Ketika hendak menikah, pasangan calon suami istri pasti punya
cita-cita membangun rumah tangga yang bahagia. Cita-cita itu juga menjadi
tujuan perkawinan katolik (kan 1055 §1). Memang kebahagiaan tidak selalu
terletak pada kelimpahan materi. Uang bukan segalanya, tapi terkadang segalanya butuh
uang. Dengan kata lain, uang bisa menjadi sarana ekonomi penunjang tercapainya
cita-cita keluarga bahagia, meski bukan satu-satunya.
Akan tetapi, untuk mencapai cita-cita itu dibutuhkan
perjuangan. Ada banyak tantangan dan musuh yang berusaha membawa suami istri
menjauh dari kebahagiaan. Beberapa musuh ekonomi keluarga yang perlu dikenali
dan dilawan adalah sbb:
1.
Malas.
Hampir semua kebutuhan rumah tangga menggunakan uang, dan uang didapat dengan
bekerja. Rasul Paulus berkata, “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia
makan.” (2 Tes 3: 10). Karena itu, harus disingkirkan sifat malas, dan
tumbuhkan sifat giat, tekun, ulet dan rajin.
2.
Boros. Boros dipahami sebagai
sifat menghamburkan uang tanpa tujuan penting. Sifat ini muncul ketika orang
tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan keinginan, serta tak bisa membuat
skala prioritas dalam hidup keluarga.
3.
Selingkuh. Ketika orang selingkuh,
pastilah biaya pengeluaran bertambah. Selain itu, perselingkuhan berdampah pada
rusaknya relasi keluarga. Semua ini menjadi faktor yang menjauhkan suami istri
dari cita-cita membangun keluarga bahagia.
4.
Judi.
Orang berjudi biasanya selalu punya pikiran menang, padahal selalu kalah.
Karena itu, uang yang seharusnya bisa dipakai untuk kebutuhan rumah tangga
hilang di meja judi.
5.
Iri Hati. Sifat
ini biasa mewarnai kehidupan masyarakat. Ketika tetangga sudah punya ini, kita
juga ingin punya. Karena itu, membeli sesuatu bukan didasarkan pada kebutuhan,
tapi karena tak mau kalah dengan tetangga.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar