Saat kita berusia 1 tahun, orangtua memandikan dan merawat kita, memberi ASI sebagai makanan dan menggantikan popok kita. Sebagai balasannya, kita malah menangis di tengah malam, mengganggu istirahat malam mereka.
Saat kita berusia 2 tahun, orangtua
mengajari kita berjalan juga naik sepeda. Sebagai
balasan, kita malah kabur ketika orangtua memanggil kita.
Saat kita berusia 3 tahun, orangtua
memasakkan makanan kesukaan kita. Sebagai
balasan, kita malah menumpahkannya.
Saat kita berusia 4 tahun, orangtua
memberi kita pensil berwarna. Sebagai
balasan, kita malah mencoret-coret dinding dengan pensil tersebut.
Saat kita berusia 5 tahun, orangtua
membelikan kita baju yang bagus-bagus. Sebagai balasan, kita malah mengotorinya dengan bermain-main
di lumpur.
Saat kita berusia 10 tahun, orangtua
membayar mahal-mahal uang sekolah dan uang les kita. Sebagai balasan, kita malah malas-malasan bahkan bolos.
Saat kita berusia 11 tahun, orangtua
mengantarkan kita ke mana-mana. Sebagai
balasan, kita malah tidak mengucapkan salam ketika keluar rumah.
Saat kita berusia 12 tahun, orangtua mengizinkan kita menonton di bioskop dan acara lain di luar rumah bersama teman-teman kita. Sebagai balasan, kita malah meminta orangtua duduk di barisan lain, terpisah dari kita dan teman-teman kita.
Saat kita berusia 13 tahun, orangtua
membayar biaya kemah, biaya pramuka, dan biaya liburan kita. Sebagai balasan, kita malah tidak
memberinya kabar ketika kita berada di luar rumah.
Saat kita berusia 14 tahun, orangtua
pulang kerja dan ingin memeluk kita. Sebagai
balasan, kita malah menolak dan mengeluh, “Papa, Mama, aku
sudah besar!”
Saat kita berusia 17 tahun, orangtua
sedang menunggu telepon yang penting dari kita. Sebagai balasan, kita malah asyik menelepon teman-teman kita
yang sama sekali tidak penting.
Saat kita berusia 18 tahun, orangtua
menangis terharu ketika kita lulus SMA. Sebagai balasan, kita malah berpesta semalaman dan baru pulang
keesokan harinya.
Saat kita berusia 19 tahun, orangtua
membayar biaya kuliah kita dan mengantar kita ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasan, kita malah
meminta mereka berhenti jauh-jauh dari gerbang kampus dan
menghardik, “Papa, Mama, aku malu! Aku kan sudah gede!”
Saat kita berusia 22 tahun, orangtua
memeluk kita dengan haru ketika kita diwisuda. Sebagai balasan, kita malah bertanya kepadanya, “Papa,
Mama, mana hadiahnya? Katanya mau membelikan aku ini dan itu?”
Saat kita berusia 23 tahun, orangtua
membelikan kita sebuah barang yang kita idam-idamkan. Sebagai balasan, kita malah mencela, “Duh! Kalau mau
beli apa-apa untuk aku, bilang-bilang dong! Aku kan nggak suka model
seperti ini!”
Saat kita berusia 29 tahun, orangtua
membantu membiayai pernikahan kita. Sebagai
balasan, kita malah pindah ke luar kota, meninggalkan mereka, dan
menghubungi mereka hanya dua kali setahun.
Saat kita berusia 30 tahun, orangtua
memberitahu kita bagaimana cara merawat bayi. Sebagai balasan, kita malah berkata, “Papa, Mama,
zaman sekarang sudah beda. Nggak perlu lagi cara-cara seperti dulu. Kan
ada babysitter!”
Saat kita berusia 40 tahun, orangtua
sakit-sakitan dan membutuhkan perawatan. Sebagai balasan, kita malah beralasan, “Papa, Mama, aku
sudah berkeluarga. Aku punya tanggung jawab terhadap keluargaku.”
DEMIKIANLAH beberapa balasan kita kepada
orangtua yang telah melahirkan, merawat, menghidupkan, membesarkan bahkan
menyenangkan kita. Mungkin masih banyak lagi argumen yang pernah kita sampaikan
kepada mereka. Rasanya sangatlah timpang.
Karena itu, masihkah kita ingin menambah
luka di hati orangtua?
diambil dari tulisan 8 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar