Setiap
tanggal 17 Agustus, semua warga Indonesia akan bergembira merayakan hari ulang
tahun kemerdekaan bangsa Indonesia. Aneka kegiatan diselenggarakan, dimulai
dari tingkat RT/RW hingga skala nasional. Warga Indonesia di luar negeri pun
tak mau ketinggalan. Semua bergembira dan bersyukur atas rahmat kemerdekaan
yang Tuhan anugerahkan.
Ada begitu
banyak bentuk acara untuk bersyukur atas anugerah kemerdekaan tersebut. Umat Kristen
Katolik selalu menghaturkan syukur itu lewat perayaan ekaristi. Dan kebetulan
pula, Gereja Katolik Indonesia menetapkan tanggal 17 Agustus itu sebagai Hari
Raya, yang disamakan dengan Hari Minggu. Sangat menarik jika warga Indonesia,
apa pun agama dan kepercayaannya merenungkan butir-butir refleksi HUT
Kemerdekaan ini dalam liturgi Gereja Katolik.
Tulisan
“HUT Proklamasi dalam Liturgi Katolik” coba mengangkat butir-butir refleksi
tersebut. Ada tiga bacaan Kitab Suci dijadikan dasar pijakan refleksi. Bacaan Pertama, yang diambil dari Kitab
Putra Sirakh, lebih ditujukan kepada para pimpinan negeri ini. Di sini mereka
diminta untuk bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya. Inilah wujud dan
makna kemerdekaan. Dengan kata lain, kemerdekaan bukan berarti bebas menindas
rakyat kecil.
Bacaan Kedua,
yang diambil dari Surat Petrus yang pertama, ditujukan untuk rakyat. Di sini
rakyat diajak untuk taat kepada Allah dan bersikap hormat kepada penguasa
negeri. Ajakan ini seakan relevan untuk situasi bangsa saat ini, dimana caci
maki dan hinaan kepada presiden begitu mudahnya diumbar di sembarang tempat. Orang
seakan tidak punya rasa hormat kepada presiden yang terpilih secara demokrasi,
hanya lantaran tidak sesuai dengan selera.
Selain
itu, Rasul Petrus juga mengajak warga untuk memaknai kemerdekaan ini dengan
cara hidup sebagai orang merdeka, bukan dengan menyalah-gunakan kemerdekaan. Penyalah-gunaan
kemerdekaan itu identik dengan menyelubungi kejahatan. Nasehat Petrus ini juga
relevan untuk bangsa ini. Ada begitu banyak rakyat Indonesia menyalah-gunakan
kemerdekaannya, seperti narkoba, korupsi, begal, pergaulan bebas, dan masih
banyak lagi. Penyalah-gunaan kemerdekaan membuat orang kembali tertindas.
Bacaan Injil
menjadi prinsip Gereja Katolik dalam hubungannya dengan negara dimana ia
berada. Gereja Katolik selalu membuat pembedaan antara urusan negara dan urusan
Gereja. Masalah agama akan menjadi urusan Gereja, dan tidak akan dicampur-adukkan
dengan masalah negara.
Demikianlah butir-butir refleksi kemerdekaan Republik Indonesia yang ada dalam Liturgi Gereja Katolik. Menyimak butir-butir tersebut sangat jelas nilai universalitasnya. Butir-butir tersebut tidak hanya ditujukan kepada umat Kristen Katolik saja, melainkan kepada semua warga Indonesia, bahkan semua umat manusia. Lebih lanjut mengenai butir-butir tersebut silahkan baca di sini.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar