingga Dia menangis. Hanya Lukas saja yang
mengisahkan kisah tersebut.
Untuk
mengetahui dan mendalami kisah sengsara dan wafat Yesus, bacalah Injil Markus
15: 1 – 39. Sangat baik jika kita membaca juga kisah-kisah serupa yang ditulis
penginjil lainnya seperti Matius, Lukas dan Yohanes. Dengan membaca semua kisah
tersebut, kita akan mendapatkan gambaran luas tentang penderitaan Yesus. Dari
teks Markus, ada dua peristiwa penting sebelum
sengsara dan wafat Yesus. Pertama, Perjamuan Malam Paskah. Perjamuan ini menjadi perjamuan terakhir bagi
Yesus dengan para murid-Nya, sekaligus menjadi perjamuan perpisahan sebelum Ia
meninggalkan para mereka. Namun yang
terpenting perjamuan ini merupakan lambang
pengorbanan Yesus yang sebesar-besarnya bagi umat manusia. Roti dan anggur
yang dihidangkan menjadi lambang Tubuh dan Darah-Nya yang akan dikorbankan di
kayu salib.
Sebagai
lambang pengorbanan, perjamuan ini memiliki akarnya pada kisah paskah pertama. Orang Israel
mengorbankan anak domba dan darahnya dioleskan pada pintu sehingga keselamatan
meliputi seisi rumah itu. Tradisi ini terus berkembang. Orang Israel selalu
mengadakan upacara korban untuk mendatangkan penebusan (penghapusan dosa). Hal
inilah yang dipraktekkan Yesus bersama para rasul-Nya. namun Yesus tidak
menggunakan media hewan (anak domba), tetapi diri-Nya sendiri, karena Dia
adalah Anak Domba Allah. Yesus mengorbankan diri-Nya di salib (Jumat Agung);
dan peristiwa itu dilambangkan dengan perjamuan. Yesus menyerahkan diri-Nya
sebagai makanan dan minuman. Jauh sebelum kematian-Nya, Yesus sudah
menyampaikan bahwa tubuh-Nya adalah benar-benar makanan dan darah-Nya adalah
benar-benar minuman (Yoh 6: 55). Semua hal itu, wafat di salib dan perjamuan
roti dan anggur sebagai tubuh dan darah Yesus, hadir dalam ekaristi.
Kedua, peristiwa taman Getsemani. Setelah mengadakan perjamuan, Yesus ditemani para murid-Nya pergi ke Getsemani untuk berdoa. Yesus sadar akan
resiko yang sangat berat sebagai konsekuensi dari tugas perutusan dari
Bapa-Nya. Dia harus kehilangan nyawa-Nya dengan cara yang sangat tragis. Sebagai manusia
Ia tentu merasa sangat takut. Injil Lukas secara dramatis menggambarkan: “Ia
sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti
titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44).
Ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, Yesus ditangkap dan diserahkan kepada
pemerintah penjajah supaya diadili. Orang Israel sudah mengatur skenarionya.
Pengadilan hanya untuk memenuhi formalitas saja. Pemerintah penjajah pun tidak
keberatan. Demi kepentingan politik dan stabilitas, apalah artinya satu nyawa
dihilangkan! Yesus akhirnya dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati itu
pun berjalan mulus. Itulah akhir perjalanan hidup Yesus. Akhirnya harus
dikatakan bahwa Yesus menjadi kurban kebencian dan permusuhan para pemimpin
agama Yahudi. Yesus disingkirkan atas nama hukum Allah. Pembunuhan terhadap
Yesus adalah pembunuhan keagamaan. Mungkin alasan konkret bertindak melawan
Yesus adalah pembersihan kenisah (Mrk 11:28 dst.). Tetapi dasar yang
sesungguhnya ialah pewartaan Yesus yang dianggap berbahaya bagi kedudukan dan
kuasa para pemimpin agama Yahudi. Salib merupakan tanda penolakan total
terhadap Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah.
Kisah sengsara dan wafat Yesus mengajarkan
kita bagaimana menghadapi penderitaan. Pertama-tama kita diajak untuk tetap tabah dalam menghadapi penderitaan dan disertai sikap
penyerahan diri kepada Tuhan. Kita juga diajak berani menghadapi resiko demi
menegakkan kebenaran dan keadilan. Selain itu kita diajak
solider terhadap mereka yang miskin, menderita, tertindas dan yang membutuhkan
pembebasan dalam hidupnya. Penderitaan Yesus merupakan bukti Allah mau solider dengan penderitaan manusia.
C. Penolakan atas Kematian Yesus
Ternyata bukan cuma pewartaan Yesus saja yang
ditolak, tetapi juga kematian-Nya. umat islam menolak kalau Yesus mati di
salib. Hal ini didasarkan pada QS an-Nisa: 157. Dalam ayat alquran ini dkatakan
bahwa yang mati di salib adalah orang yang menyerupai Yesus. Umat islam percaya
karena mereka menyakini alquran itu berasal dari Allah.
Akan tetapi, ternyata wahyu Allah itu bukan
cuma bertentangan dengan keyakinan umat kristiani, tetapi juga dengan data
sejarah. Catatan sejarah dunia menegaskan bahwa Yesus mati di kayu salib. Setidaknya ada 3 ahli sejarah yang hidup
tak jauh dari peristiwa penyaliban, yang keempatnya bukan orang kristen,
menyatakan memang Yesus yang mati di salib. Ada Tacitus adalah
sejarahwan Romawi yang hidup dalam tahun 57 – 107 Masehi. Ada juga Mar bar Serapion adalah
seorang filsuf Stoiksisme dari Siria, dan Flavius
Josephus adalah sejarahwan Yahudi;
keduanya hidup dalam abad I. Keterangan ketiga orang ini bertentangan dengan alquran yang baru muncul
dalam abad VII.
Kenapa alquran menolak kematian Yesus? Ada tiga
kemungkinan sebagai jawabannya. Pertama, Muhammad
tidak bisa menerima bentuk pengorbanan manusia sebagai penebusan. Terinspirasi
dari kisah Abraham yang mulanya hendak mengorbankan puteranya tapi kemudian
diganti dengan seekor domba jantan, demikian pula akhirnya dengan kisah
penyaliban. Yesus diganti dengan orang yang mirip dengan-Nya.
Kedua, alquran melihat Yesus sebagai sosok yang luar biasa,
malah mengalahkan sosok Muhammad. Dia adalah Rasul Allah, orang yang suci,
banyak membuat mukjizat, sebagai tanda bagi manusia dan rahmat dari Allah,
sebagai kalam Allah, Roh Allah, orang
yang terkemuka di dunia dan di akhirat. Rasanya tak masuk akal jika sosok yang
luar biasa ini mati konyol di kayu salib. Kematian di kayu salib bukan sekedar
menunjukkan kekonyolan tetapi juga penghinaan. Sepertinya alquran tidak bisa
menerima penghinaan itu sehingga akhirnya menyatakan bahwa yang mati di salib
itu bukan Yesus tapi orang lain yang mirip dengan-Nya.
Ketiga, ada
kemungkinan alquran
dipengaruhi oleh aliran Gnostisisme. Aliran
ini mengakui juga keallahan Yesus, tapi saat di
salib keallahan-Nya kembali kepada kemuliaan-Nya di surga. Artinya, yang mati
di salib adalah kemanusiaan Yesus. Karena itu, kematian Yesus itu tidak
memiliki nilai keselamatan bagi manusia, karena kematian-Nya bukanlah kematian
Anak Allah tetapi kematian manusia biasa. Gambaran gnostisisme tentang Yesus
tak jauh beda dengan apa yang ada dalam wahyu Allah. Alquran juga mengakui keilahian Yesus, tapi soal
kematian-Nya tidak diakui. Karena sulit membayangkan Yesus yang ilahi dan Yesus
yang manusiawi ada dalam satu sosok, karena yang menerima wahyu tidak memiliki
kemampuan intelektual yang memadai, maka
alquran membuatnya menjadi orang yang
diserupakan.
Menolak kematian Yesus di salib bukan tanpa resiko. Kebenaran
alquran diragukan. Kita bisa mengatakan bahwa alquran bukanlah wahyu Allah. Bagaimana
mungkin Allah yang sempurna dan mahatahu bisa keliru/salah dalam memberi
informasi. Wahyu Allah dalam QS an-Nisa:
157 hanya didasarkan pada fantasi sejarah, bukan fakta sejarah. Kita dapat
mengajukan pertanyaan kritis.
1.
Siapa nama orang yang
menyerupai Yesus di kayu salib itu? Jika Allah sungguh maha mengetahui,
seharusnya Allah langsung menyebutkannya. Kenapa Allah tidak mau
menyebutkannya? Apakah Allah tidak tahu atau tidak mau menyebutkannya?
2.
Apa kesalahan orang
itu sehingga dijadikan tumbal kematian Yesus di kayu salib? Kenapa orang yang
tidak bersalah dibunuh sebagai tumbal? Betapa kejam dan tak adilnya Allah
seperti itu. Jika benar menolak pengorbanan atas diri Yesus,
kenapa menyetujui pengorbanan orang lain?
3.
Dengan mengatakan
bahwa yang mati di salib itu adalah orang yang mirip dengan Yesus, terlihat
bahwa Allah sedang menipu orang banyak waktu itu. Apa tujuan Allah memakai
tipu-tipuan segala? Apakah Allah takut dengan orang sehingga tidak berani
terang-terangan?
4.
Darimana alquran tahu bahwa
orang-orang tidak memiliki keyakinan bahwa yang dibunuh itu adalah Yesus,
padahal Akitab dan catatan sejarah menegaskan bahwa Yesus-lah yang disalibkan?
D. Kebangkitan Yesus sebagai Tanda Penerimaan Bapa
Sama seperti kisah sengsara dan kematian Yesus, kisah kebangkitan-Nya pun menjadi pusat
pewartaan para murid. Untuk mengetahui dan mendalami kisah kebangkitan Yesus,
bacalah Injil Matius 28: 1 – 10. Sangat baik jika kita membaca juga kisah-kisah
serupa yang ditulis penginjil lainnya seperti Markus, Lukas dan Yohanes. Dengan
membaca semua kisah tersebut, kita akan mendapatkan gambaran luas tentang
peristiwa tersebut. Dari Injil Matius ini kita dapat menemui beberapa poin
penting.
a.
Matius
tidak memberi laporan tentang bagaimana persisnya Yesus bangkit. Dan tidak ada
saksi mata yang melihat bagaimana Yesus bangkit dari kematian. Kitab Suci hanya menunjukkan
tanda-tanda yang diyakini sebagai tanda kebangkitan Yesus yaitu batu penutup
kubur terguling, kubur kosong dan jenasah tidak ditemukan, kain kafan yang
tergeletak di tanah, berita dari malaikat
yang mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit. Bukti lain yang menunjukkan bahwa
Yesus telah bangkit adalah beberapa kali peristiwa penampakan Yesus: penampakan
pada Maria Magdalena, Yesus menampakkan diri di jalan ke Emaus, Yesus
menampakkan diri kepada semua murid-Nya, Yesus menampakkan diri kepada Tomas
dan sebagainya. Para penulis kitab suci lebih mengutamakan dampak kebangkitan
Yesus bagi para murid-Nya.
b. Pada saat itu, orang menilai kematian Yesus sebagai
kegagalan, perjuangan dan karya Yesus dianggap sia-sia dan musnah seiring
kematian-Nya. Tetapi dengan peristiwa kebangkitan dari alam maut, Allah
membalikkan semua pemikiran itu. Kebangkitan Yesus membuat kehadiran-Nya tidak
lagi terbatas ruang dan waktu. Ia hadir dimana-mana dalam hati semua murid-Nya.
Kehadiran-Nya itu mampu mempengaruhi hati manusia dan menjadi inspirasi hidup
banyak orang.
c. Melalui
kebangkitan-Nya orang tidak hanya mengenang karya dan ajaran-Nya tetapi
menjadikan Dia sebagai kekuatan hidup sehari-hari. Kebangkitan-Nya tidak hanya
membuat orang sanggup meneruskan karya-Nya, tetapi secara kreatif
melakukan-Nya. Kebangkitan Yesus merupakan pembenaran dari Allah terhadap sabda
dan karya-Nya; pembenaran terhadap perjuangan Yesus. Kebangkitan Yesus juga
memberi harapan baru bagi umat manusia, bahwa ada harapan yang lebih baik
setelah kematian di dunia ini.
d. Sebagai
murid Kristus, dalam hidup sehari-hari hendaknya kita mampu menghadirkan
Kristus melalui kata-kata dan perbuatan kita kepada sesama. Menghayati dan
mewujudkan kebangkitan Kristus tidak harus melalui karya-karya yang besar dan
spektakuler. Menjadi sahabat bagi yang mengalami kesedihan dan masalah, memberi
dukungan pada mereka yang putus harapan, membangkitkan semangat pada mereka
yang lemah dan tak berdaya adalah wujud sederhana yang dapat kita lakukan.
Dengan demikian kita dapat menjadi saksi kebangkitan Kristus melalui kata-kata
dan perbuatan kita dalam hidup sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar