“Minggu lalu kita merayakan kebangkitan Tuhan.
Hari ini kita menyaksikan kebangkitan murid-Nya.” Inilah kalimat pembuka Paus
Fransiskus dalam misa Minggu Kerahiman Ilahi di Gereja Roh Kudus di Saxony,
sekitar 200 meter dari lapangan Santo Petrus, pada 19 April 2020. Karena langkah-langkah
keamanan covid-19, misa dirayakan tanpa kehadiran umat beriman.
Paus
Fransiskus menceritakan satu minggu setelah Yesus bangkit dari mati, para murid
masih “bersembunyi ketakutan di tempat dengan pintu-pintu terkunci.” Tanggapan
Yesus terhadap ketakutan mereka adalah “Damai sejahtera bagi kamu!” Yesus
memulai dari awal, jelas Paus Fransiskus. Kebangkitan murid-Nya dimulai dengan
kesetiaan, belas kasihan yang sabar. Dengan cara itu kita belajar bahwa Allah
tidak bosan mengangkat kita kalau kita jatuh. Allah seperti seorang ayah yang
mengizinkan kita mengambil langkah-langkah tentatif dan mengangkat kita setiap
kali kita jatuh.
“Tangan
yang selalu membuat kita berjalan kembali adalah belas kasihan”, papar Paus
Fransiskus. Allah tahu kita akan terus jatuh. Tetapi Dia akan selalu mengangkat
kita karena “Dia ingin kita melihat kepada-Nya” bukan kegagalan kita. “Tuhan
menunggu kita memberikan kepada-Nya kegagalan-kegagalan kita agar Dia bisa
membantu kita mengalami kerahiman-Nya,” tegas Paus Fransiskus.
Semua
murid telah meninggalkan Yesus. Mereka semua merasa bersalah. Tetapi, bukannya “memberi
mereka kotbah panjang,” Yesus menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka, dimana
Thomas tidak ada di tempat saat pertama kalinya. Namun ketika dia menyentuh
luka-luka itu, “dia melewati para murid lainnya. Dia bukan hanya percaya pada
kebangkitan,” tetapi juga pada kasih Allah yang tak terbatas.
Ketika
“manusia yang terluka (Thomas) memasuki” luka-luka Yesus, dia bangkit dari mati,
ungkap Paus Fransiskus. “Ketika Allah menjadi Allahku ... kita mulai menerima
diri kita sendiri dan mencintai kehidupan apa adanya,” lanjut Paus Fransiskus. Thomas
membantu kita memahami betapa berharganya kita bagi Tuhan dalam kerentanan
kita, seperti kristal yang indah, rapuh, tetapi berharga. Kalau kita seperti
kristal itu, “cahaya kerahiman Yesus akan menyinari kita dan menyinari dunia melalui
kita.” Cahaya itu akan membantu kita menunggu orang lain, seperti Yesus
menunggu Thomas, maka tidak ada seorang pun tertinggal saat seluruh dunia pulih
dari krisis covid-19.
“Sikap
acuh tak acuh yang mementingkan diri sendiri adalah krisis yang lebih buruk
daripada pandemi,” papar Paus Fransiskus memperingatkan. Sikap itu “disebarkan
oleh pemikiran bahwa kehidupan lebih baik kalau lebih baik untuk saya.” Paus
Fransiskus memohon agar kita belajar dari umat kristen perdana. Karena mereka
telah “menerima kerahiman dan hidup dengan kerahiman,” mereka mengumpulkan
semua sumber daya mereka bersama-sama, dan membagikannya kepada orang-orang
yang membutuhkan. “Ini bukan ideologi. Itulah agama kristen,” tegas Paus Fransiskus.
Paus
Fransikus mengakhiri homili dengan mendorong kita menyambut krisis saat ini
sebagai “kesempatan untuk mempersiapkan masa depan kita bersama.” Upaya
pemulihan perlu merangkul semua orang. Kalau tidak “tidak akan ada masa depan
bagi siapa pun. Paus Fransikus mengingatkan “Kasih Yesus yang sederhana dan
melumpuhkan” menghidupkan kembali hati Thomas. Semoga kita juga menerima
kerahiman Yesus dan menunjukkan kerahiman itu kepada orang-orang paling erntan.
“Itulah yang menyelamatkan dan membangun dunia,” pungkas Paus Fransikus
diolah dari Pena Katolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar