Selingkuh adalah sebuah kata
yang sangat ditakuti saat orang hendak membangun sebuah relasi. Bukan hanya
relasi cinta suami-istri atau relasi pacaran saja, melainkan relasi koalisi
dalam dunia politik. Dalam dunia politik sering kali terdengar istilah pecah
kongsi, di mana awalnya berkoalisi namun akhirnya berpisah karena adanya salah
satu partai yang berselingkuh atau tidak setia pada komitmen. Karena itu, dalam
dunia politik dikenal adagium ini: tak ada teman yang abadi; yang abadi
hanyalah kepentingan. Namun apakah dengan demikian berarti juga dalam relasi
suami – isteri?
Minggu lalu kita sudah
melihat ulasan umum tentang selingkuh. Kali ini kami akan menurunkan tulisan
soal selingkuh dari aspek kaum laki-laki. Mengapa laki-laki selalu diidentikkan
sebagai tukang selingkuh? Apa konsep selingkuh bagi laki-laki? Bagaimana sikap
pria jika pasangannya yang selingkuh? Tak lupa bagian akhir tulisan ini kami
menawarkan solusi yang sedikit berguna.
1. Pria
Suka Selingkuh
Selingkuh kini sudah
bersifat universal. Tak hanya kaum eksekutif yang memiliki banyak uang yang
bisa melakukan selingkuh. Profesi apa pun, bahkan tukang becak sekalipun, bisa
melakukan selingkuh. Namun, karena kaum eksekutif kadang merupakan public
figure, perselingkuhan yang dilakukannya pun menjadi perbincangan yang
hangat di masyarakat.
Seperti survei dilakukan
oleh majalah Eksekutif terhadap 500 pria eksekutif di Jakarta
untuk mengamati masalah perselingkuhan. Hasil survei yang dipublikasikan
melalui Facebook rupanya
mendapat respons dari ribuan orang. Banyaknya pro dan kontra ini menunjukkan
antusiasme masyarakat memperbincangkan masalah perselingkuhan. Banyak pula yang
mempertanyakan keakuratan data karena contoh yang diambil belum tentu mewakili
kaum eksekutif. Namun, survei ini terbukti menarik perhatian masyarakat untuk
berkomentar. Perselingkuhan ternyata sudah dianggap sebagai hal yang biasa,
yang menurut para tokoh ini tak perlu terlalu diperdebatkan.
2. Meski
Selingkuh Pria Tetap Cinta Pasangannya
“Tiga dari dua pria
selingkuh!” begitu kesimpulan sebuah survei yang dilakukan oleh majalah Eksekutif terhadap
500 pria eksekutif di Jakarta beberapa waktu lalu. Judul tersebut menjadi
semacam sarkasme, yang ingin menunjukkan bahwa pada dasarnya hampir semua
laki-laki gemar selingkuh. Benarkah demikian?
Yang pasti, sebuah survei
yang dilakukan sosiolog Amerika, Eric Anderson ini, menunjukkan bahwa meskipun
mencintai pasangan dan tidak berniat meninggalkannya, pria tetap selingkuh
karena menginginkan seks lebih sering. Sedangkan pria yang tidak selingkuh sebenarnya
tengah mengatur dirinya sendiri untuk "pemenjaraan seksual akibat desakan
sosial".
Pengajar dari University of
Winchester di Inggris ini mengatakan, monogami telah mengucilkan pria dari
kegiatan yang paling mereka inginkan. Dalam bukunya, The Monogamy Gap:
Men, Love, and the Reality of Cheating, Anderson menyebut bahwa selingkuh
adalah norma, dan orang mulai menerima relasi yang terbuka secara seksual, yang
hidup berdampingan tanpa hierarki atau hegemoni.
Untuk mendapatkan
kesimpulannya ini, Anderson mensurvei 120 pria pra sarjana, baik yang normal
maupun gay. Ia mendapati bahwa 78 persen pria yang memiliki pasangan ternyata
selingkuh, "Meskipun mereka mengatakan mencintai (pasangannya) dan berniat
tetap bersama pasangannya," kata Anderson. Kalau begitu, mengapa harus
selingkuh? Jawabannya sederhana: karena pria menyukai seks.
Secara emosional, pria
sebenarnya ingin tetap bersama satu pasangan. Sayangnya, tubuh mereka rupanya
mendambakan seks bersama orang lain. Berkaitan dengan keinginan membentuk
keluarga, misalnya, sisi emosional lah yang berperan. "Hasrat fisik kita
tidak mati; hanya berubah dari pasangan kita ke orang lain. Ketika hasrat seks
itu padam, hubungan baru mulai," lanjutnya.
Pria lebih memilih untuk
selingkuh dan menyesalinya, karena tak mungkin bagi mereka untuk mengakui hal
tersebut pada pasangannya. Bila dilakukan, relasi yang dibangun bersama
pasangan pasti buyar. Ketika pria selingkuh dan melakukan seks rekreasi, mereka
tak mengaitkan perasaan karena mereka masih mencintai pasangan. Jika tidak,
mereka pasti sudah mengakhiri hubungan tersebut. Buat kaum pria, seks di luar
relasi dengan pasangan sah-sah saja. Lucunya, mereka tidak ingin pasangannya
melakukan hal yang sama.
Hal ini memang tidak fair, namun
monogami hanya akan mendorong pria untuk mengejar seks dengan orang lain dalam
kesempatan lain. Menyedihkan, tetapi demikianlah hasil penelitian Eric
Anderson. Media Research Centre Network sendiri meragukan ukuran sampel dan
kelompok yang menjadi sasaran survei, karena pria-pria yang belum lulus kuliah
umumnya masih mengeksplorasi diri mereka, dan mendorong batas-batas yang ada.
3. Selingkuh
Tak Berarti Cinta
Kalau Anda terbuai dalam
perselingkuhan, jangan pernah berharap perselingkuhan tersebut berubah menjadi
cinta sejati. Pasalnya, umumnya pria tak akan mengubah kisah selingkuhnya
menjadi catatan cinta yang berarti bagi dirinya.
Psikolog Dr Sam J Buser,
yang juga penulis The Guys-Only Guide, mengatakan, umumnya
perempuan mulai menanyakan pasangan selingkuhnya mengenai arah hubungan.
Padahal, kebanyakan pria jelas hanya ingin berselingkuh dan tak ingin membawa
hubungan ke tahapan yang lebih serius. Ada sejumlah alasan yang menguatkan pria
memiliki pendirian semacam itu:
Relasi
perselingkuhan tak pernah lama
Sejumlah riset menunjukkan,
perselingkuhan nyaris tak pernah berubah menjadi hubungan jangka panjang. Hanya
satu dari 10 perselingkuhan yang kemudian berubah menjadi komitmen serius.
Kalaupun hubungan beralih menjadi kisah cinta, pada akhirnya komitmen ini
berakhir pada perceraian. Mengapa? Ini karena pasangan kehilangan rasa percaya.
Pasangan yang berkomitmen setelah menjalani perselingkuhan tak akan saling
percaya karena didasari pada pengalaman sebelumnya bahwa mereka pun pernah
berselingkuh.
Perselingkuhan
adalah hubungan yang maya, bukan nyata
Banyak pria yang
meninggalkan karier, anak, dan keluarga demi mengejar perempuan seksi yang
menjadi pasangan selingkuhnya. Namun pada akhirnya, pria melakukan konseling
dengan profesional untuk memperbaiki hidupnya yang berantakan. Pria menyadari
bahwa berselingkuh hanya membawa hidupnya semakin tak terarah. Perselingkuhan
menjadi pelarian dari kondisi pernikahan yang kacau.
Dr Buser mengatakan, saat
pria melakukan konseling, hal yang kemudian direkomendasikan pakar adalah
mencari solusi atas masalah pernikahannya. Jika tak ada titik temu untuk
menyelamatkan pernikahan, perceraian memang menjadi jawaban, tetapi melanjutkan
hubungan dengan teman selingkuh tak lantas jadi solusi berikutnya.
"Pernikahan dan perselingkuhan
ibarat apel dan jeruk. Dalam perselingkuhan, Anda tak berkomunikasi dengan
orang tuanya, tidak membayar tagihan bersama, dan tidak membesarkan anak
bersama. Anda tidak akan tahu rasanya menikah dengan seseorang hingga Anda
menikahinya," ujar Dr Buser.
Anak-anak tak
akan menyetujui pasangan selingkuh
Pria cenderung tak
melanjutkan perselingkuhan menjadi hubungan berkomitmen karena meyakini
anak-anaknya tak akan menerima pasangan selingkuhnya. Dr Buser mengatakan, Anda
tak akan pernah bisa menyembunyikan perselingkuhan selamanya dari anak-anak.
Saat anak beranjak dewasa, mereka akan membaca terjadinya perubahan dengan
kehidupan orang tuanya. Jarang melihat orang tua bermesraan menjadi pertanda
yang bisa dipahami anak. Anak yang semakin dewasa juga bisa mengenali gelagat
orang tua yang tak lagi berhubungan seks. Anak perempuan juga cenderung sulit
memaafkan ayah yang berselingkuh.
"Anak perempuan akan
merasa dikhianati jika mengetahui ayahnya berselingkuh," kata Dr Buser.
Jika pria bisa tegas untuk
tidak melanjutkan perselingkuhan menjadi hubungan jangka panjang, Anda, sebagai
perempuan, tentu juga punya kekuatan yang sama.
4. Pria
Sulit Memaafkan Istri yang Selingkuh
Saat ditemui wartawan di
kediamannya, Johannes Subrata alias Joesoef, suami Cut Tari, tampak sangat
tenang menanggapi beredarnya video porno dengan bintang mirip sang istri. Ia
mengaku percaya dengan apa pun yang dikerjakan istrinya.
Apakah bintang video
tersebut memang Cut Tari atau bukan, memang belum dapat dibuktikan. Terlepas
dari hal tersebut, sikap pria ini terkesan sangat bijak dan di luar dugaan.
Maklum saja, umumnya pria sangat responsif dengan aksi perselingkuhan yang
dilakukan pasangannya, terutama istri. Pria juga cenderung lebih sulit
memaafkan perselingkuhan pasangannya. Hal ini kebalikan dengan apa yang terjadi
bila istrilah yang menemukan affair suaminya.
Sejak dulu, perempuan selalu
dikondisikan untuk memaafkan ketidaksetiaan suaminya, tetapi pria tampaknya
cenderung tidak melakukan hal yang sama untuk istrinya.
"Pria bisa memaafkan
diri mereka karena kecerobohan mereka, tapi sulit memaafkan pasangan mereka
karena hal yang sama," ujar terapis Phillip Hodson, partner di British
Association for Counselling and Psychotherapy.
Bagi perempuan yang
dikhianati, affair pasangan bisa sangat menyinggung harga
dirinya. Sedangkan bagi pria yang dikhianati, perselingkuhan istri akan sangat
menghina kelaki-lakiannya. Hal itu akan langsung menusuk pusat identitasnya.
Terlihat jelas suatu ketidakadilan dan sikap pengecut di sini.
5. Lima
Langkah Pemulihan Diri Paska Perselingkuhan
Perselingkuhan merusak
kepercayaan yang sudah dibangun bersama pasangan, bahkan rasa percaya diri bisa
terkoyak. Menurut Asosiasi Terapi Pernikahan dan Keluarga Amerika (American
Association for Marriage and Family Therapy), seseorang yang menjadi korban
perselingkuhan mengalami gangguan psikis yang sama dengan gejala traumatik
akibat stres. Seperti mudah gelisah, berilusi, dan selalu melihat masa lalu.
Sebaiknya pulihkan diri Anda
dari perasaan menyakitkan paska perselingkuhan melalui cara ini:
Ini bukan salah
Anda
Jangan pernah menyalahkan
diri sendiri atas perselingkuhan yang terjadi dalam hubungan Anda. Meskipun
Anda menyadari tak sepenuhnya sempurna dalam menjalani hubungan, namun bukan berarti
Anda berhak dipersalahkan atau mempersalahkan diri karena pasangan
berselingkuh. Ingatkan diri Anda bahwa pasangan yang berselingkuh telah berlaku
tidak adil terhadap komitmen dan perasaan Anda.
"Pasangan berselingkuh
karena telah mengabaikan Anda dan komitmen serta perasaan yang dibangun, jadi
jangan salahkan diri Anda karenanya," kata Janis Abrahms Spring, psikolog
dan pengarang buku After the Affair.
Luangkan waktu
untuk lebih mengenal diri
Cobalah kenali kembali diri
Anda, dengan belajar dari pengkhianatan dan pupusnya hubungan. Michele
Weiner-Davis, Direktur Pusat Penyelesaian Perceraian Colorado, mengatakan rasa
sakit karena perselingkuhan memberikan pengalaman lain. Dari perasaan inilah,
Anda bisa belajar mendorong kembali sensitivitas diri, empati, rasa menyayangi,
dan membekali diri agar tak terjebak dalam hubungan serupa di kemudian hari.
Menjalin
hubungan baru setelah diri Anda pulih
Tak perlu terburu-buru
menjalin hubungan baru usai mengalami perselingkuhan. Jika Anda terbawa emosi,
lalu mulai berkomitmen dengan seseorang padahal perasaan sakit dari pengalaman
lalu belum teratasi, ini akan mengganggu hubungan yang baru dibangun tersebut.
"Lebih baik pulihkan
diri Anda lebih dahulu sampai siap untuk memulai kembali membangun hubungan baru,"
kata Rich Nicastro, psikolog spesialisasi pernikahan dan hubungan berpasangan.
Eksplorasi
pengalaman baru dalam hubungan
Cobalah keluar dari zona
nyaman dalam memilih pasangan. Anda tak perlu mematok tipe pasangan yang sama
seperti sebelumnya. Sebaiknya eksplorasi berbagai tipe orang dalam menjalani
hubungan. Anda bisa memulainya dengan mengenal berbagai karakter pasangan
sebelum memutuskan membangun komitmen bersamanya. Carilah juga kualitas diri
dari pasangan yang tidak Anda temukan pada pasangan yang mengkhianati
sebelumnya.
"Tanda hubungan yang
sehat di antaranya lebih spontan dan lebih terbuka satu sama lain," kata
terapis hubungan berpasangan, Jef Gazley. Anda bisa menggali karakter pasangan
dari kriteria yang diberikan Gazley ini.
Belajar
membangun kembali rasa percaya
Pengkhianatan dari orang
yang Anda cintai memang menyakitkan, namun Anda perlu mengatasi perasaan ini
dengan tidak mencurigai setiap lawan jenis yang mulai mendekati Anda. Jika Anda
tak bisa membangun kembali rasa percaya terhadap orang lain, Anda cenderung
akan berperilaku tanpa alasan yang jelas. Gazley menambahkan, hubungan baru
yang akan dibangun juga terganggu tanpa adanya rasa percaya. Berikan kesempatan
kepada pasangan baru untuk menunjukkan bahwa dia bisa dipercaya. Caranya,
bangun rasa percaya dalam diri Anda lebih dulu, dan jangan pernah bandingkan
dengan mantan yang mengkhianati Anda.
6. Menata
Hubungan Setelah Selingkuh
Tertarik kepada orang lain
mungkin sulit dihindari, tetapi seyogianya tidak dilanjutkan sebagai permainan,
atau menjadi hubungan lebih dalam. Perselingkuhan sering menghancurkan
kepercayaan pasangan dan dapat mengacaukan hidup keluarga.
N seorang ibu berusia 32
tahun menulis:
”Dua tahun lalu
suami saya berselingkuh dengan pembantu. Begitu terguncang saya karena tidak
pernah berpikir suami akan melakukan hal itu. Perbuatan suami sangat
meluluhlantakkan setiap sendi kehidupan saya.
Saya terpojok
karena gosip ini menyebar ke seluruh kompleks perumahan. Belum lagi ibu-ibu
usil membicarakan, menyalahkan, bahkan sampai ada yang memusuhi saya. Tekanan
masyarakat sekitar tertuju kepada saya karena saya dianggap tidak becus
mengurus suami sampai harus pergi ke pelukan pembantu.
Saya tertekan
karena selama ini saya korbankan semua hidup saya, kesempatan untuk berkarier,
sampai kesempatan bersekolah ke luar negeri demi keutuhan rumah tangga dan
keberhasilan suami dan anak-anak. Saya merasa ditikam dari belakang.
Suami minta maaf
dan memohon saya untuk tidak meninggalkan dia karena pertimbangan anak.
Akhirnya saya mau bertahan walaupun hari-hari dipenuhi dengan ke-bete-an yang
entah kapan berakhir. Bayang-bayang perselingkuhan itu selalu tergambar dalam
benak saya.
Dua tahun ini
saya berusaha untuk menumbuhkan kepercayaan lagi. Tetapi, apa yang terjadi,
minggu lalu saya menemukan SMS di HP suami dengan mantan teman tapi mesranya.
Saya marah dan merasa dikhianati karena seharusnya sudah tidak ada kebohongan
di antara kami. Saya berpikir hubungan ini harus diakhiri dengan perceraian
karena saya sudah tidak percaya kepada suami dan saya tidak melihat dia berniat
untuk berubah. Tetapi, bagaimana dengan anak-anak kami? Saya tidak ingin
anak-anak bernasib seperti ayahnya (anak korban perceraian).”
Meneliti
kehidupan perkawinan
Perasaan N mungkin dialami
oleh orang lain yang pasangannya berselingkuh. Marah dan terkejut, belum sembuh
dari luka yang lama, dan mendapati pasangan ternyata masih menjalin hubungan
dengan orang lain.
Untuk dapat mengambil
keputusan yang terbaik di antara berbagai pilihan yang tidak ideal, kita perlu
meneliti kehidupan perkawinan dan relasi dengan pasangan. Sisi apa dari
pasangan yang dulu menarik atau membuat jatuh hati? Apakah sisi-sisi itu
merefleksikan tanggung jawab dan kematangan ataukah justru kekurangmampuan
bertanggung jawab? Misal: genit, tebar pesona; menarik tetapi sangat tergantung
dan rapuh; atau sebaliknya, memaksakan kepentingan sendiri dan egois?
Bagaimana N melihat tanggung
jawab suami saat ini sebagai suami dan ayah, selain perselingkuhannya? Apakah
ia bertanggung jawab dan jujur soal nafkah, bersedia berbagi peran mendidik
anak? Bagaimana karakteristik pribadi N dan suami, dan bagaimana gambaran
relasi yang ada? Apakah N selalu berkorban dan mengalah, sementara suami justru
mempersepsi N mendominasi dan kurang menghargai? Apakah suami sungguh menyesal
atau hanya di mulut saja?
Terlepas dari karakteristik
pribadi pembantu, kita perlu menyadari posisi pembantu yang tidak memiliki
posisi tawar dan sangat rentan: mudah mengalami eksploitasi seksual (mungkin
dari majikan pria) dan jadi kambing hitam. Sudah jadi korban masih
dipersalahkan (mungkin oleh majikan perempuan ataupun majikan laki-laki).
Mengapa suami sampai
berhubungan dengan pembantu? Apakah merefleksikan karakteristik pribadi suami
yang sangat lemah (misal: merasa diri kecil dan tak berharga karena mempersepsi
istri sangat dominan), atau ketidakmampuan mengendalikan dorongan seksual dan egoisme
sebagai laki-laki? (memang terobsesi mencari kesenangan seksual, mengobyekkan
dan tidak menghormati perempuan, tidak peduli norma serta tanggung jawab).
Menata masa depan
Memprihatinkan bahwa
kegagalan rumah tangga cukup sering dipersalahkan kepada pihak perempuan atau
istri, termasuk ketika suami melakukan tindakan tidak pantas terhadap (dengan)
pembantu. Tetapi kita juga perlu merefleksi, apakah memang benar orang-orang
lain menyalahkan dan memusuhi ataukah itu perasaan kita sendiri yang sangat malu
dengan kejadian yang dianggap aib sehingga jadi sensitif dan mudah curiga?
Mungkin teman dan tetangga
mendengar kasus itu, sangat terkejut dan bingung harus bereaksi bagaimana
karena takut menambah persoalan. Sementara itu kita sendiri minder dan bingung
sehingga hubungan yang sebelumnya akrab berubah kaku bahkan tak berlanjut.
Setelah meneliti diri
sendiri, pasangan, relasi dengan pasangan, serta semua pihak terkait
(kepentingan anak dan lainnya), kita lebih mengerti dan dapat mengambil
keputusan. Seyogianya kita melanjutkan hubungan karena menganggap ada cukup
banyak hal baik yang masih dapat dipertahankan dan terus dikembangkan. Terlalu
cepat memutuskan berpisah belum tentu merupakan solusi yang baik, tetapi
mempertahankan perkawinan yang terlalu buruk juga belum tentu positif bagi
kepentingan anak.
Bagaimana anak dapat belajar
dengan tenang, mengembangkan rasa bangga dan aman dalam keluarga, jika relasi
ayah-ibu tidak memberikan contoh pembelajaran yang baik? Keputusan harus
diambil dengan kepala dingin setelah mempertimbangkan berbagai hal penting
terkait, jika perlu dengan melibatkan pihak yang dianggap bijaksana dan dapat
memfasilitasi kita menemukan solusi yang tepat.
Perselingkuhan menghancurkan
berbagai hal indah yang pernah dibangun bersama. Semua pihak perlu bersabar dan
memberi waktu bagi diri dan pasangannya untuk dapat menyatukan kembali
keping-keping yang pecah. Suatu hal sulit, tetapi masih mungkin dilakukan
apabila ada ketulusan dan niat baik dari semua.
7. Penutup
Kita sudah melihat soal
selingkuh dari aspek laki-laki. Ada beberapa hal yang mendorong kaum pria untuk
berselingkuh. Dorongan terbesar adalah soal seks. Hal ini dapat dipahami karena
memang pria lebih berorientasi pada seks. Namun perlu juga disadari bahwa
selingkuhnya kaum pria hanya sebatas seks, tidak melangkah lebih dalam. Tidak
ada cinta dalam perselingkuhan yang dibangun oleh pria.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tidak semua pria ternyata menyukai selingkuh. Ada yang
menginginkan kesetiaan. Selingkuh menunjukkan adanya sikap egois dalam hidup.
Karena itu, untuk menghindari terjadinya perselingkuhan, langkah awal yang
harus dilakukan adalah menghilangkan sikap egois tersebut.
Perselingkuhan dapat membawa
kehancuran bagi kepercayaan pasangan dan keluarga serta kehancuran bagi
keluarga itu sendiri. Karena perselingkuhan selalu berujung pada perceraian.
Keindahan dan kebahagian yang pernah dibangun seakan musnah tak berguna.
Sikap yang harus dibentuk
dalam diri kita bila mengetahui pasangan kita selingkuh adalah memaafkan atau
mengampuni. Sikap ini dengan sangat baik dicontohi oleh nabi Hosea. Sekalipun
istrinya sering berselingkuh, Hosea tetap kembali merangkul istrinya dan
memaafkannya. Memang untuk membangun sikap memaafkan membutuhkan kekuatan yang
sangat luar biasa besar. Memaafkan itu merupakan ciri ilahi, bukan manusiawi.
Karena itulah, agar bisa memaafkan, kita perlu minta bantuan kekuatan dari
Tuhan.
diambil dari tulisan 8 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar