Orang-orang
Kristen dipanggil untuk mengikuti semangat sabda bahagia dengan menghibur orang
miskin dan tertindas, terutama migran dan pengungsi yang ditolak, dieksploitasi
dan dibiarkan mati, demikian ujar Paus Fransiskus dalam homilinya pada misa 8
Juli untuk memperingati ulangtahun keenam kunjungannya ke pulau Mediterania,
bagian selatan Lampedusa. Mereka yang terkecil, yang dibuang, dipinggirkan,
ditindas, disingkirkan, disalah-gunakan, dieksploitasi, ditinggalkan, miskin
dan menderita berseru kepada Tuhan, meminta untuk dibebaskan dari kejahatan
yang menimpa mereka.
“Mereka
adalah manusia, bukan semata-mata masalah sosial atau migran. Ini bukan hanya
tentang migran, dalam arti bahwa migran adalah manusia dan mereka adalah simbol
dari semua yang ditolak oleh masyarakat global saat ini,” papar Paus Fransiskus.
Menurut
Vatikan, sekitar 250 migran, pengungsi dan relawan menghadiri misa yang
dirayakan di Basilika Santo Petrus. Paus Fransiskus menyapa setiap orang yang
hadir setelah misa. Dalam homilinya, Paus Fransiskus merenungkan bacaan pertama
dari Kitab Kejadian, dimana Yakob memimpikan tangga menuju surga dan utusan
Allah naik turun di atasnya.
Tidak
seperti menara Babel, yang merupakan upaya umat manusia untuk mencapai surga dan
menjadi dewa, tangga dalam mimpi Yakob adalah sarana yang digunakan Tuhan untuk
turun ke umat manusia dan menyatakan diri; Tuhan-lah yang menyelamatkan, jelas Paus
Fransiskus. “Tuhan adalah tempat perlindungan bagi umat beriman, yang
memanggilnya pada masa krisis besar.”
“Karena
memang pada saat-saat seperti itulah doa kita menjadi lebih tekun, ketika kita
menyadari bahwa keamanan yang ditawarkan dunia hanya memiliki sedikit nilai dan
hanya Tuhan. Hanya Tuhan yang membuka surga bagi mereka yang hidup di bumi. Hanya
Tuhan yang menyelamatkan.”
Bacaan
Injil dari St. Matius, yang mengingatkan Yesus menyembuhkan seorang wanita yang
sakit dan membangkitkan seorang gadis dari kematian, juga mengungkapkan perlunya
pilihan khusus bagi yang paling sedikit, mereka yang harus diberi barisan depan
dalam pelayanan karitatif. “Perhatian yang sama,” lanjut Paus Fransiskus, “harus
meluas ke orang-orang rentan yang melarikan diri dari penderitaan dan kekerasan
hanya untuk menghadapi ketidak-pedulian dan kematian.”
Mereka
yang terkucil ini ditinggalkan dan ditipu agar mati di padang pasir, yang
paling kecil ini disiksa, dilecehkan dan dilanggar di kamp-kamp tahanan; yang
paling kecil ini menghadapi gelombang laut yang ganas, papar Paus Fransiskus.
Pemimpin
Gereja Katolik sedunia ini mengatakan gambar tangga Yakob mewakili hubungan
antara surga dan bumi yang dijamin dan dapat diakses oleh semua orang. Namun,
untuk mendaki tangga-tangga itu, dibutuhkan komitmen, usaha dan rahmat. “Saya
suka berpikir bahwa kita bisa menjadi malaikat-malaikat, yang naik dan turun,
melindung di bawah sayap untuk mereka yang kecil, lumpuh, sakit dan dikucilkan,”
jelas Paus Fransiskus.
“Mereka
yang paling sedikit, yang kalau tidak akan tetap tinggal dan hanya akan
mengalami kemiskinan yang melanda di bumi, tanpa melihat sekilas dalam
kehidupan ini apa pun dari kecerahan surga,” seru Paus Fransiskus.
Seruan
Paus Fransiskus untuk belas kasih terhadap para migran dan pengungsi kurang
dari seminggu setelah kamp penahanan migran di Tripoli, Libya, dibom dalam
serangan udara. Pemerintah Libya menyalahkan serangan 3 Juli itu terhadap
Tentara Nasional Libya, yang dipimpin oleh Jenderal militer Khalifa Haftar.
Menurut
jaringan televisi Al-Jezeera, serangan udara menewaskan hampir 60 orang,
sebagian besar migran dan pengungsi dari negara-negara Afrika, termasuk Sudan,
Ethiopia, Eritrea dan Somalia. Paus Fransiskus mengecam serangan itu dan
mengajak para peziarah berdoa untuk para korban selama pidatonya pada Doa
Angelus 7 Juli.
sumber UCAN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar