Kanon menuntut adanya 2 orang saksi atas pernikahan katolik demi sahnya pernikahan itu
(Kan 1108 §1). Dua orang ini disebut saksi
nikah. Tugas mereka hanya sebagai saksi mata sebuah pernikahan demi sahnya
pernikahan. Namun, ada orang melihat saksi nikah sebagai bentuk lain seperti
wali baptis. Kepada mereka dikenakan juga kewajiban untuk menuntun kedua
mempelai dalam menghayati nilai-nilai keluarga kristiani. Tak jarang juga saksi
ini akan dimintai bantuannya untuk membantu menyelesaikan persoalan dalam
kehidupan rumah tangga yang ia saksikan.
Pemaknaan saksi nikah seperti wali baptis ini adalah ide yang
muncul kemudian, dan tidak ada dalam aturan Gereja Universal (Kitab Hukum
Kanonik). Norma-norma Koplementer
Gereja Partisipatif, sebagai produk hukum bagi Keuskupan Pangkalpinang, juga
tidak mengatur hal tersebut. Artinya, untuk Keuskupan Pangkalpinang
diberlakukan hukum universal, yaitu KHK.
Mungkin ada yang akan bertanya, jika terjadi masalah
(pertengkaran, misalnya) dalam keluarga, siapa yang harus turun tangan. Siapa saja terpanggil untuk membawa
damai. Tuhan Yesus meminta para murid-Nya untuk senantiasa membawa damai (bdk.
Luk 10: 5, Mat 5: 9, Rom 14: 19) Secara khusus, tugas itu diemban oleh para
pastor paroki atau seksi keluarga. Di
beberapa paroki di kota-kota besar ada tersedia ruang konsultasi, termasuk
untuk keluarga, yang ditangani oleh ahli di bidangnya.
Apa saja ketentuan untuk saksi pernikahan katolik?
Pertama-tama dia itu haruslah orang katolik dewasa yang sudah dibaptis dan
tidak terkena hukuman Gerejawi. Saksi bukan orangtua kedua mempelai. Saksi
boleh diambil dari kedua pihak, masing-masing satu orang, atau keduanya hanya
dari satu pihak saja. Saksi nikah tidak dibatasi hanya pada jenis kelamin
tertentu, dan juga tidak harus pasangan suami isteri; kedua saksi nikah bisa
pria semuanya atau sebaliknya perempuan semua, bisa juga berpasangan meski
bukan suami isteri.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar