Setiap
manusia pasti punya nama, entah satu kata atau beberapa kata. Biasanya nama
menunjukkan identitas seseorang. Akan tetapi, nama tidak hanya sekedar
menunjukkan identitas saja, melainkan memiliki makna yang berdampak pada hidup
mereka yang menggunakannya. Ada harapan orangtua dan pesan tersembunyi di balik
sebuah nama.
Orang
katolik biasanya akan memberi nama anaknya pada saat baptis. Ini dikenal dengan
nama baptis. Setiap orang katolik pasti punya nama baptis. Namun pertanyaannya
adalah apa yang dimaksud dengan nama baptis. Kitab Hukum Gereja menganjurkan anak-anak yang dibaptis memiliki nama
yang tak asing dari citarasa kristiani (kan. 855). Karena itu, bisa dikatakan
bahwa nama baptis adalah nama yang tak asing dari citarasa kristiani. Apa
maksud citarasa kristiani?
Umumnya
orang katolik akan menggunakan nama
santo santa atau orang kudus
sebagai nama dirinya. Membaca nama orang kudus, orang langsung
mengasosiasikannya dengan katolik. Jadi, nama anak yang mau dibaptis memiliki
nama yang diambil dari nama santo-santa atau orang kudus. Banyak orang memahami
nama anak dengan citarasa kristiani adalah nama santo santa. Orang memahaminya
demikian, karena dalam upacara baptis atas ritus litani, berdoa kepada
santo-santa pelindung, yang menjadi nama baptis calon baptis.
Harus
ditegaskan bahwa citarasa kristiani tidak melulu hanya nama santo dan santa.
Citarasa kristiani bisa juga merujuk pada nama-nama tokoh yang ada dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru. Jadi, anak bisa diberi nama Adam, atau Yakob, Samuel, Musa,
Ruth, Sarah, Yeremia, Elia, Hana, Onesimus, Zakheus, dll. Sangat jelas bahwa
nama yang diambil selalu memiliki peran positip, karena kesan positip itu
diharapkan berpengaruh kepada mereka yang menyandang nama tersebut.
Selain
itu, citarasa kristiani juga dapat merujuk pada nilai-nilai kekristenan atau istilah-istilah
yang tak asing dalam dunia kristiani. Berikut ini sebagai contoh untuk nama
yang diambil dari dunia kristiani: Immanuel,
Asumpta, Imakulata, Fatima, Gloria, Hosana,
Adoramus, Natal, Paskah, Adven, Cinta, Kasih, Yesus, Maranatha, Firman, Effata,
Wahyu, dll. Berikut ini contoh nama yang mengungkapkan nilai-nilai
kristiani: Wicaksana, Waskita, Gusti,
Agung, Arif, dll.
Dari uraian tersebut, orangtua bisa memberi nama baptis pada anaknya misalnya Ruth (nama tokoh Kitab Suci Perjanjian Lama), karena mungkin orangtua kagum dengan tokoh tersebut atau ada harapan putrinya bisa tampil seperti tokoh tersebut. Atau bisa juga orangtua memberi nama baptis pada anaknya Wicaksana (= bijaksana, salah satu nilai keutamaan kristiani), karena ada harapan kelak anaknya dapat tampil bijaksana.
Menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan ritus litani orang kudus dalam upacara pembaptisan jika nama baptis anaknya tidak diambil dari nama santo santa. Tidak adanya nama santo santa atau tidak disebut nama santo santanya dalam litani orang kudus seakan-akan anak kehilangan tokoh pelindungnya. Ini jelas-jelas salah. Anak tetap memiliki pelindung, karena pelindung utama kita adalah Yesus Kristus.
Persoalannya adalah apakah nama santo santa sebagai nama baptis agar bisa muncul dalam litani merupakan keharusan. Jelas TIDAK. Nama baptis anak tidak wajib dari nama santo santo atau orang kudus. Gereja sendiri hanya menyebut citarasa kristiani. Ini berarti Gereja masih menghargai dan menghormati pilihan orangtua, bahkan menghargai nilai-nilai budaya setempat yang selaras dengan nilai-nilai kristiani.
Jadi, nama dengan citarasa kristiani mengandung tiga hal, yaitu nama tokoh dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, nama tokoh orang kudus Gereja, dan nama yang mengandung nilai-nilai atau unsur bernuansa kristiani. Maka dari itu, orangtua dapat memberi nama putrinya Via Dolorosa, Rosa Mistika, atau kepada putranya Firdaus, karena istilah tersebut sangat kental dengan nuansa/warna kristiani.
Akan tetapi, seringkali terjadi nama baptis merupakan tambahan baru bagi nama yang sudah ada, karena di Indonesia anak sudah diberi nama sejak lahir (tertera dalam surat lahir). Nama dalam surat lahir ini akan dipakai juga dalam akta lahir. Karena itu, tambahan kemudian ini terkadang menimbulkan kekacauan. Akan ada perbedaan nama di beberapa dokumen anak, seperti surat lahir, akta lahir, surat baptis, rapor/ijasah, Kartu Keluarga. Kekacauan ini tentu akan menyulitkan anak di kemudian hari
Karena itu, kapan baiknya nama itu diberikan pada anak? Untuk Indonesia, nama dengan citarasa kristiani itu hendaknya diberikan pada waktu lahir, dan biasanya ditulis dalam surat lahir, yang menjadi pegangan untuk akta lahir. Nama itu juga yang akan dipakai waktu anak dibaptis. Jadi, ketika anak dibaptis, tidak perlu lagi menambah nama baptis baru lagi.
Karena nama dengan citarasa kristiani itu harus sudah diberikan pada waktu lahir, maka sangat dianjurkan orangtua sudah mempersiapkan nama itu jauh-jauh hari. Ada beberapa metode pemilihan nama:
1. Sesuai dengan hari kelahiran. Nama anak diambil dari nama orang kudus yang diperingati persis pada hari kelahiran anak. Untuk itu, suami istari harus punya kelender gerejawi atau buku santo-santa. Umumnya suami istri sudah bisa memprediksikan kapan anak akan lahir. Misalnya, diprediksikan anak akan lahir pada bulan Juli antara tanggal 12 – 19; lihat orang kudus yang diperingati antara tanggal tersebut. Cocokkan tanggal dimana anak lahir dengan tanggal peringatan orang kudus. Jika dalam tanggal itu ada beberapa nama orang kudus, pilihlah yang paling berkesan.
2. Sesuai dengan niat dan kebutuhan suami istri. Mungkin ada suami istri yang sudah punya niat punya 3 anak. Tiga anak ini bisa saja didedikasikan kepada Malaikat Agung: Gabriel, Mikael dan Rafael. Tiga nama ini dapat menyesuaikan dengan jenis kelamin anak. Misalnya, Gabriella, Mikaela dan Rafaela untuk anak perempuan. Atau mungkin ingin punya 4 anak, karena mau didedikasikan kepada keempat penulis: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.
3. Sesuai dengan devosi atau kecintaan orangtua. Mungkin ada suami atau istri yang punya devosi atau kecintaan pada salah satu tokoh orang kudus tertentu. Misalnya, suami atau istri punya devosi khusus pada Bunda Maria. Maka, nama anak-anaknya bisa saja tak jauh dari unsur Maria. Anak cowok bisa dinamaka Mario. Cewek bisa macam-macam, seperti Maria Imakulata, Maria Asumpta, Maria Dolorosa atau Maria Fatima. Contoh lain, ada keluarga, dimana sang suami dulu pernah menjadi bagian dari Ordo Fransiskan. Karena cintanya pada fransiskan, nama-nama anaknya tak jauh dari orang kudus dari Ordo Fransiskan.
4. Sesuai dengan peristiwa tertentu. Seorang ibu hamil, ketika mengikuti misa kudus, janinnya bergerak-gerak menyanyikan lagu kemuliaan. Orangtua bisa menamai anaknya Gloria. Jika anak lahir pada masa adven, maka anak bisa diberi nama Adven atau Advenia untuk cewek. Atau anak lahir tepat jam 12.00 atau 06.00/18.00, yang dalam tradisi Gereja dikenal saat doa angelus, maka anak bisa diberi nama Angelus (Angelika, untuk anak cewek) atau Regina Ceali (jika lahir pada masa paskah).
5. Sesuai dengan nama idola tokoh tertentu yang beragama katolik. Mungkin suami isteri punya tokoh idola tertentu, misalnya, imam, artis, pemain olah raga, dll. Nama tokoh idola itulah yang dijadikan nama anaknya. Perlu dipahami keteladanan untuk anak bukan saja diambil dari keteladanan tokoh idola itu saja, tetapi juga dari nama yang disandangnya. Sebagai contoh, ada pasutri mengidolakan Rm. Agustinus Wibisono, bukan hanya karena telah memberkati mereka, tapi juga terkesan dengan kepribadiannya. Anak mereka kelak akan diberi nama Agustinus, dan teladan yang diambil bukan saja dari teladan pator itu saja melainkan juga dari Santo Agustinus.
Bandung, 26 Juli 2018
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar