Setiap peringatan Hari Misi Sedunia, Gereja Katolik selalu mengajak umatnya untuk mengenang jasa para misionaris, baik terdahulu maupun sekarang. Para misionaris ini telah meninggalkan kampung halamannya untuk pergi ke tempat yang jauh demi mewartakan Kristus. Mewartakan Kristus berarti juga mewartakan keselamatan yang dibawa Kristus ke dunia. Selain mengenang jasa para misionaris, pada peringatan Hari Misi Sedunia juga umat kembali disadarkan akan tugas perutusannya sebagai “misionaris” di tengah-tengah kehidupannya.
Setiap umat katolik, yang karena sakramen baptis yang diterimanya,
terpanggil untuk bermisi, menghadirkan Kristus di tengah kehidupan (Ad
Gentes, 37; Redemptoris Missio, 2). Paus Benediktus
XVI pernah mengatakan bahwa hingga kini masih ada orang yang belum mendengarkan
kabar gembira keselamatan Kristus. Hal ini kembali diulang oleh Paus Fransiskus
dalam pesannya di Hari Minggu Misi Sedunia yang ke-87. Oleh karena itulah,
tugas umat kristiani untuk mewartakannya.
Akan tetapi, ada satu hal yang perlu dicermati berkaitan peringatan hari
misi ini. Dulu, sumber misi adalah Eropa. Dari sana iman akan Kristus menyebar.
Asia, Amerika, Afrika dan Australia adalah lahan misi. Indonesia, yang berada
di kawasan Asia, termasuk daerah misi. Kita hanya menerima pewartaan misionaris
Eropa tentang Kristus. Dan akhirnya kita hanya menerima wajah Kristus yang
Eropa.
Sekarang Eropa mulai sepi. Banyak umat mulai meninggalkan Gereja; dan tak
sedikit orang sudah mulai melupakan wajah Kristus yang dulu sangat populer.
Gereja Eropa, dalam istilah Paus Fransiskus, sudah menjadi Gereja Tua.
Sementara di kawasan Asia, seperti Indonesia, umat masih semangat dengan iman
yang mereka terima dari misionaris Eropa. Masih banyak orang yang gandrung akan
wajah Kristus Eropa.
Karena itulah, tak heran bila sekarang banyak misionaris Asia, khususnya Indonesia, yang berkarya di Eropa. Dan tak sedikit juga orang Amerika menjadi misionaris di Eropa. Sekarang Eropa menjadi lahan misi. Hal ini sangat diharapkan. Bagi Paus Fransiskus, dalam pesannya di Hari Minggu Misi sedunia yang ke-87, hal ini bisa menjadi semacam jalan untuk “mengembalikan” iman dengan membawa kesegaran Gereja-gereja muda, supaya Gereja-gereja Tua menemukan kembali antusiasme dan kegembiraan dalam berbagi iman.
Namun ada satu pertanyaan yang mengganggu: wajah Kristus yang mana yang
akan diwartakan misionaris Asia dan Amerika ke Eropa? Apakah mereka tetap
membawa wajah Kristus Eropa kembali ke Eropa? Jika demikian, maka akan menjadi
sia-sialah pewartaan itu. Mewartakan Kristus yang Eropa sama saja berarti
mengembalikan “barang bekas” yang sudah tak laku lagi. Bukankah wajah Kristus
yang Eropa sudah mulai ditinggalkan? Orang Eropa sudah “merasa jenuh” dengan
wajah Kristus yang Eropa. Karena itu, harapan agar Gereja Tua menemukan
antusiasme dalam iman menjadi sia-sia.
Gereja perlu melakukan perubahan, bukan saja dalam hal cara, media,
spiritualitas, dll, melainkan juga dalam subyek pewartaan, yaitu Kristus.
Subyek pewartaan bukan lagi Kristus yang Eropa, melainkan Kristus Asia atau
Kristus Amerika. Yah, para misionaris Asia dan Amerika harus menampilkan wajah
Kristus yang bercorak Asia dan Amerika. Ini merupakan hal yang baru bagi orang
Eropa. Vatikan jangan memaksakan wajah Kristus Eropa sebagai subyek pewartaan
dan melarang munculnya wajah Kristus yang baru. Vatikan harus membuka diri
untuk berani menerima wajah Kristus yang berbeda dengan wajah Kristus yang
sudah berabad-abad dilihatnya.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar