Berawal
dari video viral Tours les Jours tentang
larangan ucapan hari raya non muslim di produk makanan sebagai syarat keluarnya
sertifikasi halal, Kompas Tv mengadakan dialog dengan Kepala Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementrian Agama (Sukoso) dan Direktur
Eksekutif Indonesia Halal Watch (Ikhsan Abdullah) dalam acara Sapa Indonesia
Malam. Acara tersebut dipandu oleh Sofie Sarief (cuplikan acaranya dapat
ditonton di sini).
Mulai
menit ke-4 acara memasuki diskusi. Saudari Sofie mengawali diskusi dengan Bapak
Ikhsan Abdullah. Ia mengonfirmasi bahwa Halal
Wacth sering berkoordinasi dengan MUI terkait dengan sertifikasi halal. Kemudian
sdri Sofie mengungkapkan sebuah screen capture
dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan
dan Kosmetik MUI yang beredar luas. Sdri Sofie ingin meminta penegasan apakah screen capture itu benar atau hoax. Dikatakan bahwa dalam poin 3
tentang produk yang tidak disertifikasi; pada poin (3.d) mengacu pada nama produk
yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan seperti,
coklat valentine, biskuit natal dan mie gong xi fat chai.
Dari
pernyataan tersebut dapatlah dikatakan apakah produk yang diberi label seperti coklat valentine, biskuit natal atau mie gong xi fat chai masuk ke dalam
ketegori produk yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan sehingga produk
tersebut tidak akan diberi sertifikasi halal. Dengan kata lain, produk tersebut
haram bagi umat muslim.
Bapak
Ikhsan Abdullah sama sekali tidak menjawab secara tegas dan to the point. Ia hanya berdiplomasi
dengan mengalihkan ke produk lain seperti rawon setan. Dikatakan bahwa rawon setan tidak akan dikeluarkan
sertifikasi halal. Sekalipun hal tersebut hanya sekedar gimmick marketing. Untuk mendapatkan sertifikasi halal, maka tidak
boleh menggunakan nama-nama yang berkaitan dengan rawon setan, tahu kuntilanak.
Sekalipun bahan dan cara pengolahannya sudah sesuai dengan ajaran islam, tetap
saja tidak akan mendapat sertifikasi halal, alias produk tersebut dianggap haram.
Dari dialog tersebut terlihat jelas keislaman Bapak Ikhsan Abdullah, yaitu memaksakan kehendak. Kenapa harus pakai nama itu (Rawon Setan); kan bisa pakai nama lain yang lebih diterima. Kira-kira seperti itulah bahasanya. Jadi, kalau mau diberi label halal (atau kalau mau tidak dikatakan haram), haruslah ikut kemauan islam, bukan pasar. Bagaimana dengan produk dengan nama seperti coklat valentine, biskuit natal atau mie gong xi fat chai? Apakah nama-nama itu terkait dengan hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan? Silahkan simpulkan sendiri.
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa halal – haramnya suatu produk tidak semata-mata ditentukan oleh bahan dan cara pengolahannya, tetapi juga namanya. Meski nama itu sebagai daya tarik konsumen, namun jika nama itu terkait dengan hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan, maka produk tersebut dianggap haram, khususnya bagi umat islam. Sangat jelas dikatakan oleh Bapak Ikhsan Abdullah adalah RAWON SETAN.
Rawon adalah masakan Indonesia berupa sup daging berkuah hitam sebagai campuran bumbu khas yang menggunakan kluwek. Bahan utama rawon adalah daging sapi yang dipotong kecil-kecil, bawang merah, bawang putih, lengkuas, ketumbar, kemiri, serai, kunir, cabai, kluwek, garam serta minyak nabati. Kalau rawon sendiri sebenarnya halal, namun karena ada lebel “setan” membuat rawon itu jadi haram. Jadi, kata “setan”-lah yang membuat produk “Rawon Setan” tidak mendapat sertifikasi halal, alias haram. Jika tidak ada sertifikasi halal, maka umat islam dilarang untuk mengonsumsinya.
Berangkat dari sini, bisa dikatakan bahwa klub sepak bola Inggris, Manchester United, terlarang bagi umat islam. Alasannya, klub ini mempunyai nama atau julukan lain, yaitu SETAN MERAH (The Red Devil). Ada kata “setan” di sana. Karena itu, umat islam dilarang mendukung klub ini. Dengan kata lain, umat islam haram untuk mendukung klub tersebut. Sebenarnya juga umat islam dilarang bermain di klub ini. Namun ternyata di klub ini bercokol 4 nama pemain muslim, yakni Paul Pogba, Marouane Fellani, Mame Diouf dan Adnan Januzaj. Keempat orang ini tidak menjalankan ajaran islam sehingga mereka bisa digolongkan sebagai kaum munafik atau fasik.
Jika menggunakan logika berpikir Bapak Ikhsan Abdullah, bahwa nama bisa menentukan halal – haramnya sebuah produk, maka seharusnya BAKSO juga tidak boleh diberi sertifikasi halal. Dengan kata lain, bakso harus dinyatakan haram bagi umat islam, sekalipun bahan dan cara pengolahannya sudah memenuhi standar islam. Alasannya karena kata ‘bakso’ aslinya berasal dari bahasa Cina, dari kata Bak, yang berarti daging babi, dan So, yang berarti kuah. Karena itu, arti asli bakso adalah kuah dengan daging babi. Bukankah daging babi jelas-jelas haram bagi umat islam? Karena itulah, dengan menggunakan cara berpikir Bapak Ikhsan Abdullah, seharusnya bakso tidak diberi sertifikasi halal, alias dinyatakan haram bagi umat islam.
Lingga, 17 Juni 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar