Kewenangan pembatalan ada pada dewan tribunal keuskupan. Setelah
menyidang satu kasus perkawinan, tribunal akan memberikan keputusan: afirmative atau negative. Afirmatif berarti perkawinan yang digugat memang tidak
sah alias batal; negative berarti perkawinan tersebut sah. Jika putusan tribunal
keuskupan negative, pemohon dapat
mengajukan banding ke tribunal banding (untuk Keuskupan Pangkalpinang, tribunal
bandingnya adalah Tribunal Keuskupan Agung Palembang).
Jika keputusan awal tribunal adalah affirmative, maka pemohon tidak perlu lagi harus banding. Paus Fransiskus,
melalui motu proprio ”Mitis Iudex Dominus
Iesus” memberikan kemudahan satu
putusan pengadilan untuk mendukung pelaksanaan nulisitas. Karena itu, jika
sudah ada keputusan affirmatif, maka
perkawinan yang digugat dinyatakan batal.
Bagaimana jika perkawinan sudah dinyatakan batal? Yang pasti orang
bisa menikah kembali dengan sah. Namun, harus diingat bahwa kita tidak hanya
sebagai warga Gereja, tetapi juga warga negara. Karena itu, sebelum menikah kita
harus juga mendapat legalisasi pembatalan perkawinannya secara sipil. UU no 1
thn 1974 tentang perkawinan, pasal 25 menyatakan permohonan pembatalan
perkawinan diajukan ke pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan diadakan
atau tempat tinggal kedua suami isteri. Dengan surat keputusan pengadilan itu,
kita langsung ke Dinas Pencatatan Sipil agar akta nikah sipil kita juga
dibatalkan.
Setelah mendapatkan kebatalan dari pengadilan sipil dan pencatatan
sipil, barulah kita bisa menikah. Dan ingat, sebagai warga negara yang baik, setelah
menikah kita harus mengurus perkawinan kita ke dinas pencatatan sipil agar kita
mendapatkan akta nikah sipil.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar