Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata,”Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani.” Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar.”[QS 2: 111]
Umat islam percaya bahwa Al-Qur’an
yang sekarang ini merupakan kumpulan wahyu Allah, yang secara langsung
disampaikan kepada nabi Muhammad. Dasar keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kitab
yang berasal dari Allah terdapat dalam Al-Qur’an sendiri. Artinya, Allah
sendiri sudah mengatakan bahwa kitab itu datang dari-Nya; bahwa Dia
menyampaikan langsung kepada Muhammad. Kurang lebih prosesnya sebagai berikut:
Allah berfirman dan Muhammad mendengarkan, lalu meminta orang untuk menuliskan
kembali apa yang didengarnya. Tulisan-tulisan wahyu Allah itu tersebar di
banyak benda seperti kulit hewan, kayu atau daun. Setelah sekian lama,
tulisan-tulisan itu dikumpulkan, dan jadilah Al-Qur’an seperti sekarang ini.
Berangkat dari pemaparan ini,
dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas,
pertama-tama harus dipahami, merupakan wahyu Allah. Apa yang tertulis di atas
(kecuali yang berada di dalam tanda kurung,
seperti “Yahudi dan Nasrani” dan “hanya”) adalah kata-kata
Allah sendiri. Kata-kata yang berada dalam tanda kurung
biasanya dipahami sebagai tambahan kemudian, yang berasal dari manusia. Jadi,
aslinya kata-kata itu tidak pernah diucapkan Allah. Sepintas
tidak ada yang aneh pada kutipan ayat
Al-Qur’an di atas. Semuanya wajar. Akan tetapi, jika ditelaah dengan akal
sehat, maka barulah ditemukan hal yang menarik.
Pertama-tama kita mencoba memahami
wahyu tersebut sebagaimana adanya, seperti yang tertulis. Bukankah Allah telah
berfirman bahwa Al-Qur’an adalah kitab atau keterangan yang jelas sehingga
mudah dipahami? Pada wahyu di atas bisa dikatakan bahwa waktu itu ada orang
Yahudi dan Nasrani mengatakan kalau yang masuk surga nanti adalah orang Yahudi
dan Nasrani. Pernyataan mereka inilah yang kemudian dikutip Allah dan
disampaikan kepada Muhammad. Lalu Allah menanggapi pernyataan mereka itu dengan
berkata, “Itu (hanya) angan-angan mereka.” Artinya, pernyataan orang Yahudi dan Nasrani hanyalah
angan-angan saja. Kemudian Allah meminta Muhammad untuk menyampaikan kepada
mereka, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang
yang benar.” Di sini, melalui Muhammad, Allah
meminta bukti dari kebenaran pernyataan orang
Yahudi atau Nasrani.
Terlihat jelas kalau makna kutipan ayat di atas, jika dibaca apa adanya, tidak ditemukan ada sesuatu yang aneh. Semuanya normal. Sekarang kita akan mengkritisi beberapa poin dari wahyu Allah itu.
Apakah pernyataan ”Tidak
akan masuk surga kecuali
orang Yahudi atau Nasrani.” merupakan
pernyataan resmi atau hanya sebatas ungkapan yang biasa muncul dalam pergaulan
sehari-hari? Kita dapat menilai kalau pernyataan ini bukan merupakan pernyataan
resmi. Ini murni sebatas ungkapan yang biasa muncul dalam pergaulan
sehari-hari. Dasarnya adalah Allah menyebut bahwa pernyataan itu datang dari orang
Yahudi atau Nasrani. Ungkapan “orang
Yahudi atau Nasrani” bisa diartinya sebagai
orang Yahudi atau Nasrani biasa, bukan mereka yang ahli dalam agamanya. Kalau yang ahli, Allah
biasanya menggunakan istilah “Ahli Kitab” (misalnya dalam QS al-Baqarah: 105,
109).
Jadi, pernyataan itu lahir dari
mulut orang biasa,
yang dalam bahasa sekarang dikenal dengan istilah “kaum awam”. Orang-orang ini
tidak memiliki pengetahuan akan ajaran agamanya dengan baik. Pengetahuan mereka
akan ajaran agamanya dapat dikatakan sangat terbatas. Dengan perkataan lain,
pernyataan tersebut bukan merupakan ajaran resmi agama Yahudi dan Nasrani.
Menjadi menarik, justru pernyataan
mereka inilah yang ditanggapi Allah dengan berkata bahwa pernyataan mereka itu
hanyalah angan-angan. Apa yang menarik di sini? Allah sibuk mengurusi omongan
orang yang biasa-biasa saja, yang kebenaran dari ucapannya tidak bisa
dipertanggung-jawabkan. Hal ini mirip seperti seorang guru besar menanggapi
obrolan orang kampung di warung kopi. Tindakan tersebut justru menurunkan
wibawanya. Levelnya seharusnya adalah diskusi ilmiah dengan orang yang
benar-benar memiliki wawasan yang setidaknya setara dengannya.
Sibuk mencampuri atau mengurusi
orang lain sepertinya menjadi ciri Allah islam. Allah yang sibuk mengomentari
pernyataan orang lain, yang kebenarannya belumlah pasti, karena yang buat
pernyataan itu bukanlah ahli, bisa juga ditemukan dalam bagian lain dari
Al-Qur’an. Salah satunya ada di QS Ali Imran: 24. Allah seharusnya fokus saja
mengurus umat-Nya, tak perlu sibuk melihat ke luar. Sepertinya ciri Allah ini
menjadi ciri umum islam. Hanya islam saja agama yang sibuk mengurusi agama
lain. Misalnya, mengatakan kitab suci agama lain palsu, mengatakan yang bukan
islam adalah kafir atau mengatakan bahwa Yesus tidak mati di salib. Ada kesan
kalau ciri ini merasuk juga ke dalam kehidupan umat islam. Karena itu, sekali
pun sekolah negeri, tapi siswi non muslim wajib pakai jilbab demi menciptakan
akhlak; atau saat bulan Ramadhan umat lain harus menghormati umat islam yang
puasa.
Yang menarik lainnya adalah
pernyataan, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang
yang benar.” Di sini Allah meminta Muhammad
untuk mengatakan kepada orang Yahudi dan Nasrani agar mereka memberikan bukti
kebenaran dari pernyataan mereka. Adalah lucu ketika meminta penjelasan dari
orang yang tidak paham dengan ajaran agamanya. Ini seperti seorang guru besar
meminta pertanggung-jawaban dari seorang anak SD yang mengatakan bahwa UFO itu
ada, yang didapatkannya dari nonton film.
Selain itu, meminta bukti kebenaran
dari pernyataan orang sepertinya menjadi aksi balas dendam. Atas pengakuan
sebagai nabi, tak sedikit orang Yahudi dan Nasrani meminta bukti kepada
Muhammad. Sebenarnya, tanpa minta bukti pun orang Yahudi dan Nasrani sudah
yakin Muhammad bukanlah nabi, karena tidak sesuai dengan standar penilaian mereka.
Sejak di Mekkah, orang-orang Yahudi dan Nasrani selalu meragukan kenabian
Muhammad dengan meminta bukti kepadanya; dan ternyata Muhammad tidak dapat
memberikannya. Penolakan masih berlanjut di Madinah. Kuatnya tuntutan akan
bukti inilah, akhirnya dipakai juga oleh Allah yang dikenakan kepada orang
Yahudi dan Nasrani. Ada kemiripan pernyataan Allah dengan pernyataan orang
Yahudi dan Nasrani menanggapi kenabian Muhammad. Kalau Allah mengatakan
pernyataan orang Yahudi dan Nasrani sebagai “angan-angan”, orang Yahudi dan
Nasrani mengatakan pernyataan Muhammad sebagai “dongeng”.
Demikianlah telaah atas kutipan
wahyu Allah dalam QS al-Baqarah: 111. Dalam kutipan ini tidak ditemukan nilai
atau pesan berharga sebagai pedoman hidup. Tidak ada pesan untuk membangun umat
islam. Yang justru ada adalah semangat mengurusi orang lain. Bukan tidak
mungkin wahyu Allah ini dipakai oleh umat islam untuk mengomentari
pernyataan-pernyataan orang kafir. Dan bisa saja akhirnya wahyu Allah ini
menjerumuskan umat islam ke dalam sikap arogansi religius.
Dabo Singkep, 4 Juni 2021
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar