Dan demikianlah Kami
turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu. Adapun
orang-orang yang telah Kami berikan Kitab (Taurat dan Injil) mereka beriman
kepadanya (Al-Qur’an), dan di antara mereka
(orang-orang kafir Mekkah) ada yang beriman kepadanya. Dan hanya orang-orang
kafir yang mengingkari ayat-ayat Kami. (QS 29:
47)
Dewasa kini, jika dikatakan Al-Qur’an orang langsung
memahaminya sebagai kitab suci umat islam yang bertuliskan bahasa Arab, yang
terdiri dari 114 surah. Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Ia
dipercaya sebagai wahyu Allah yang disampaikan langsung kepada nabi
Muhammad SAW (570 – 632 M). Kepercayaan ini didasarkan pada perkataan Allah sendiri yang
banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Karena Allah itu mahabenar, maka
perkataan-Nya, yang tertulis di dalam Al-Qur’an adalah juga benar. Hal inilah
yang kemudian membuat Al-Qur’an dikenal sebagai kitab kebenaran. Jika ditanya
kepada umat islam kenapa begitu, pastilah mereka menjawab karena itulah yang
dikatakan Al-Qur’an.
Berangkat dari premis ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di
atas haruslah dikatakan berasal dari Allah dan merupakan satu kebenaran. Apa
yang tertulis pada kutipan di atas (kecuali yang ada di dalam tanda kurung),
semuanya diyakini merupakan kata-kata Allah, yang kemudian ditulis oleh
manusia. Seperti itulah kata-kata Allah (sekali lagi minus yang di dalam tanda
kurung). Karena surah ini masuk dalam kelompok surah
Makkiyyah, maka bisa dipastikan bahwa Allah menyampaikan wahyu ini
saat Muhammad ada di Mekkah.
Pada kutipan di atas ada 2 kali kata “kitab” disebut. Pada sebutan “kitab” yang pertama langsung diberi keterangan dalam tanda kurung dengan kata “Al-Qur’an”. Ini berarti kitab yang dimaksud adalah Al-Qur’an. Sedangkan pada sebutan yang kedua dipahami dengan Taurat dan Injil, terlihat frase dalam tanda kurung. Kedua kitab tersebut berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah yang berbicara kepada Muhammad. Dalam kutipan itu digunakan kata “turunkan” dan “berikan”, yang memiliki makna yang sama, dan sumbernya menggunakan kata ganti orang ketiga jamak “Kami”.
Sebagaimana yang diketahui, setiap kata atau frase yang
berada di dalam tanda kurung merupakan tambahan kemudian yang asli berasal dari
manusia, bukan dari Allah. Dengan perkataan lain, Allah tidak pernah
mengucapkan kata atau frase dalam tanda kurung. Hal inilah yang kemudian
membuat adanya perbedaan antara satu Al-Qur’an dengan Al-Qur’an lainnya.
Misalnya, untuk kata “kitab” yang kedua ada Al-Qur’an memahaminya dengan Taurat
saja, Al-Qur’an lain memahaminya dengan Taurat dan Injil. Silahkan bandingkan
Al-Qur’an pada http://www.indoquran.web.id/ dan https://quran.kemenag.go.id/.
Sangat menarik jika kutipan wahyu Allah di atas ditelaah
dengan menggunakan akal sehat. Ada beberapa poin penting untuk direnungkan
lebih lanjut.
1. Soal sebutan “kitab” yang bermakna berbeda-beda. Yang
pertama bermakna Al-Qur’an, dan kedua bermakna Taurat dan Injil. Harus dipahami
bahwa pemaknaan “kitab” sebagai Al-Qur’an, Taurat dan Injil bukan berasal dari
Allah. Itu merupakan penambahan dikemudian hari, yang berasal dari manusia
sehingga wahyu Allah itu dapat dipahami. Menjadi pertanyaan, apakah
Al-Qur’an yang
dimaksud waktu itu adalah Al-Qur’an yang dipahami sekarang ini? Jika membandingkan dengan sebutan “kitab” yang kedua,
kita bisa mengatakan bahwa Al-Qur’an yang dimaksud adalah Al-Qur’an yang
dipahami seperti saat ini. Artinya, saat itu sudah ada kitab yang bernama
Al-Qur’an, yang terdiri dari surah-surah. Alasannya, waktu wahyu ini turun,
sudah ada kitab yang bernama Taurat dan Injil.
Menjadi
persoalan ketika kutipan ayat di atas dipertentangan dengan wahyu Allah lainnya
dalam QS al-Furqan: 32. Wahyu Allah ini juga turun di Mekkah. Di sini Allah
mengutip pernyataan orang kafir yang berkata, “Mengapa
Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Dari surah al-Furqan ini dapat kita simpulkan bahwa
waktu itu belum ada kitab yang bernama Al-Qur’an. Muhammad hanya menyampaikan
wahyu Allah sepotong-sepotong.
2. Pemaknaan kitab yang kedua adalah Taurat
dan Injil. Apa yang dimaksud dengan kedua
kitab ini? Penelusuran atas Al-Qur’an yang ada sekarang ini tidak akan
ditemukan jawabannya. Allah tidak memberikan penjelasan apa arti Taurat dan
Injil. Apakah maknanya sama seperti yang dipahami oleh orang Yahudi dan Kristen?
Sekali lagi tidak ada kejelasan.
Hal ini
bukan tanpa masalah. Ada banyak wahyu Allah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an
merupakan keterangan yang jelas. Ketika kita membandingkan dengan kutipan wahyu
Allah di atas maka akan ditemukan adanya pertentangan. Di satu sisi Allah
mengatakan bahwa wahyu-Nya jelas, di sisi lain terlihat kalau wahyu-Nya tidak
jelas.
3. Ada juga yang menarik ketika dikatakan bahwa ada orang
yang diberikan Allah kitab Taurat dan Injil. Tentulah dapat dipastikan bahwa orang-orang tersebut
adalah orang Yahudi dan Kristen, karena kitab Taurat itu diidentikkan dengan orang
Yahudi sedangkan Injil dengan orang Kristen. Yang menjadi menarik adalah
pernyataan Allah berikutnya, yaitu bahwa orang
Yahudi dan Kristen beriman kepada
Al-Qur’an.
Menjadi
pertanyaan, benarkah orang Yahudi dan Kristen yang dimaksud dalam wahyu Allah di atas beriman
kepada Al-Qur’an? Dari penelusuran Al-Qur’an yang ada sekarang ini ada
banyak wahyu Allah yang mengutip pernyataan orang yang menolak atau bersikap
negatif terhadap Al-Qur’an. Orang di sini bisa saja orang
Yahudi dan Kristen. Mereka mengatakan
bahwa Al-Qur’an hanyalah kebohongan yang dibuat oleh
Muhammad dan para pengikutnya (QS al-Furqan: 4). Karena itu, agak sulit dipercaya
pernyataan Allah bahwa orang Yahudi dan Kristen beriman juga kepada Al-Qu’ran.
4. Ada 2 sebutan kata ganti orang jamak selain “Kami”, yaitu
kata “mereka”. Pada kutipan di atas, kata “mereka” yang pertama tidak diberi
keterangan, sedangkan yang kedua diberi keterangan dalam tanda kurung, yaitu “orang-orang
kafir Mekkah”. Sekalipun tidak diberi
keterangan, kata “mereka” yang pertama dapat dipahami sebagai orang-orang
yang telah diberikan
Kitab oleh Allah. Karena kitab yang dimaksud adalah Taurat
dan Injil, maka orang yang dimaksud adalah orang
Yahudi dan Kristen.
Sedikit
tidak masuk akal sehat adalah ketika memahami kata “mereka” kedua dengan “orang-orang
kafir Mekkah”. Pemaknaan kata “mereka” yang
pertama masih masuk akal, karena terkait dengan kalimat sebelumnya, namun yang
kedua ini sungguh sulit dipahami. Apakah pemaknaannya dikaitkan dengan kalimat
sesudahnya, yaitu bahwa ada orang kafir Mekkah yang beriman kepada Al-Qu’ran. Orang
kafir Mekkah di sini biasanya dipahami sebagai
orang Arab. Jika mengikuti hukum tata bahasa biasa, kata “mereka” yang kedua
masih terkait dengan yang pertama, yaitu orang
yang telah diberikan
Kitab oleh Allah.
Sekali
lagi ditemukan di sini ketidak-jelasan wahyu Allah, meski di dalam Al-Qur’an
banyak wahyu Allah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah keterangan yang
jelas. Jadi, di sini ada pertentangan: di satu pihak Allah mengatakan bahwa
wahyu-Nya jelas, di pihak lain terlihat kalau wahyu-Nya tidak jelas.
5. Hal menarik yang terakhir adalah kalimat terakhir: “hanya
orang-orang kafir yang mengingkari ayat-ayat Kami”. Siapa yang dimaksud dengan orang kafir dalam kalimat ini? Apakah itu
sama dengan “orang-orang kafir Mekkah” yang ada pada kalimat sebelumnya? Ataukah orang-orang
yang zalim, sebagaimana dimaksud Allah dalam ayat 49? Jika memang orang kafir
Mekkah, kenapa tidak langsung disebutkan sehingga tidak menimbulkan kebingungan
di kemudian hari? Jika memang itu merujuk pada ayat 49, hal ini bertentangan
dengan hukum tata bahasa, kecuali bila tata bahasa Arab memang begitu hukumnya.
Lagi-lagi
wahyu Allah ini tidak jelas, padahal dalam Al-Qur’an Allah telah mengatakan
bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab yang jelas.
DEMIKIANLAH 5 poin penting hasil penelaahan dengan akal
sehat atas wahyu Allah dalam QS 29: 47 sebagaimana dikutip di atas. Dari 5 poin
tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kutipan ayat di atas bukanlah wahyu Allah.
Bagaimana mungkin Allah yang mahatahu dan maha sempurna menghasilkan wahyu yang
tidak jelas? Jika kutipan ayat di atas bukan wahyu Allah, lantas dari mana
kutipan ayat tersebut? Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mengutip pernyataan
orang-orang kafir (ini khas dalam Al-Qur’an) yang menyatakan bahwa Al-Qur’an
merupakan hasil rekayasa Muhammad. Artinya, orang-orang dulu sudah berpikir
bahwa apa yang disampaikan atau diwartakan Muhammad adalah karangannya sendiri
dengan mengatas-namakan wahyu Allah.
Dabo Singkep, 10 Maret 2021
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar