Minggu lalu sudah dibahas tujuan
perkawinan katolik yang pertama. Tujuan perkawinan katolik yang lain adalah
mewujudkan kelahiran
serta pendidikan anak (Kan. 1055 §1). Ada dua hal
penting yang perlu diketahui. Pertama,
dari kodratnya pernikahan terarah kepada kelahiran anak. Anak
diperoleh melalui hubungan suami istri secara manusiawi. Gereja menolak cara
lain seperti bayi tabung. Kedua,
pernikahan tidak hanya berhenti pada kelahiran anak, tapi berlanjut pada
pendidikannya. Harapan Gereja adalah dari keluarga hadir generasi yang lebih
baik dari sebelumnya.
Terkait dengan pendidikan anak, ada dua tempat
terjadinya proses pendidikan, yaitu di rumah dan di sekolah. Di rumah, orangtua adalah pendidik pertama dan utama (Gravissium Educationis no. 3).
Pendidikan sudah dimulai sejak dini, bahkan bisa dimulai sejak anak masih
janin. Menciptakan suasana positif bisa mempengaruhi pertumbuhan moral dan
kepribadian anak. Orangtua harus mengajari anak bagaimana bersikap dalam
kehidupan: hormat kepada yang lebih tua, mau berbagi, memaafkan, jujur, dll.
Di sekolah proses pendidikan ada di tangan
guru, meski peran orangtua tidak lantas hilang. Untuk menunjang proses ini,
adalah kewajiban orangtua untuk menyekolahkan anak hingga ke jenjang tertinggi.
Orangtua harus punya prinsip anak harus lebih dari dirinya. Kalau dia hanya
tamat SMP, maka anak harus tamat SMA atau bila perlu kuliah. Untuk itu dibutuhkan biaya. Maka tugas dan
tanggung jawab orangtua mengusahakan biaya sekolah bagi anaknya.
Sangat penting juga agar orangtua
memotivasi anaknya untuk terus sekolah, bukan mengikuti kemauan anak ketika
anak berhenti sekolah. Orangtua juga harus tahu perkembangan anaknya di
sekolah: tahu jam sekolah, kapan libur, pelajaran-pelajaran sekolah,
nilai-nilai pelajaran, dll. Komunikasi dengan anak tentang sekolah sangat
diperlukan, apalagi bila orangtua mau merasakan suka duka anak di sekolah.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar