Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun (QS 50: 38)
Al-Qur’an
diyakini oleh umat islam sebagai wahyu Allah yang secara langsung disampaikan
kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis di dalamnya, termasuk titik komanya,
adalah berasal dari Allah, tanpa campur tangan manusia. Karena itulah, umat
islam memandang Al-Qur’an sebagai sesuatu yang suci, sebab ada Allah di
dalamnya. Perlakuan terhadap Al-Qur’an pun jauh berbeda dengan kitab-kitab
lainnya, yang memang buatan tangan manusia. Menjadi tak heran akan reaksi umat
islam ketika menemukan lembaran-lembaran ayat Al-Qur’an tercecer di sebuah tempat
sampah. Hal itu tidak hanya dilihat sebagai sebuah bentuk penistaan, tetapi
juga pelecehan terhadap kesucian Allah. Masak Allah dibuang di tempat sampah?
Berangkat
dari pemahaman tersebut, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan
perkataan Allah, yang disampaikan kepada Muhammad. Wahyu Allah ini disampaikan
saat Muhammad masih berada di Mekkah. Karena itulah, ayat ini masuk dalam
kelompok surah Makkiyyah.
Sebelum
menelaah ayat tersebut, terlebih dahulu kita memahami maksud yang terkandung
dalam kutipan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa Al-Qur’an
merupakan kitab yang jelas, maka kejelasan itu terlihat juga pada kutipan ayat
di atas. Dapatlah dipahami bahwa pada waktu itu Allah menjelaskan kepada
Muhammad perihal waktu penciptaan langit dan bumi dan bagaimana keadaan Allah.
Dari kutipan di atas setidaknya ada 3 hal yang hendak disampaikan Allah, yaitu
bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi, bahwa Allah membutuhkan waktu
6 masa; dan untuk mengerjakan semua itu Allah sama sekali tidak letih. Apa yang
bisa ditelaah dari sini?
Pertama-tama, kita sama sekali tidak menemukan kaitan langsung ayat 38 ini dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Tampak jelas kalau kutipan ayat ini berdiri sendiri. Tiba-tiba saja Allah berbicara kepada Muhammad soal penciptaan langit dan bumi dalam waktu 6 masa, dan kemudian Allah seolah-olah hendak menunjukkan kehebatan-Nya dengan mengatakan bahwa diri-Nya tidak merasa letih sama sekali. Dari mana gagasan ayat ini muncul?
Meski
tidak pasti, namun mendekati kepastian bahwa gagasan ayat ini muncul sebagai
tanggapan atas kisah penciptaan yang ada dalam kitab suci orang Yahudi dan
Nasrani. Perlu diketahui bahwa orang Yahudi dan Nasrani mempunyai kisah
penciptaan yang sama karena sama-sama berasal dari sumber yang sama. Dua bab
pertama Kitab Kejadian diawali dengan kisah “penciptaan langit dan bumi” (1: 1
dan 2: 1). Inilah yang diikuti oleh Al-Qur’an. Akan tetapi, Al-Qur’an berhenti sampai
pada kata-kata “langit dan bumi” sementara kitab suci orang Yahudi dan Nasrani
melanjuti dengan penciptaan lainnya untuk menggenapinya. Kelanjutan itu juga
yang membuat adanya ruang waktu, yaitu 6 hari, dan pada hari ketujuh Allah
berhenti dan menguduskannya. Oleh orang Yahudi dan Nasrani, hari ketujuh sering
dimaknai Allah beristirahat dengan maksud agar manusia juga beristirahat.
Membandingkan
dengan kisah penciptaan yang ada dalam Kitab Kejadian, kita dapat mengajukan
beberapa pertanyaan terkait kutipan ayat di atas. Jika Allah, yang diyakini
sebagai sumber wahyu Al-Qur’an, kenapa Allah tidak lantas menyampaikan
poin-poin ciptaan selama 6 masa itu? Misalnya, pada masa pertama Allah
menciptakan apa dan masa kedua apa yang diciptakan, demikian seterusnya. Untuk
menutupi kelemahan ini, Al-Qur’an hanya memakai kalimat “apa yang ada antara
keduanya”. Kenapa Allah memakai kata “masa” dan bukannya hari seperti dalam
Alkitab?
Sangat
menarik tentang kisah penciptaan dalam Al-Qur’an ini. Ada perbedaan yang sangat
mencolok antara surah Fussilat dan surah Qaf, meski keduanya sama-sama masuk
dalam kelompok surah Makkiyyah. Dalam surah Qaf, penciptaan itu membutuhkan
waktu 6 masa, sementara dalam surah Fussilat penciptaan membutuhkan waktu 8
masa. Dalam surah Fussilat ada rincian penciptaan itu, yakni 2 masa menciptakan
bumi (ay. 9), 4 masa menciptakan gunung-gunung yang kokoh serta makanan untuk
penghuninya (ay. 10) dan 2 masa untuk menciptakan langit yang berjumlah 7 buah
(ay. 12). Jika memang benar Al-Qur’an berasal dari satu sumber, yaitu Allah,
kenapa ada perbedaan informasi penciptaan?
Berangkat
dari semua telaah ini, bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas merupakan
karangan Muhammad, bukan berasal dari Allah. Muhammad waktu itu telah mendengar
kisah penciptaan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang dikenal sebagai Ahli
Kitab. Pertama, Muhammad sependapat dengan kisah tersebut, yakni bahwa
Allah-lah sebagai penciptanya. Kalimat pertama dari wahyu Allah di atas mirip
sekali dengan apa yang ada dalam kitab suci orang Yahudi dan Nasrani: “Allah
menjadikan langit dan bumi dan segala isinya selama 6 hari lamanya” (Kel 20:
11). Dengan keterbatasan manusiawinya, Muhammad tidak bisa memberikan gambaran
detail dengan hari-hari penciptaan itu, seperti penciptaan matahari dan bulan
serta bintang, penciptaan ikan di laut dan burung di udara, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya. Muhammad takut keliru menyampaikannya, yang dapat berdampak pada
tertawaan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena itulah, Muhammad hanya sampai
pada “kisah penciptaan langit dan bumi” dan “apa yang ada antara keduanya”.
Patut
diduga juga bahwa akal budi Muhammad tidak dapat menangkap kisah seluruh
penciptaan hanya dalam waktu 6 hari sebagaimana yang dia dengar dari para Ahli
Kitab. Mungkin pada waktu itu Muhammad memahami “hari” dengan pemahaman yang
berlaku seperti saat ini, yaitu 24 jam. Bagi Muhammad rasanya tidak mungkin
seluruh ciptaan dibuat dalam waktu itu. Karena itulah, Muhammad menggantinya
dengan menggunakan kata “masa”. Kata ini cukup fleksibel dan cakupannya lebih
luas, tidak dibatasi oleh 24 jam. Dengan memakai kata ini Muhammad seakan
terbebas dari kerumitan yang akan muncul dan dia sendiri akan kewalahan jika
ada orang yang bertanya.
Muhammad
tentulah mendengar dari orang-orang Yahudi dan Nasrani soal hari ketujuh,
dimana dikatakan Allah berhenti menyelesaikan pekerjaannya dan menguduskan hari
tersebut. Akan tetapi, sepertinya Muhammad tidak mau mengakui keberadaan hari
ketujuh ini. Hal ini terlihat pada 2 surah yang berbicara tentang penciptaan
langit dan bumi. Dalam surah Qaf hanya disebut 6 masa, sedangkan dalam surah
Fussilat ada 8 masa. Ada apa gerangan? Kenapa Muhammad tidak mengakui hari
ketujuh itu?
Ada
beberapa pendekatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, mungkin Muhammad
mendengar cerita-cerita dari orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa hari ketujuh
itu Allah beristirahat. Dalam kitab suci orang Yahudi dan Nasrani, hari ketujuh
itu adalah hari Sabat Tuhan (bdk. Kel. 20: 10). Kata ‘sabat’ oleh kitab suci
langsung dikaitkan dengan kata dasar yang berarti istirahat. Karena itu, hari
sabat dimaksudkan sebagai hari istirahat. Allah “memerintahkan kepada Israel
untuk memelihara setiap hari ketujuh sebagai hari istirahat, hari Sabat” (Paus
Fransiskus, Laudato Si, no. 71). Paus Fransiskus mengatakan bahwa hari sabat “ditawarkan
sebagai hari pemulihan hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri,
dengan orang lain dan dengan dunia” (Laudato Si, no. 237) Sebenarnya
pemahaman Allah beristirahat
juga yang masih dipahami hingga saat ini. Pada sekolah-sekolah minggu,
anak-anak selalu disampaikan bahwa pada hari ketujuh itu Allah beristirahat
setelah 6 hari bekerja. Hal ini sebagai pesan buat manusia agar tidak
menghabiskan hari selama seminggu hanya dengan bekerja melulu, tetapi perlu
juga meluangkan waktu beristirahat sehingga bisa bercengkrama dengan keluarga.
Konsep
Allah beristirahat ini sangat tidak diterima oleh Muhammad, karena terkesan
Allah lelah. Karena kemampuan intelektualnya terbatas, Muhammad tidak paham
kalau kitab suci orang Yahudi dan Nasrani itu ditulis dengan menggunakan gaya
bahasa. Bagaimana mungkin Allah yang mahakuasa dan mahasempurna bisa merasa
letih seperti manusia. Karena itulah, pada bagian akhir dari ayat 38 (pada
kutipan ayat di atas) ditegaskan bahwa setelah menciptakan langit dan bumi
dengan segala yang ada di antaranya, Allah “tidak merasa letih sedikit pun”. Di
sini Muhammad hendak membela kemahakuasaan dan kesempurnaan Allah. Allah itu
beda dari manusia. Padahal, jika Muhammad membaca Kitab Yesaya 40: 28, dimana
ditegaskan bahwa Allah sama sekali tidak lelah dan lesu.
Kedua, mungkin Muhammad mendengar juga cerita-cerita
dari orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa Allah memberkati dan menguduskan hari
ketujuh itu. Hari ketujuh itu adalah hari Sabat Tuhan (bdk. Kel. 20: 10). Ini
membuat hari ketujuh itu istimewa bagi orang Yahudi dan Nasrani. Muhammad
merasa bahwa hari ketujuh merupakan hari khusus bagi orang Yahudi dan Nasrani,
yang kemudian dikaitkan dengan hari keagamaan. Tentulah hal ini tidak dapat
diterima Muhammad, yang saat itu sedang membangun dan membentuk agama khas
Arab. Tanpa ada pertimbangan lain, sepertinya Muhammad langsung menolak
keberadaan hari ketujuh. Karena itu, tak heran kisah penciptaan dalam Al-Qur’an
tidak terdapat hari ketujuh, dimana Allah memberkati dan menguduskan. Surah Qaf
menyebut 6 masa dan surah Fussilat 8 masa. Tidak ada hari yang diberkati dan
dikuduskan Allah.
Demikianlah
telaah atas surah Qaf ayat 38. Sekalipun sudah dikatakan bahwa wahyu Allah itu
jelas, namun yang ditemukan dalam kutipan ayat di atas ada banyak
ketidak-jelasan. Tidak ada kepastian apa yang dimaksud dengan ‘masa’, dan
kenapa ada perbedaan jumlah masa penciptaan (6 dan 8 masa). Bagaimana detail
kisah penciptaan berdasarkan masa. Ketidak-jelasan ini akhirnya membuat orang
berkesimpulan bahwa kutipan ayat di atas bukan wahyu Allah.
Lingga,
27 April 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar