Manusia
adalah makhluk sosial. Kesosialannya menuntut manusia hidup berdampingan dengan
orang lain. Sekalipun semua manusia itu makhluk sosial, tiap manusia punya
keunikan. Ketika keunikan-keunikan tersebut saling bertemu, tak jarang kerap
menimbulkan konflik. Ada iri hati, egoisme, dengki, fitnah, keangkuhan, dan
lain sebagainya. Semua ini akhirnya menimbulkan perselisihan dan permusuhan,
dan dari sini muncullah benci dan dendam.
Semua
hal tersebut di atas, dari iri hati hingga dendam, menurut Paulus dikenal
sebagai perbuatan daging (bdk. Galatia 5: 20), bahwa manusia masih sebagai
manusia duniawi yang hidup secara manusiawi (bdk. 1Kor 3: 3). Di sini Rasul
Paulus menghendaki agar umat manusia hidup dalam roh sehingga
perbuatan-perbuatannya adalah perbuatan roh, seperti tidak gila hormat, tidak
hidup berselisih dan tidak saling dengki (bdk. Galatia 5: 26). Perbuatan roh
itu dapat dilihat dari buahnya, seperti: kasih, sukacita, damai sejahtera,
kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri (bdk.
Galatia 5: 22 – 23).
Apa yang
dikehendaki oleh Paulus, sebenarnya selaras dengan apa yang diajarkan oleh
Tuhan Yesus. Dengan kata lain, Paulus kembali menyampaikan ajaran Yesus Kristus
dengan menggunakan bahasa yang lain. Satu perintah utama Tuhan Yesus adalah
kasih, yaitu mengasihi Tuhan dan juga mengasihi sesama, bahkan musuh
sekalipun (inilah letak keunggulan ajaran kristiani dibandingkan agama lain, seperti islam yang malah ingin membinasakan agama lain). Salah satu wujud kasih adalah mengampuni kesalahan orang terhadap
kita.
Paulus
tidak ingin ada perselisihan dalam hidup umat manusia. Kepada jemaat di
Korintus, Paulus pernah menulis,”Jika di antara kamu ada iri hati dan
perselisihan, bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa
kamu hidup secara manusiawi?” (1Kor 3: 3). Paulus ingin hidup umat manusia itu rukun
dan damai. Karena itu, dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus,
Paulus mengungkapkan kekhawatirannya. “Aku khawatir akan adanya perselisihan,
iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan
dan kerusuhan.” (2Kor 12: 20).
Dua pernyataan
Paulus di atas bisa menjadi refleksi umat manusia dewasa ini, bahwa kita masih
sebagai manusia duniawi yang hanya hidup secara manusiawi jika masih saling
berselisih. Hal tersebutlah yang membuat Paulus merasa khawatir. Terbersit keinginan
Paulus supaya umat manusia hidup dalam kasih dan damai. Paulus tidak mau manusia
hidup dalam perselisihan dan permusuhan.
Oleh
karena itu, Paulus menasehati supaya orang berdoa dengan menadahkan tangan yang
suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan (bdk. 1Tim 2: 8). Sekali lagi, ajaran Paulus ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Tuhan Yesus (bdk. Mat 5: 23 - 24). Paulus mengajak umat
manusia untuk “hidup dengan sopan, seperti pada siang hari; …, jangan dalam
perselisihan dan iri hati.” (Roma 13: 13). Dengan kata lain, Paulus menghendaki
supaya umat manusia mau hidup dalam rukun dan damai, tanpa ada perselisihan dan
permusuhan. Untuk itu, manusia harus hidup dalam kasih, atau melaksanakan
perintah kasih.
Kepada
jemaat di Korintus, Paulus memberikan gambaran kasih itu agar umat bisa dengan
mudah memahami dan menghayatinya. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia
tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan
yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah
dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran.” (1Kor 13: 4 – 6).
Jadi,
dengan kasih kita bisa meruntuhkan keangkuhan diri dan mental mementingkan
diri sendiri sehingga kita bisa menerima uluran tangan persahabatan dan
permintaan maaf orang lain. Kasih juga dapat menghapus iri hati, fitnah dan
dengki, karena kasih itu tidak cemburu.
Koba,
16 Januari 2018
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar