A. GEREJA YANG SATU
Ajaran
tradisonal Gereja Katolik menyebutkan bahwa sifat-sifat Gereja adalah satu,
kudus, katolik, dan apostolik. Gereja adalah satu karena bersatu dalam iman,
pembaptisan, perayaan ekaristi dan pimpinan di seluruh dunia. Kesatuan ini
harus dibina, dijaga, dipelihara dalam semangat saling mengampuni dan
menghormati. Kesatuan ini bukan keseragaman yang dipaksakan atau tidak
mengindahkan kebebasan wajar Gereja-Gereja partikular. Oleh karena itu ciri
Gereja yang satu menuntut suatu communio dengan Gereja Roma atau tidak terpisah
daripadanya (ex-communicatio).”
1. Makna
Kesatuan Gereja dalam Pengalaman Hidup Kita
Bacalah dan
simaklah kisah berikut ini !
Ratusan
bendera nasional berkibar di tengah tiupan angin dingin yang kencang di Pantai
Copacabana, Brasil dimana orang muda Katolik dari semua latar belakang, yang
didorong oleh iman yang sama, berpartisipasi dalam Misa pembukaan Hari Kaum
Muda Sedunia atau World Youth Day (WYD). Pada hari Rabu (24-Juli-2013) Paus
Fransiskus meminta kepada umat Katolik untuk menghindari materialism dalam Misa
publik perjalanan internasional pertama sebagai Paus. Paus Fransiskus juga
mengunjungi salah satu tempat ziarah yang paling terkenal di Amerika Latin,
yakni Gua Maria Aparecida, atau yang disebut “tempat ziarah penderitaan
manusia”, dan mengunjungi sebuah rumah sakit di Rio de Jainero, tempat
rehabilitasi para pecandu narkoba. Kedua kunjungan itu menunjukkan kesederhanaan
Paus, itu yang ditekankan selama kepausannya. Ia juga mengecam penyembahan
“berhala” terhadap uang dan kekuasaan serta mendesak umat Katolik fokus pada
kaum miskin dan orang terpinggirkan. Paus menyebut orang-orang muda sebagai
“mesin” yang dapat memperkuat Gereja Katolik dan membantu membangun sebuah
masyarakat yang lebih baik. Terkait Misa pembukaan, para peserta WYD merasa
senang dengan acara tersebut dan menyebutnya sebagai acara yang luar biasa
karena menyatukan mereka dari berbagai latar belakang.“Kami datang dari budaya
berbeda, berbicara bahasa berbeda, tapi kami menyanyikan lagu-lagu yang sama
dan memiliki iman yang sama,” kata Nancy Issa dari Ramallah, Tepi Barat. Issa
adalah salah satu dari 20 anggota delegasi Palestina untuk merayakan WYD yang
berlangsung 23-28 Juli di Brasil.
Uskup
Agung Orani Joao Tempesta dari Rio de Jainero secara resmi membuka WYD dengan
Misa. Pada awal sambutannya, Uskup Agung Tempesta ingat Paus Emeritus
Benediktus XVI, yang memprakarsai dan memilih kota itu menjadi tuan rumah Hari
Kaum Muda Sedunia 2013. Di tengah kerumunan massa, ribuan orang Argentina
bersorak-sorai, dan di dekatnya, sekelompok kecil dari Kanada mengungkapkan
kegembiraan mereka sepanjang perayaan itu.“Ini sangat luar biasa dan
menggairahkan,” kata JP Martelino, 18, dari Paroki St. Patrick di Vancouver,
British Columbia. Ketika ditanya apa yang ia akan lakukan usai menghadiri acara
itu, Martelino menjawab, “Pasti …. Aku akan membawa pesan ini ke Kanada dan
saya mencoba berusaha mengajak lebih banyak orang muda ke gereja.”
******
2. Kesatuan
Gereja menurut Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja
a. Ajaran Kitab
Suci
Kesatuan
Gereja (Umat), sudah tampak dalam kehidupan Gereja perdana atau Gereja awal.
Hal tersebut dapat kita temukan dalam berbagai kisah dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru. Berikut ini beberapa contohnya.
1Petrus 2: 5 – 10
Dan biarlah kamu juga
dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi
suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus
berkenan kepada Allah.
Sebab ada tertulis dalam
Kitab Suci: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih,
sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan
dipermalukan.” Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka
yang tidak percaya: “Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah
menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu
sandungan.” Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman
Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.
Tetapi kamulah bangsa yang
terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri,
supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah
memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang
dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang
dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.
1 Korintus 12:12
Karena sama seperti tubuh itu
satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak,
merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.
2 Timotius 2:22
Sebab itu jauhilah nafsu
orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan
mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.
Efesus 4:3-6
Dan berusahalah memelihara
kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: Satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana
kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,
Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah
yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.
Matius 16:16-19
Maka jawab Simon: “Engkau
adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah
engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut
tak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang
kau ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kau lepaskan di dunia
ini akan terlepas di sorga.”
b. Ajaran Gereja
Simaklah teks
berikut ini!
“KEGEMBIRAAN DAN HARAPAN,
duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa
saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para
murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema
di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang
dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka
menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan
kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat
berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya”. (GS 1)
3. Upaya
Memperjuangkan Kesatuan Gereja
Kesatuan Gereja harus terus
kita perjuangkan dalam hidup sehari-hari karena ada berbagai tantangan yang
dihadapi. Nah untuk memperjuangkan kesatuan Gereja itu, kita sebagai anggota
Gereja, tentu harus ikut mengambil bagian dalam perjuangan tersebut.
B. GEREJA YANG
KUDUS
Gereja
itu kudus, dari mana Gereja berasal, ke mana arah yang dituju Gereja, dan unsur-unsur
Ilahi yang ada di dalam Gereja adalah kudus. Kekudusan (kesucian) Gereja adalah
kekudusan (kesucian) Kristus. Gereja menerima kekudusan (kesucian) sebagai
anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman. Kesucian Gereja tidak datang dari
Gereja itu sendiri, tetapi datang dari Allah dan dipersatukan dengan Kristus
oleh Roh Kudus. Kristus ada dalam Gereja dan selalu menyertai Gereja sampai
akhir zaman.
1. Makna
Kekudusan Gereja
Marilah
membaca kisah tentang St. Bernardinus Realino berikut ini, dan temukan makna
kekudusan Gereja dalam kisah tersebut.
Bernardinus lahir di Carpi,
lembah sungai Po, Italia Utara pada tahun 1530. Setelah belajar ilmu kedokteran
dan hukum, ia berturut-turut diangkat sebagai Walikota di Fellizano, Jaksa di
Aleksandria dan Sekretaris Kedutaan Napoli. Setelah Kloside, isterinya
meninggal dunia, ia berkenalan dengan Serikat Yesus di Napoli. Perkenalan itu
berawal dari khotbah-khotbah seorang Imam Yesuit yang diikutinya dengan rajin.
Khotbah-khotbah ini sungguh menarik sehingga ia memutuskan untuk lebih
memperhatikan kehidupan rohaninya.
Keputusan ini semakin diperkuat oleh
penampakan isterinya sebanyak tiga kali dengan
pesan supaya ia meninggalkan karier
duniawinya. Pesan isterinya itupun kemudian
dikuatkan lagi oleh penampakan Bunda Maria
padanya. Terdorong oleh hal-hal di atas,
Bernardinus memutuskan untuk mengajukan
permohonan untuk menjadi anggota Serikat
Yesus.
Permohonannya
diterima dan setelah mengikuti suatu
pendidikan khusus, Bernardinus ditahbiskan
menjadi Imam. Selama beberapa tahun ia bekerja
di Napoli. Sifatnya yang sopan dan ramah,
penuh cinta dan pengertian kepada umatnya
menyebabkan dia sangat dicintai oleh umat
Napoli. Umat dengan berat hati melepaskan dia ketika dia dipindahkan ke Lecce, Provinsi Apulia, untuk mendirikan sebuah
Kolose. Di Kolose Yesuit ini, Bernardius
memberi kuliah filsafat dan teologi. Hingga akhir hidupnya dalam masa kerja selama 42 tahun, Bernardius menetap di Lecce.
Sebagaimana
di Napoli, di Lecce pun Bernardinus sungguh
dicintai. Ia menampilkan diri sebagai seorang pewarta iman yang tangguh, pengkhotbah ulung, pembimbing rohani
dan bapa pengakuan yang disenangi umat.
Kemasyhuran namanya bukan saja karena gaya kepemimpinannya yang penuh kesabaran, pengertian dan cinta, tetapi
juga lebih-lebih karena kesalehan hidupnya dan
mukzijat-mukzijat penyembuhan yang dilakukannya. Bernardinus
sangat akrab dengan anak-anak dan muda-mudi. Ia menjadi penolong dan penghibur yang tidak kenal lelah bagi
orang-orang yang malang.
Ketika
ajalnya mendekat, walikota Lecce mengumpulkan
semua pembantunya dan pemimpin-pemimpin masyarakat
setempat untuk berdoa bagi keselamatan jiwa Bernardinus. Kepada mereka ia berkata: “Kota kita telah diberkati Allah
dengan satu anugerah istimewa, yakni Pater
Bernardinus Realino. Beliau telah mengabdi di kota ini selama 40 tahun dan telah melakukan banyak hal dengan
hidupnya yang suci, karunia-karunia dan
berbagai mukzijat. Setiap orang dari kota ini, juga mereka yang berasal dari
kota lain telah menikmati sedikit kebaikan
hati Pater Bernardinus. Oleh karena itu saya mengusulkan
agar Pastor Bernardinus diangkat sebagai pelindung kota Lecce.” Ketika tiba saat terakhir hidupnya, Bernardinus berkata
kepada para pemimpin masyarakat: “Dari surga
kediamanku yang abadi, Aku akan selalu melindungi kota Lecce dan seluruh umat.” Bernardinus Realino meninggal dunia
pada tanggal 2 Juli 1616.
2. Kekudusan Gereja menurut Ajaran Kitab Suci
Tentu
saja bahwa kekudusan Gereja bersumber pada ajaran Kitab suci. Sekarang baca
teks Kitab Suci berikut ini.
1 Petrus 1: 2
yaitu orang-orang yang
dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh,
supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih
karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.
Roma 1: 7
Kepada kamu sekalian yang
tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang
kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita,
dan dari Tuhan Yesus Kristus.
Yohanes 17: 11
Dan Aku tidak ada lagi di
dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu.
Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah
Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.
3. Sarana Kekudusan Gereja
Di atas telah ditegaskan bahwa ada 3 faktor yang menyebabkan
Gereja disebut kudus. Asal dan tujuannya adalah Allah, yang adalah kudus. Sebagai
anggota Gereja, kita adalah kudus, karena ia berasal dari Allah dan akan menuju
kepada Allah. Jadi, diri kita sudah dikuduskan Tuhan. Sakramen baptis yang kita
terima merupakan langkah awal kekudusan itu. Akan tetapi, setan atau iblis
tidak mau kita tetap kudus. Maka ia berusaha membuat kita jauh dari kekudusan
itu. Setan selalu berjuang menarik kita jauh dari Allah, sumber kekudusan.
Namun, karena cinta Allah yang begitu besar kepada manusia, Allah
menyediakan sarana kekudusan dalam Gereja. Kita selalu diingatkan akan kata-kata
Petrus, yang meminta kita agar kudus, seperti Bapa yang adalah kudus (1Ptr 1:
15 – 16). Berikut ini beberapa sarana yang disiapkan Allah dalam Gereja untuk
kekudusan umat-Nya.
a) Sakramen Gereja
Sakramen-sakramen yang ada dalam Gereja memiliki fungsi untuk
menguduskan. Selain sakramen baptis, setidaknya sakramen ekaristi dan sakramen
tobat berfungsi langsung pada kekudusan tersebut.
b) Teladan para kudus
Penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa kita memiliki saksi-saksi
iman yang begitu banyak, “bagaikan awan yang mengelilingi kita” (Ibr 12: 1).
Mereka dapat menuntun kita kepada kekudusan dengan mengikuti teladan hidup
mereka.
c) Kitab Suci
Kitab Suci merupakan pedoman hidup, yang menuntun kita kepada
kekudusan. Kuncinya adalah dengan membaca dan mengamalkannya.
d) Doa dan Devosi
3. Usaha
Memperjuangkan Kekudusan Gereja
Setiap kita dipanggil dan
diutus Tuhan untuk memperjuangkan kekudusan Gereja. Kekudusan dapat dilakukan
dengan saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah.
Kekudusan dapat dilakukan dengan cara meneladani semangat hidup orang-orang
Katolik yang telah mencapai kekudusan, seperti para santo-santa, beato-beata,
atau para martir yang berjuang menegakkan kebenaran, keadilan demi kemanusiaan.
Kekudusan juga dapat dilakukan dengan merenungkan dan mendalami Kitab Suci,
khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita,
dan sebagainya.
C. GEREJA YANG
KATOLIK
“Satu
umat Allah itu hidup di tengah segala bangsa di dunia, karena memperoleh
warganya dari segala bangsa. Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan,
kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik. Gereja yang katolik
secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkul seganap umat manusia
beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan
Roh-Nya” (LG. 13).
1. Makna
Kekatolikan Gereja dalam Hidup Kita
Untuk memahami makna
kekatolikan Gereja dalam realitas hidup kita, maka simak cerita berikut.
Ketika memangku reksa kegembalaan sebagai Uskup Agung Buenos
Aires, Bergoglio sudah memiliki kebiasaan dialog, menjalin relasi, kerjasama
dan persaudaraan dengan tradisi kepercayaan lain. Kardinal kelahiran Flores,
Buenos Aires, 17 Desember 1936 ini aktif mengadakan kunjungan secara berkala
dan hadir dalam acara-acara penting komunitas agama lain di Argentina. Bahkan,
ia sering menggelar acara bersama dengan para pemuka agama lain untuk
mempererat tali silaturahmi. Tak segan-segan, Bergoglio berkunjung dan masuk ke
masjid untuk berbaur dengan saudara-saudari Muslim.
Ia pun dengan senang hati menghadiri acara keagamaan orang Yahudi.
Pertemuan-pertemuan berskala nasional dengan banyak denominasi Kristen dari
berbagai aliran juga menjadi prioritas dalam agendanya. Sikap keterbukaan dan
kehangatan sapaannya dalam kancah dialog damai dan persaudaraan terpatri begitu
kuat dalam hati para pemuka agama di Argentina. Pada November 2012, simpul
kedekatannya dengan komunitas tradisi agama lain pun terkristalisasi dalam
suatu pertemuan penuh makna.
Bergoglio mengundang para pemimpin umat agama lain dalam suatu
pertemuan persaudaraan. Perhelatan yang digelar di kompleks Katedral Buenos
Aires ini menjadi ajakan untuk merefleksikan roh pemersatu dalam persaudaraan
sebagai komunitas umat manusia. Undangannya itu pun mendapat sambutan hangat dari
para tamunya. Kala itu, perwakilan Islam, Yahudi, Orthodoks, dan sejumlah
denominasi Gereja Kristen Evangelis di Argentina berbondong-bondong menghadiri
undangan Bergoglio. Para tamunya pun semakin terkesima ketika Sang Kardinal
mengajak mereka masuk ke Katedral Buenos Aires untuk berdoa bersama.
Seakan-akan ia membuka pintu Gereja Katedral lebar-lebar bagi umat beriman dan
semua orang yang berkehendak baik demi perdamaian.
Bergoglio merangkul para pemuka agama untuk mendoakan perdamaian
di Timur Tengah yang dinodai dengan kebencian, permusuhan, penindasan, dan
perang. Para tokoh agama Argentina menyebutnya sebagai “pembuka pintu” untuk
orang lain di rumahnya, dan menawarkan sambutan hangat pada siapapun yang
bertamu.
*****
2. Kekatolikan
dalam Dokumen Ajaran Gereja
Bacalah, dan
simaklah artikel berikut ini.
“Semua orang dipanggil Umat
Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap satu dan tunggal, harus
disebarluaskan keseluruh dunia dan melalui segala abad, supaya terpenuhi
rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia,
dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan mempersatukan lagi anak-anak-Nya
yang tersebar (lih. Yoh 11:52). Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus
Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli waris alam semesta (lih. Ibr 1:2), agar Ia
menjadi Guru, Raja, dan Imam bagi semua orang, Kepala umat anak-anak Allah yang
baru dan universal.
Demi tujuan itu pulalah
Allah mengutus Roh Putera-Nya, Tuhan yang menghidupkan, seluruh Gereja serta
segenap orang beriman menjadi azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para
rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis 1:42 yun.).
Jadi satu Umat Allah itu hidup ditengah segala bangsa dunia, warga
Kerajaan yang tidak bersifat duniawi melainkan sorgawi. Sebab semua orang
beriman, yang tersebar diseluruh dunia, dalam Roh Kudus berhubungan dengan
anggota-anggota lain. Demikianlah “dia yang tinggal di Roma mengakui
orang-orang India sebagai saudaranya”.
Namun karena Kerajaan Kristus bukan dari dunia ini (lih. Yoh 18:36),
maka Gereja dan Umat Allah, dengan membawa masuk Kerajaan itu, tidak mengurangi
sedikitpun kesejahteraan materiil bangsa manapun juga. Malahan sebaliknya,
Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat
bangsa-bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan,
menguatkan serta mengangkatnya. Sebab Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut
mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai
warisan (lih. Mzm 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti kedalam
kota-Nya (lih. Mzm 71/72:10; Yes 60:4-7; Why 21:24).
Sifat universal, yang menyemarakkan Umat Allah itu, merupakan
kurnia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara tepat-guna dan tiada
hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta
kekayaannya dibawah kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya. Berkat ciri katolik
itu setiap bagian Gereja menyumbangkan kepunyaannya sendiri kepada
bagian-bagian lainnya dan kepada seluruh Gereja. Dengan demikian Gereja semesta
dan masing-masing bagiannya berkembang, karena semuanya saling berbagi dan
serentak menuju kepenuhannya dalam kesatuan.
Maka dari itu umat Allah bukan hanya dihimpun dari pelbagai
bangsa, melainkan dalam dirinya sendiri pun tersusun dari aneka golongan. Sebab
diantara para anggotanya terdapat kemacamragaman, entah karena jabatan, sebab
ada beberapa yang menjalankan pelayanan suci demi kesejahteraan saudara-saudara
mereka, entah karena corak dan tata-tertib kehidupan, sebab cukup banyak yang
dalam status hidup bakti (religius) menuju kesucian melalui jalan yang lebih
sempit, yang mendorong saudara-saudara dengan teladan mereka. Maka dalam
persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-Gereja khusus, yang memiliki
tradisi mereka sendiri, sedangkan tetap utuhlah primat takhta Petrus, yang mengetuai segenap
persekutuan cinta kasih, melindungi keanekaragaman yang wajar, dan sekaligus
menjaga, agar hal-hal yang khusus jangan merugikan kesatuan, melainkan justru
menguntungkannya.
Maka antara pelbagai bagian Gereja perlu ada ikatan persekutuan
yang mesra mengenai kekayaan rohani, para pekerja dalam kerasulan dan bantuan
materiil. Sebab para anggota umat Allah dipanggil untuk saling berbagi
harta-benda, dan bagi masing-masing Gereja pun berlaku amanat Rasul: “Layanilah
seorang akan yang lain, sesuai dengan kurnia yang telah diperoleh setiap orang,
sebagai pengurus aneka rahmat Allah yang baik.” (1Ptr 4:10). Jadi kepada
kesatuan katolik Umat Allah itulah, yang melambangkan dan memajukan perdamaian
semesta, semua orang dipanggil. Mereka termasuk kesatuan itu atau terarahkan
kepadanya dengan aneka cara, baik kaum beriman katolik, umat lainnya yang
beriman akan Kristus, maupun semua orang tanpa kecuali, yang karena rahmat Allah
dipanggil kepada keselamatan”. (Lumen Gentium art.13)
3. Upaya untuk
Mewujudkan Kekatolikan
D. GEREJA YANG
APOSTOLIK
Yesus
mengutus para rasul dengan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan
baptislah mereka atas nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28: 19-20).
Perintah Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja
diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja
terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja-Gereja baru terbentuk
sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil
1. Makna
Keapostolikan Gereja
Simaklah kisah
berikut ini
Tepat pukul 19.07 waktu Roma, asap putih mengepul dari cerobong
asap paling terkenal di dunia, di atas Kapel Sistina, Vatikan. Awalnya, asap
putih itu tipis; makin lama makin menebal menembus hujan rintik yang mengguyur
Vatikan sejak siang hari. Tepuk tangan puluhan ribu umat dan warga bergemuruh.
Teriakan dan jeritan “fumata bianca” (asap putih) mewarnai Piazza San Pietro.
Selang lima menit, lonceng-lonceng Basilika Santo Petrus berdentang,
bersahut-sahutan.
Seturut tradisi, bunyi lonceng mengkonfirmasi bahwa asap putih
betul putih, tanda Paus sudah terpilih. Lebih dari lima menit asap putih
mengepul disertai oleh lonceng, disaksikan puluhan ribu orang di piazza, dan
jutaan orang di seluruh dunia yang mengikuti momentum ini lewat berbagai media
komunikasi. Alun-alun Santo Petrus makin dipadati warga Roma, umat beriman dari
berbagai bangsa, meski hujan terus mengguyur dengan suhu udara 10° C.
Kebanyakan orang, baik tua-muda, anak pun remaja, merangsek mendekati Basilika,
ingin lebih dekat menyambut Paus baru dan menerima berkat. Mata seluruh orang
di piazza tertuju pada balkon utama tempat namanya akan diumumkan. Wajah
Basilika San Pietro sore itu berseri. Bagian mukanya terang benderang, disinari
lampu dari kiri dan kanan; jendela-jendela mengeluarkan cahaya kekuningan. Pada
pukul 20.05, cahaya di jendela makin cerah, semakin memikat banyak manusia yang
berkerumun di piazza. Selang beberapa saat, pukul 20.10, Kardinal Jean-Louis
Tauran sebagai Kardinal Proto Diacon muncul di balkon itu. Seluruh piazza
menjadi hening. Ia mengangkat muka dan berkata: “Saya umumkan kepada Anda
sebuah suka-cita besar: kita mempunyai seorang Paus”. Selanjutnya ia menyebut
nama: Jorge Mario Bergoglio. Sebagai Paus ia mengenakan nama Fransiskus.
Setelah ini semua diumumkan, meledaklah piazza dengan sorak dan tepuk-tangan.
Sebagian melonjak. Sebagian
lagi berseru: “Viva il Papa”,“Papa Francesco!” Pukul 20.22, keluarlah para
kardinal di balkon sebelah kiri dan balkon sebelah kanan Basilika. Paus
Fransiskus muncul, berjubah putih dan mengenakan Soli Deo putih. Ia berdiri,
diam, menatap umatnya. Lalu, ia mengucap salam sahaja: “Saudara-saudariku, selamat
sore!”.
Publik menyambut dengan
tepuk tangan dan sorak-sorai. Ia melanjutkan dan mengatakan bahwa amanat sebuah
Konklaf adalah menghadiahkan seorang uskup kepada Roma. Seperti diketahui Paus
adalah juga Uskup Roma. Bapa Suci mengatakan, “Tampaknya para saudaraku
Kardinal telah pergi untuk mengambilnya hampir-hampir di ujung dunia. Saya
ucapkan terima kasih atas sambutan Anda sekalian. Komunitas Keuskupan Roma
mempunyai uskupnya: terima kasih!” Paus yang dikenal bersahabat dengan orang
kecil ini menuturkan, Uskup Roma dan umat berjalan bersama-sama.
Peziarahan ini merupakan
peziarahan persaudaraan, kasih, dan saling percaya. Ia pun mengajak untuk
berdoa bagi dunia supaya menjadi sebuah persaudaraan agung. Dalam sambutan
pertama dan spontan itu, Paus Fransiskus juga mengajak umat untuk berdoa bagi
Uskup Emeritus Roma, Benediktus XVI, agar Tuhan memberkatinya dan Bunda Maria
menjaganya. Hari makin gelap, malam sudah turun, tetapi tidak di Vatikan,
terutama di Piazza San Pietro. Terang dan sorak kegirangan terus berlangsung.
Mereka sedang menantikan sebuah hal istimewa yang ditunggu-tunggu: berkat Urbi et Orbi, bagi Kota Roma
dan dunia. Sebelum memberikan berkatnya, Bapa Suci meminta umat yang hadir
untuk mendoakan dirinya. Satu menit, hening. Dan, pada pukul 20.25, Paus
Fransiskus melimpahkan berkatnya.
2. Makna
Keapostolikan menurut Kitab Suci
Keapostolikan, atau tugas
kerasulan Gereja bertitik tolak dari tugas perutusan Yesus sendiri. Banyak teks
Kitab Suci dari Perjanjian Baru yang berkisah tentang hal tersebut, salah satunya teks berikut ini.
Mateus 28:19-20
Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman.”
3. Ajaran
Gereja tentang Keapostolikan
Apa
makna keapostolikan menurut ajaran Gereja Katolik? Banyak dokumen Gereja yang
berisi tentang ajaran dari para bapa Gereja tentang keapostolikan Gereja. Untuk
memahaminya, simaklah salah satu artikel dari dokumen ajaran Gereja berikut
ini.
“Persatuan kolegial nampak
juga dalam hubungan timbal-balik antara masing-masing Uskup dan Gereja-Gereja
khusus serta Gereja semesta. Imam Agung di Roma, sebagai pengganti Petrus,
menjadi azas dan dasar yang kekal dan kelihatan bagi kesatuan para Uskup maupun
segenap kaum beriman. Sedangkan masing-masing Uskup menjadi azas dan dasar
kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja khususnya, yang terbentuk menurut citra
Gereja semesta.
Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam Gereja-Gereja
khusus dan terhimpun daripadanya. Maka dari itu masing-masing Uskup mewakili
Gerejanya sendiri, sedangkan semua Uskup bersama Paus mewakili seluruh Gereja
dalam ikatan damai, cinta kasih dan kesatuan. Masing-masing, yang mengetuai
Gereja khusus, menjalankan kepemimpinan pastoralnya terhadap bagian Umat Allah
yang dipercayakan kepadanya, bukan terhadap Gereja-Gereja lain atau Gereja
semesta. Tetapi sebagai anggota Dewan para Uskup dan pengganti para Rasul yang
sah mereka masing-masing – atas penetapan dan perintah Kristus – wajib menaruh
perhatian terhadap seluruh Gereja.
Meskipun perhatian itu tidak diwujudkan melalui tindakan menurut
wewenang hukumnya, namun sangat bermanfaat bagi seluruh Gereja. Sebab semua
Uskup wajib memajukan dan melindungi kesatuan iman dan tata-tertib yang berlaku
umum bagi segenap Gereja, mendidik umat beriman untuk mencintai seluruh Tubuh
Kristus yang mistik, terutama para anggotanya yang miskin serta bersedih hati,
dan mereka yang menanggung penganiayaan demi kebenaran (lih. Mat 5:10);
akhirnya memajukan segala kegiatan, yang umum bagi seluruh Gereja, terutama
agar supaya iman berkembang dan cahaya kebenaran yang penuh terbit bagi semua
orang.
Memang sudah pastilah bahwa, bila mereka membimbing dengan baik
Gereja mereka sendiri sebagai bagian Gereja semesta, mereka memberi sumbangan
yang nyata bagi kesejahteraan seluruh Tubuh mistik, yang merupakan badan
Gereja-Gereja itu. Penyelenggaraan pewartaan Injil di seluruh dunia merupakan
kewajiban badan para Gembala, yang kesemuanya bersama-sama menerima perintah
Kristus, dan dengan demikian juga mendapat tugas bersama, seperti telah
ditegaskan oleh Paus Coelestinus kepada para bapa Konsili di Efesus.
Maka masing-masing Uskup, sejauh pelaksanaan tugas mereka sendiri
mengizinkannya, wajib ikut serta dalam kerja sama antara mereka sendiri dan
dengan pengganti Petrus, yang secara istimewa diserahi tugas menyiarkan iman
kristiani. Maka untuk daerah-daerah misi mereka wajib sedapat mungkin
menyediakan pekerja-pekerja panenan, maupun bantuan-bantuan rohani dan jasmani,
bukan hanya langsung dari mereka sendiri, melainkan juga dengan membangkitkan
semangat kerjasama yang berkobar diantara umat beriman. Akhirnya hendaklah para
Uskup, dalam persekutuan semesta cinta kasih, dengan sukarela memberi bantuan
persaudaraan kepada Gereja-Gereja lain, terutama yang lebih dekat dan miskin,
menurut teladan mulia Gereja kuno”. Berkat penyelenggaraan ilahi terjadilah,
bahwa pelbagai Gereja, yang didirikan di pelbagai tempat oleh para Rasul serta
para pengganti mereka, sesudah waktu tertentu bergabung menjadi berbagai
kelompok yang tersusun secara organis.
Dengan tetap mempertahankan kesatuan iman serta susunan
satu-satunya yang berasal dari Allah bagi seluruh Gereja, kelompok-kelompok itu
mempunyai tata-tertib mereka sendiri, tata-cara liturgi mereka sendiri, dan
warisan teologis serta rohani mereka sendiri. Diantaranya ada beberapa,
khususnya Gereja-Gereja patriarkal kuno, yang ibarat ibu dalam iman, melahirkan
Gereja-Gereja lain sebagai anak-anaknya. Gereja-Gereja kuno itu sampai sekarang
tetap berhubungan dengan Gereja-Gereja cabang mereka karena ikatan cinta kasih
yang lebih erat dalam hidup sakramental dan dengan saling menghormati hak-hak
serta kewajiban mereka.
Keanekaragaman Gereja-Gereja setempat yang menuju kesatuan itu dengan cemerlang memperlihatkan sifat katolik Gereja yang tak terbagi. Begitu pula konferensi-konferensi Uskup sekarang ini dapat memberi sumbangan bermacam-macam yang berfaedah, supaya semangat kolegial mencapai penerapannya yang kongkret.” (Lumen Gentium 23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar