Kekristenan
selalu diidentikkan dengan agama kasih. Hal ini dilantarankan Yesus Kristus,
yang menjadi ikon agama kristen (katolik, protestan dan ortodoks), memberikan perintah
baru, yaitu kasih. Ada dua dimensi dari kasih, yaitu kasih kepada Allah dan
kasih kepada sesama. Kedua dimensi ini ibarat 2 sisi uang logam, tak
terpisahkan. Dalam perintah kasih ini tercakup semua hukum Taurat dan hukum
para nabi (bdk. Mat 22: 40).
Yesus
sendiri merupakan ungkapan dan perwujudan kasih Allah. “Karena begitu besar
kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3: 16). Semasa hidup-Nya, Yesus senantiasa
memancarkan kasih, baik lewat sikap, perkataan maupun perbuatan. Wujud kasih
Yesus yang terbesar adalah korban-Nya di kayu salib. “Tidak ada kasih yang
lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yoh 15: 13). Karena itu, bisa dikatakan Yesus adalah wajah
kasih Allah. Yang melihat Yesus, pastilah melihat Allah. “Barangsiapa telah
melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14: 9).
Rasul
Paulus adalah Rasul Kristus. Hidup dan karyanya mencerminkan apa yang telah
diajarkan dan diperintahkan oleh Yesus Kristus. Paulus dengan sangat indah
menjabarkan hukum kasih ke dalam madah kasih (1Kor 13: 4 – 7). Madah kasih
Paulus ini merupakan ungkapan kasih yang selalu ada dalam kehidupan kita
sehari-hari. Inilah madah kasih Paulus:
Kasih itu sabar,
Kasih itu murah hati;
ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan
diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan
yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita
karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala
sesuatu,
percaya segala
sesuatu,
mengharapkan segala
sesuatu,
sabar menanggung segala
sesuatu.
Paus
Fransiskus, dalam Seruan Apostilik Amoris
Laetitia, (no. 90 – 119) mencoba mengulas madah kasih ini, yang dialamatkan
kepada keluarga. Berangkat dari seruan tersebut, kami mengolahnya kembali untuk
kepentingan umum.
Kasih itu sabar
Kata
‘sabar’ di sini harus dikaitkan dengan salah satu sifat Allah, yang diungkap
dalam Perjanjian Lama, yaitu panjang sabar (Kel 34: 6; Bil 14: 18). Selain itu
juga, kata ini perlu dibaca dalam terang Kitab Kebijaksanaan (bdk. 11: 23; 12:
2; 15 – 18), dimana kesabaran Allah selalu memberikan ruang bagi pertobatan. Kesabaran
Allah merupakan tindakan belas kasih-Nya kepada pendosa, dan mengungkapkan
kuasa-Nya yang sejati.
Menjadi
sabar bukan berarti membiarkan orang-orang menganiaya diri kita terus menerus,
atau mengizinkan orang memperlakukan kita sebagai obyek. Jadi, ketika orang
berlaku curang atau tidak adil terhadap kita, bukan lantas kita sabar dan diam
saja. Sebagaimana Allah yang panjang sabar memberikan ruang pertobatan sehingga
orang menjadi lebih baik, demikian pula halnya dengan kita. Kita tak harus
melawan, apalagi dengan kekerasan. Dalam kesabaran itu kita berusaha agar orang
yang berlaku curang atau tidak adil itu menemukan jalan yang benar.
Sering
orang mengatakan bahwa kesabaran itu ada batasnya. Dengan kata lain, membuat
orang menjadi tidak sabar. Mengapa bisa jadi demikian? Hal ini muncul ketika
kita selalu memikirkan yang ideal dan mengharapkan agar kehendak kita terpenuhi
serta menuntut orang lain harus sempurna. Hal-hal tersebut membuat kita jadi
tidak sabar. Kita menjadi mudah marah, agresif dan menjadi sulit hidup bersama.
Kesabaran
diperkuat ketika kita mengakui bahwa orang lain juga mempunyai hak hidup di
dunia ini bersama kita sebagaimana adanya mereka. Kasih selalu mencakup belas
kasih mendalam, yang membimbing untuk menerima orang lain sebagai bagian dari
dunia ini, meskipun ia bertindak dengan cara berbeda sebagaimana yang kita
inginkan.
Kasih itu murah hati
Sebenarnya
kata asli yang digunakan merujuk pada orang baik yang menunjukkan kebaikannya
dalam tindakan-tindakannya. Kata ‘murah hati’ ini berkaitan erat dengan kata
sebelumnya, yakni ‘sabar’. Paulus ingin memperjelas bahwa kesabaran, yang
disebut pada tempat pertama, bukanlah suatu sikap pasif, melainkan sikap yang
disertai kegiatan, reaksi dinamis dan kreatif dalam menghadapi sesama. Kata
‘murah hati’ menunjukkan bahwa kasih itu melakukan kebaikan bagi sesama dan
memperkembangkannya.
Paulus
ingin menekankan bahwa kasih lebih dari sekedar perasaan, tetapi mestinya
dipahami sesuai dengan kata kerja Ibrani “mengasihi”; yaitu melakukan perbuatan
baik. Dengan demikian, kasih memperlihatkan kesuburannya dan memungkinkan kita
mengalami kebahagiaan untuk memberi, keagungan dan kemegahan untuk mencurahkan
diri kita sepenuhnya dengan murah hati tanpa meminta balasan, hanya demi
keinginan untuk memberi dan melayani.
Kasih itu tidak cemburu
Cemburu
atau iri hati merupakan sikap yang berlawanan dengan kasih. Iri hati adalah
suatu bentuk kesedihan yang muncul karena keberuntungan orang lain. Ada
perasaan tidak peduli atas kebahagiaan orang lain; yang diutamakan adalah diri
sendiri. Dalam kasih tidak ada ruang bagi rasa cemburu atas keberuntungan orang
lain. Kasih membuat kita keluar dari diri kita, sedangkan cemburu membuat kita
terkungkung pada diri sendiri. Kasih sejati menghargai keberhasilan orang lain,
tidak merasakan keberhasilan itu sebagai suatu ancaman. Kasih sejati menerima
kenyatakan bahwa setiap orang mempunyai karunia berbeda-beda dan jalan yang
bermacam-macam dalam kehidupan. Orang yang mempunyai kasih akan berusaha
mencari jalan kebahagiaannya sendiri serta membiarkan orang lain menemukan
jalan mereka juga.
Dikaitkan
dengan 10 Perintah Allah, kasih telah menunaikan dua perintah terakhir: “Jangan
mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki
atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang
dipunyai sesamamu.” (Kel 20: 17). Kasih mengantar kita menuju penghargaan
sejati kepada setiap manusia dan pengakuan atas hak mereka untuk bahagia. Kasih
yang tidak cemburu membimbing kita untuk menolak ketidak-adilan dimana sejumlah
orang memiliki terlalu banyak dan yang lain terlalu sedikit, atau untuk
menggerakkan kita menemukan cara membantu masyarakat tersingkir agar dapat
merasakan sedikit sukacita.
Kasih itu tidak memegahkan diri dan tidak
sombong
Secara
sederhana dapatlah dikatakan bahwa kasih itu tidak sombong atau besar kepala.
Sombong bisa dimaknai dengan keinginan untuk menunjukkan diri lebih unggul
sehingga orang lain terkesan. Orang sombong berpikir bahwa dirinya lebih hebat
dari sesungguhnya. Orang yang mempunyai kasih akan berusaha menahan diri untuk
berbicara banyak perihal diri sendiri dan tidak berusaha menjadi pusat
perhatian.
Lawan
kata sombong adalah rendah hati. Sikap rendah hati merupakan bagian dari kasih,
karena untuk dapat memahami, memaafkan dan melayani orang lain haruslah
menyembuhkan kesombongan dan memupuk kerendahan hati. Logika kasih kristiani
bukanlah bagi mereka yang merasa lebih unggul daripada yang lain dan perlu
menunjukkan kekuasaannya, melainkan “barangsiapa ingin menjadi terkemuka di
antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Mat 20: 27).
Kasih itu tidak melakukan yang tidak sopan
Sikap
santun terhadap orang lain merupakan suatu ungkapan kasih. Di sini kasih
berarti juga bersikap ramah. Kasih yang ramah berarti tindakan, kata-kata dan
gerak-gerik kita menyenangkan dan tidak keras atau kaku. Hal itu menunjukkan
bahwa kasih tidak berlaku kasar, tidak bertindak tidak sopan, tidak bertindak
kejam. Sopan santun merupakan sekolah kepekaan dan yang menuntut seseorang memupuk
pikiran dan perasaannya untuk mendengarkan, berbicara, dan pada saat-saat
tertentu bersikap diam.
Bersikap
ramah bukanlah cara yang bisa dipilih atau ditolak; ini merupakan bagian
tuntutan hakiki dari kasih. Ungkapan kasih yang ramah mengajak orang untuk
tidak pesimistis, menonjolkan kekurangan dan kesalahan orang lain untuk
menutupi kekurangan dan kesalahan sendiri. Kasih yang ramah membantu kita tidak
banyak memikirkan keterbatasan orang lain, dan membuat kita menjadi sabar serta
dapat bekerja sama dengan orang lain. Orang yang mengasihi mampu mengucapkan
kata-kata penyemangat yang menghibur, menguatkan, menjadi pelipur dan
menyemangati.
Kasih tidak mencari keuntungan diri
sendiri
Untuk
bisa mengasihi orang lain, pertama-tama kita harus mengasihi diri sendiri. Hal
ini sejalan dengan hukum kasih yang kedua, “Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri.” (Mrk 12: 31). Madah kasih Paulus tentang kasih menyatakan
bahwa kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri dan juga tidak mencari
keinginannya sendiri. Pernyataan kasih ini diungkapkan dengan nada lain oleh
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi: “Janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (2:
4). Di sini mau ditegaskan bahwa melayani orang lain dengan murah hati jauh
lebih mulia daripada mengasihi diri sendiri.
Kasih
dapat melampaui dan melebihi tuntutan keadilan dengan tidak mengharapkan
balasan. Dengan kata lain, kasih itu harus tanpa pamrih. Tingkat kasih terbesar
adalah memberikan nyawa bagi orang lain (bdk. Yoh 15: 13). Bagi Paulus, ada
dasar kenapa kasih itu harus tanpa pamrih. Mengutip kata-kata Yesus, “Kamu
telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan
cuma-cuma” (Mat 10: 8).
Kasih itu tidak pemarah
Pada
madah kasih yang pertama, Paulus mengajak kita bersabar demi menghindari reaksi
kasar terhadap kelemahan dan kesalahan orang lain. Kata ‘marah’ di sini
tidaklah dalam arti yang biasanya, melainkan dalam arti batiniah; kemarahan
batiniah. Ini merupakan kemarahan tersembunyi yang menempatkan kita pada posisi
defensif terhadap orang lain, seolah-olah mereka adalah musuh yang harus
dihindari. Kemarahan seperti ini tidak baik dipelihara karena mengakibatkan
rasa sakit dan akhirnya mengasingkan kita. Kemarahan adalah sehat ketika kita
bereaksi atas ketidak-adilan yang luar biasa, tetapi menjadi berbahaya ketika
hal itu merasuki sikap kita terhadap sesama.
Memang
dalam kehidupan seringkali kita berhadapan dengan orang-orang yang
menjengkelkan, yang dapat memancing kita untuk marah. Akan tetapi, Paulus
mengajak kita untuk tidak sampai marah yang bersifat batiniah. Madah kasih ini
terkait erat dengan madah kasih pertama: sabar. Reaksi batin terhadap
kejengkelan yang disebabkan orang lain seharusnya adalah memberkati dengan
tulus, mengharapkan hal yang baik bagi orang lain, meminta Allah untuk
membebaskan dan menyembuhkan orang itu.
Kasih tidak menyimpan kesalahan orang
lain
Jika
kita membiarkan perasaan buruk merasuki hati kita, kita memberi ruang kepada rasa
benci yang bersarang di dalamnya, dan akhirnya menjadi dendam. Kata asli yang
dipakai Paulus berarti kasih yang tidak memperhitungkan kejahatan atau tidak
menyimpan kebencian. Karena itu, dalam kasih ada pengampunan, yang berlandaskan
pada sikap positif yang berupaya memahami kelemahan orang lain dan memaafkan
mereka.
Untuk
dapat mengampuni kita perlu memiliki pengalaman yang membebaskan dalam memahami
dan mengampuni diri sendiri. Sering kesalahan kita atau kritik dari orang lain
mengakibatkan hilangnya penghargaan terhadap diri sendiri, sehingga kita
bersikap waspada terhadap orang lain, menghindari afeksi dan akhirnya menjadi
takut berelasi.
Kasih itu tidak bersukacita karena ketidak-adilan
tetapi karena kebenaran
Di
dunia ini selalu saja ada orang yang senang melihat ketidak-adilan terjadi atas
diri orang lain, apalagi orang tersebut musuh atau yang dibenci. Sikap seperti
ini jelas bertentangan dengan semangat kasih yang dimaksud Paulus. Kita harus
berbahagia di dalam kebenaran, tak peduli kebenaran itu datang dari siapa. Kita
bersukacita atas kebaikan orang lain ketika kita mengakui martabat mereka dan
menghargai kemampuan dan perbuatan baik mereka.
Ketika
seorang yang mengasihi dapat berbuat baik bagi orang lain, atau melihat orang
lain berbahagia, mereka sendiri hidup dengan sukacita dan dengan demikian ia
memuliakan Allah. Tuhan kita secara khusus menghargai mereka yang bersukacita
atas kebahagiaan orang lain. Bila kita tidak memupuk kemampuan untuk menikmati
kebaikan orang lain, dan terutama hanya memperhatikan kebutuhan kita sendiri,
kita menghukum diri kita sendiri untuk hidup dengan sedikit sukacita.
Kasih itu menutupi segala sesuatu
Ungkapan
“menutupi segala sesuatu” berbeda dengan “tidak memperhitungkan kejahatan”.
Ungkapan ini berkaitan dengan penggunaan lidah. Hal ini terlihat dalam sikap
diam terhadap keburukan yang mungkin ada pada diri orang lain. Artinya, kita
membatasi sikap menghakimi, menahan dorongan untuk mengeluarkan suatu perkataan
yang kasar dan memfitnah. Berhenti merusak citra orang lain adalah cara untuk
memperkuat citra kita sendiri. Orang yang memiliki kasih menyadari bahwa dalam
diri setiap orang selalu ada sisi negatif dan positif, sehingga kita tidak
hanya fokus pada kelemahannya saja.
Bukan
lantas berarti kasih yang demikian membuat kita abai terhadap kelemahan dan
kekurangan orang lain. Kita tetap terpanggil untuk dapat memperbaiki kelemahan
dan kekurangan tersebut, dengan memperhatikan nasehat Kristus, “Keluarkanlah
dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk
mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Mat 7: 5). Yang dimaksud Paulus
di sini adalah agar ketika kita melihat kelemahan dan kekurangan orang lain,
kita lebih memilih berdiam daripada mengumbarnya kepada orang lain. Ada tujuan
tersembunyi dari mengumbar itu, yaitu agar orang tersebut merasa malu.
Kasih itu percaya segala sesuatu
Percaya
di sini dapat dilihat sebagai sikap tidak mencurigai orang lain berbohong atau
menipu. Kepercayaan ini memampukan suatu relasi menjadi bebas. Kita tak harus
mengontrol orang lain. Kasih itu mempercayai dan membebaskan. Kebebasan ini
akan memberi ruang kemandirian. Ketika seseorang mengetahui bahwa dirinya dipecaya
dan dihargai, maka ia menjadi terbuka dan tidak menyembunyikan sesuatu.
Kasih itu mengharapkan segala sesuatu
Ungkapan
yang dipakai Paulus di sini bermakna tidak putus asa terhadap masa depan.
Ungkapan ini menyatakan harapan seseorang yang mengetahui bahwa orang lain
dapat berubah, menjadi dewasa dan memancarkan keindahan yang tidak terbayangkan
serta berseminya potensi dirinya yang tersembunyi. Orang yang memiliki kasih
akan menerima berbagai hal tertentu yang tidak selalu terjadi seperti yang
diharapkan, namun yakin Allah akan meluruskan garis bengkok dalam hidupnya, dan
kita dapat mengambil beberapa kebaikan dari keburukan yang tidak berhasil
diatasi.
Kasih itu sabar menanggung segala
sesuatu
Ungkapan
ini berarti menanggung setiap pencobaan dengan sikap positif; suatu daya tahan
dinamis dan terus menerus yang mampu menghadapi tantangan apa pun. Kasih
membuat kita berdiri teguh di tengah lingkungan yang bermusuhan; tidak mudah
menyerah, bahkan di saat-saat yang paling gelap. Orang yang memiliki kasih tidak
akan mudah atau suka mengeluh atas situasi atau penderitaan yang dihadapi,
tetapi berusaha menghadapinya dengan sikap positif. Kasih tidak membiarkan diri
dikuasai rasa benci atau penghinaan kepada orang lain, atau hasrat untuk
membalas dendam.
Dabo
Singkep, 15 April 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar