Istilah atau gelar The king of Sex atau Raja Seks, dalam tulisan ini
dimaksudkan dengan orang yang sangat doyan ngeseks (bersenggama), baik secara
legal (dengan istri) maupun illegal (dengan pelacur). Bisa juga dikatakan
dengan hebat dalam urusan persetubuhan. Istilah Raja Seks ini sangat dekat
dengan istilah maniak seks atau hiperseks. Akan tetapi, dua istilah ini tidak
dipakai karena cenderung ke arah psikologi. Mengatakan nabi Muhammad sebagai
maniak seks atau hiperseks tentulah membutuhkan kajian psikologi. Sementara
istilah atau gelar Raja Seks tidak ada kaitan dengan masalah psikis. Istilah
ini disematkan hanya karena yang bersangkutan memang luar biasa dalam urusan
persetubuhan, bukan cuma soal ketahanan dalam bersenggama, tetapi juga soal
obyek dan juga jumlahnya. Ibaratnya seperti istilah Raja Judi. Gelar ini
diberikan kepada orang yang benar-benar suka berjudi, entah selalu menang atau
juga kalah. Nah, pantaskah nabi Muhammad SAW diberi gelar Raja Seks?
Telah dikatakan di atas bahwa salah satu indikasi untuk gelar Raja Seks ini
adalah obyek dan jumlahnya. Yang dimaksud obyek di sini adalah pasangan
seksnya. Banyaknya pasangan seks ini menentukan jumlah hubungan seks yang
dilakukan. Berapa jumlah pasangan seks nabi Muhammad? Dari kitab Tabari (vol.
ix, hlm. 120 – 141), setelah kematian Khadijah, nabi Muhammad SAW memiliki 20 istri;
ini tidak terhitung gundik atau selirnya. Jadi, bisa dikatakan bahwa pasangan
seks Muhammad lebih dari 20 orang. Ada yang usianya masih sangat belia (9
tahun), daun muda (17 – 20 tahun), dan ada juga yang sudah matang (30 tahun).
Memang tidak semuanya hidup sepanjang hidup Muhammad. Ada yang sudah meninggal,
dan ada yang sudah diceraikan.
Sangat menarik kalau diperhatian perjalanan sejarah perkawinan nabi Muhammad.
Selama kurang lebih 24 tahun Muhammad hidup hanya dengan satu istri saja, yaitu
Khadijah. Bisa dikatakan bahwa pada waktu itu Muhammad menganut paham monogami.
Namun, setelah Khadijah meninggal, seakan keran nafsu yang selama hidup bersama
dengan Khadijah ditutup, menjadi terbuka. Terhitung dari tahun 619 (tahun
kematian Khadijah) hingga 632 (tahun kematian Muhammad), Muhammad menikah
sebanyak 20 kali; dan selama kurang lebih 10 tahun Muhammad hidup bersama 14
istri (tidak termasuk gundik).
Apa yang mendasari nabi Muhammad hidup dengan banyak istri? Umat islam,
karena sudah terlanjur memandang Muhammad sebagai teladan yang sempurna,
tentulah akan mengatakan bahwa ada tujuan mulia di balik poligaminya. Misalnya,
melindungi para wanita yang berstatus janda, karena suami mereka mati di medan
perang, untuk menyatukan suku atau kelompok (tujuan politik) dan untuk
mengangkat derajat kaum wanita.
Akan tetapi, orang yang masih punya akal sehat dan hati nurani akan sulit
menerima penjelasan di atas. Ketika melihat sosok Aisyah dan Zainab, orang
sulit mengaitkan alasan poligami di atas. Aisyah masih kecil, orangtuanya masih
ada dan mereka itulah pelindungnya, sedangkan Zainab masih punya suami, yang
adalah anak angkat Muhammad sendiri. Artinya, kedua tokoh ini masih punya
pelindung; lantas kenapa nabi Muhammad menikahi mereka? Jika untuk melindungi
para wanita yang berstatus janda, karena suami mereka mati di medan perang,
kenapa hanya dibatasi beberapa orang saja? Bisa dipastikan lebih dari 20 orang
janda (bisa ratusan) yang suaminya mati di medan pertempuran. Kenapa tidak
semua janda yang suaminya meninggal dinikahi? Jika menikah dijadikan alat
politik, bukankah itu justru merendahkan martabat wanita? Wanita tak lebih hanya
alat untuk melanggengkan kekuasaan. Jika menikahi wanita benar-benar untuk
melindungi dan mengangkat martabat wanita, kenapa ada lima wanita yang kemudian
diceraikan?
Karena itu, bagi orang yang masih mempunyai akal sehat dan nurani poligami
yang dilakukan Muhammad mau menunjukkan bahwa dia seorang yang doyan seks,
alias Raja Seks. Umat islam tentu menolak istilah ini. Umumnya ada 3 argumen
untuk menyangkal pernyataan nabi Muhammad sebagai Raja Seks. Pertama, jika
memang poligami Muhammad sebagai indikasi penggemar persetubuhan, kenapa dia
baru menikah menginjak usia lanjut? Kenapa tidak saat masih muda? Kedua, jika
memang poligami Muhammad sebagai indikasi doyan seks atau Raja Seks, kenapa
yang dipoligami semuanya janda dan rata-rata berusia tua? Kenapa tidak cari
perawan saja? Ketiga, jika nabi
Muhammad Raja Seks seharusnya dia menikahi semua janda yang suaminya meninggal
di medan perang. Tapi nyatanya tidak.
Benarkah argumen tersebut? Orang yang punya nalar pasti tidak mudah
menerima alasan tersebut. Argumen di atas sangat lemah. Pertama, dapatlah
dikatakan bahwa nabi Muhammad tidak bisa melaksanakan hasrat seks-nya karena
dia masih berada di bawah kekuasaan Khadijah. Dari riwayat hidupnya bisa diketahui
bahwa Muhammad adalah seorang anak yatim piatu. Sejak kecil dia disingkirkan
dari lingkungan. Sementara Khadijah adalah seorang janda kaya raya. Awalnya
Muhammad berkerja sebagai karyawannya Khadijah. Hidup Muhammad benar-benar
bergantung pada belas kasihan Khadijah. Hal ini berlanjut ketika mereka
menikah. Karena itulah, sebagai suami, Muhammad tak berani main mata dengan
wanita lain. Muhammad tak bisa menyalurkan hasrat seksualnya. Baru setelah
penghalang itu tidak ada (Khadijah meninggal), hasratnya mulai tersalurkan.
Bayangkan, dalam waktu 13 tahun (rentang waktu dari kematian Khadijah hingga
kematian Muhammad), Muhammad menikah sebanyak 20 kali (ini tidak terhitung
gundik). Untung Muhammad meninggal sebelum islam melakukan ekspansi. Bila
Muhammad belum mati, mungkin di setiap tempat ada setidak-tidaknya 1 orang
istri. Hal inilah yang membuat orang yang berpikiran rasional mengatakan bahwa nabi
Muhammad itu seorang Raja Seks.
Kedua, orang yang doyan seks atau Raja Seks tidak
ditentukan dari pasangan seks-nya, apakah janda atau perawan. Yang disebut raja
seks adalah orang yang doyan seks (bersenggama), tak peduli apakah pasangan
seksnya itu janda atau perawan. Janda atau perawan justru bisa menunjukkan
kelainan lain, bukan soal doyan seks. Argumen bahwa yang dinikahi Muhammad
adalah janda tua hanyalah usaha untuk menutupi fakta. Dari 20 wanita yang
dinikahi Muhammad, setelah Khadijah meninggal, ada 4 janda yang usianya masih
segar (usia kisaran 17 – 30 tahun). Janda yang lain tanpa ada keterangan usia,
sehingga tidak bisa divonis usianya sudah tua.
Ketiga, sebagai raja, tentulah tidak sembarangan dalam menentukan pasangan seksnya.
Tentu ada seleksi. Urusan seks selalu punya kaitan dengan ketertarikan seksual.
Jika tidak ada ketertarikan itu, tentulah tidak akan ada hubungan seks. Dengan
kata lain, daya tarik seorang wanita bisa menumbuhkan gairah nafsu seksual
pria. Ketertarikan seksual inilah yang kemudian membuat nabi Muhammad hanya
menentukan belasan janda untuk dijadikan pasangan seksnya, sedangkan lainnya
tidak masuk kategori. Jadi, dari sekian puluh janda, hanya belasan yang
mempunyai daya tarik yang bisa membangkitkan hasrat seksual nabi Muhammad
ketika melihatnya.
Selain tiga alasan di atas, masih ada alasan lain yang mendukung pernyataan
bahwa Muhammad adalah Raja Seks atau pecandu seks. Dari beberapa sumber riwayat
hidupnya, selain punya istri, nabi Muhammad juga punya gundik. Sekalipun sudah
punya banyak istri, nabi Muhammad masih memiliki gundik untuk menyalurkan hasrat
seksualnya. Ini menunjukkan dirinya sebagai orang yang hebat dalam urusan
senggama, alias Raja Seks. Hadis Bukhari, salah satu hadis terpercaya,
menceritakan dalam satu malam nabi Muhammad berhubungan seks dengan 9 orang
istrinya. Apakah itu dalam satu tempat sekaligus (semacam pesta orgi) atau di
tempat yang terpisah-pisah. Dan ada kisah Muhammad selingkuh dengan seorang
budak bernama Mariyah. Jika memang benar nabi Muhammad tidak doyan seks,
tentulah dia cukup puas dengan istri-istri yang ada. Tapi, karena doyan, yah budaknya juga disikat.
Kehebatan nabi Muhammad dalam urusan seks dapat juga dilihat dari kisah
pasangan seks lainnya yaitu Zainab, yang adalah menantu nabi sendiri. Sebelum
menikahi Zainab, diperkirakan nabi Muhammad sudah mempunyai 5 orang istri.
Dikisahkan pada suatu hari nabi Muhammad berkunjung ke rumah anaknya itu. Tanpa
sengaja bertemu dengan Zainab dan melihat auratnya. Dari situ muncul hasrat
seksualnya. Karena zinah dilarang dalam islam, maka diturunkanlah wahyu Allah
untuk melegalkan perkawinannya dengan menantunya itu sehingga hasrat seksualnya
bisa disalurkan. Dengan kata lain, wahyu Allah dipakai untuk melegalkan
penyaluran nafsu seksualnya.
Demikianlah pro kontra tentang kehidupan seks Nabi Muhammad sehingga dia digelari
Raja Seks. Umat islam tentu menolak gelar itu karena mereka sudah terlebih
dahulu disuguhi bahwa Muhammad adalah manusia sempurna. Mana mungkin manusia
sempurna memiliki moral bejat seperti yang dituduhkan tersebut. Akan tetapi,
bagi yang berpikiran rasional, tidak begitu mudah menerima gelar sempurna
Muhammad. Mereka mendasarkan pada premis “tidak
ada manusia yang sempurna; Muhammad adalah manusia; maka Muhammad tidaklah
sempurna.” Karena itu, argumen umat islam yang membela nabinya dari
tudingan Raja Seks, terasa tidak masuk akal sehat mereka.
Jadi, poligami nabi Muhammad SAW lebih menunjukkan kehebatan Muhammad dalam
urusan hubungan seks sehingga dia digelari Raja Seks ketimbang keteladanan pribadinya.
Lingga, 10 Juli 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar