Pembatalan sebuah ikatan perkawinan tidaklah sama dengan
perceraian. Pembatalan dilakukan karena ikatan perkawinan dari semula (sebelum
ikatan itu disahkan di hadapan petugas resmi Gereja) tidak sah atau cacat
secara hukum. Ini dilakukan karena Gereja memandang bahwa rumah tangga bahagia
hanya bisa dibangun atas dasar ikatan yang sah. Bagaimana caranya untuk
membatalkan perkawinan itu?
Pertama-tama perlu diketahui bahwa wewenang pembatalan ini ada pada dewan tribunal keuskupan. Karena itu, permohonan pembatalan itu dialamatkan ke sana. Yang bisa mengajukan permohonan ini adalah suami dan/atau isteri, dan promotor iustitiae (kan.1674).
Sebelum ke tribunal, ada baiknya pemohon/penggugat menghadap ke pastor yang ada di paroki untuk mengungkapkan niatnya. Pastor akan meminta pemohon untuk membuat libellus. Dalam libellus ini ada uraian riwayat perkawinan, yang dimulai dari masa pacaran hingga terjadinya perpisahan, yang tak mungkin disatukan lagi. Pastor akan membantu supaya dalam libellus tersebut akan terlihat caput yang menjadi dasar untuk pembatalan perkawinan. Tak lupa juga untuk melampirkan saksi-saksi yang dapat dimintai keterangan untuk meneguhkan pernyataan pemohon dalam libellus.
Setelah libellus selesai, maka berkas tersebut dikirim ke tribunal keuskupan. Selanjutnya menjadi tugas mereka untuk menyidangkannya. Suatu saat tribunal akan memanggil, baik pemohon, tergugat dan juga para saksi, untuk didengarkan keterangannya. Tribunal juga akan mendengarkan suara dari para ahli. Bila tiba waktunya, tribunal akan memberikan keputusan: afirmative atau negative. Afirmatif berarti perkawinan yang digugat memang tidak sah alias batal; negative berarti perkawinan tersebut sah.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar