Tahun 2016 ini ditutup dengan berita panas tentang masalah penodaan agama. Dan pertengahan tahun 2017 diisi dengan berita vonis 2 tahun penjara bagi pelaku penodaan agama. Tokoh utamanya adalah Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa Ahok. Berawal
dari keselip lidah dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, yang mana videonya yang
telah diedit diunggah di dunia maya, Ahok difatwa telah melakukan penodaan agama. Protes,
kecaman dan demo pun mulai menyeruak di negeri ini, bukan hanya di Jakarta
melainkan juga di beberapa daerah Indonesia.
Sekalipun Ahok sudah menyampaikan permintaan maaf dan menjelaskan bahwa
tidak ada niatnya untuk menghina agama islam (Al Quran), sekalipun Nusron Wahid
dan beberapa tokoh islam sudah menyatakan tidak ada kata-kata yang menghina Al
Quran dalam pidato Ahok, umat islam sudah keburu marah. Mungkin sudah didasari
oleh fatwa MUI bahwa Ahok telah melakukan penodaan agama dan ulama. Mereka
tidak memperhatikan isi dan konteks pidato Ahok.
Soal penodaan agama sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi. Penistaan
agama juga sebenarnya bukan hanya dialami oleh umat islam saja. Penodaan agama
juga dialami oleh umat dari agama mana pun, dan sudah terjadi sejak dulu. Salah
satunya adalah umat kristen.
Ini Kisah Nyata
Seorang anak SD berkata kepada pastornya, “Romo, apa benar yang di salib
itu bukan Tuhan Yesus?” Ketika pastor bertanya darimana info itu didapat, siswa
itu menjawab dari guru agama islam. Kemudian anak itu mengatakan bahwa yang
sebenarnya mati di kayu salib itu adalah orang yang menyerupai Yesus. Dengan
tersenyum, pastor itu berkata, “Itu keyakinan mereka. Kita harus menghormatinya.
Keyakinan kita adalah bahwa yang mati di salib adalah Tuhan Yesus. Itu tertulis
dalam kitab suci.”
Pengalaman anak SD di atas bisa terjadi juga di tempat lain. Ada banyak
siswa Kristen, yang karena kekurangan tenaga guru agamanya, terpaksa ikut pelajaran
agama islam. Tentu publik ingat akan Aria Desti Kristiana, seorang mualaf, yang
menjadi islam sejak kelas 1 SD. Bukan tidak mungkin, di sekolahnya ia
menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa dia jawab. Misalnya, kenapa
Tuhan harus disalib? (baca kisahnya di sini: Kisah Mualaf).
Di tempat lain, seorang pemuda yang sudah jadi mulaf, mengatakan kepada
teman-teman kristennya bahwa ajaran Kristen selama ini sudah salah. Secara
tidak langsung, memakai cara tafsir MUI terhadap pernyataan Ahok, pemuda itu
mau mengatakan bahwa para imam dan uskup, sebagai pemegang kuasa mengajar,
telah melakukan pembohongan kepada umat. Ketika ditanya kenapa ajaran Kristen
selama ini salah, dengan tegas pemuda itu berkata bahwa Alkitab sudah
dipalsukan. Sekali lagi, dengan memakai cara tafsir MUI terhadap pernyataan
Ahok, pemuda itu mau mengatakan bahwa Alkitab orang Kristen saat ini membohongi
umat.
Sebenarnya ada banyak kisah penodaan terhadap agama Kristen. Para mualaf
banyak melakukan penodaan terhadap agama Kristen. Akan tetapi, belum pernah
terdengar ada kemarahan, protes terbuka dan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh
umat Kristen. Berbeda dengan umat islam.
Jika ditanya apakah umat islam, terlepas apakah sengaja atau tidak, telah
menistakan agama Kristen? Tentulah jawabannya tidak. Alasannya karena mereka
melaksanakan ajaran agamanya. Apakah agama islam mengajarkan menodakan agama
lain, khususnya Kristen? Silahkan jawab sendiri. Akan tetapi, sebagai umat
beragama yang wajib mengikuti ajaran agamanya, mau tidak mau umat islam akan
berkata bahwa kitab suci orang Kristen palsu, dan bahwa yang mati di salib
bukan Yesus tetapi orang yang menyerupai Yesus.
Jadi, guru agama islam bagi anak SD di atas tidak salah, karena dia hanya
menyampaikan apa yang dikatakan oleh surah An-Nisa ayat 157. Demikian pula
pemuda mualaf di atas tidak salah, karena dia hanya menyampaikan apa yang
dikatakan oleh surah Ali Imran ayat 78. Juga umat islam lainnya tidak salah
kalau mereka mengatakan bahwa tempat bagi orang Kristen adalah neraka,
sekalipun hidupnya baik dan saleh, karena mereka hanya meneruskan apa yang
disampaikan surah At Taubah ayat 73 dan surah Al Maidah ayat 72. Atau jika umat
islam mengatakan bahwa orang Kristen itu kafir, karena Al Quran mengajarkan
demikian (baca surah Al Maidah ayat 72 dan 73).
Dengan demikian terlihat jelas bahwa agama Kristen (termasuk juga umatnya) sudah mengalami penodaan oleh umat islam sejak terbentuknya Al Quran, yang menjadi pedoman
hidup umat islam. Apakah Al Quran mengajarkan umatnya untuk menghina dan menistakan agama lain? Tentulah kita sudah menemukan jawabannya. Yang pasti, hingga kini pun penghinaan itu masih sering terjadi. Tapi,
kenapa umat Kristen diam saja?
Umat Kristen Menyikapi Penistaan Agama
Jika umat islam mengalami penodaan terhadap agamanya, baik itu Al Quran
atau Nabi Muhammad, sudah bisa dipastikan akan ada protes, kemarahan dan aksi
demo. Hal ini dapat dimaklumi karena umat islam diajarkan untuk membela
agamanya. Sekali lagi, pusat ajaran islam adalah Al Quran. Setidaknya ada empat
surah yang bisa dijadikan rujukannya, yaitu surah Muhammad ayat 7, al Hajj ayat
40, al Hadid ayat 25, dan an Nisaa ayat 95. Dan dalam membela itu umat islam
dapat menggunakan kekerasan, supaya orang lain merasakan sikap kekerasan umat
islam. Ini didasarkan pada surah At Taubah ayat 123.
Tidaklah demikian halnya dengan umat Kristen. Tidak ada ajaran dalam kitab
suci yang meminta umat Kristen untuk membela agamanya. Memang ada ajaran
pembelaan agama, yang dikenal dengan istilah apolegetik, namun sifatnya lebih
ilmiah atau rasional. Umat Kristen dapat membela ajaran agamanya dengan
argumen-argumen rasio, bukan emosi.
Lalu, bagaimana orang Kristen menyikapi penodaan agamanya?
Seperti umat agama lainnya, umat beragama wajib melaksanakan ajaran
agamanya. Salah satu inti ajaran agama adalah kitab suci. Nah, kitab suci orang Kristen sudah
memberikan pedoman yang harus dilakukan oleh umatnya ketika menghadapi
penghinaan, aniaya dan permusuhan.
Mengampuni. Ajaran agama yang terkandung dalam Alkitab bukan hanya terlihat pada
perkataan-perkataan Yesus dan para rasul, melainkan juga pada sikap dan
perbuatan Yesus. Ada banyak pengajaran Yesus tentang pengampunan, misalnya yang
terkandung dalam doa Bapa Kami atau mengampuni 70 kali 7 kali (Matius 18: 22).
Yesus menunjukkan tindakan mengampuni ketika Dia mengampuni mereka-mereka yang
mencela, mengolok-olok bahwa menyalibkan Dia (Lukas 23: 34). Oleh karena itu,
ketika menghadapi penistaan agama, umat Kristen mengampuni sebagaimana yang
telah diajarkan kitab suci.
Mengasihi. Agama Kristen terkenal sebagai agama kasih, karena ajaran utamanya adalah
kasih. Ini berawal dari konsep Allahnya yang adalah kasih (1Yohanes 4: 16).
Selain itu ada begitu banyak ajaran untuk mengasihi orang lain, bukan saja yang
baik melainkan juga yang jahat terhadapnya. Misalnya, Yesus berkata, “Kasihilah
musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu.” (Lukas 6: 27). Pada
kesempatan lain Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka
yang menganiaya kamu.” (Matius 5: 44). Oleh karena itu, ketika menghadapi
penistaan agama, umat Kristen mengasihi sebagaimana yang telah diajarkan kitab
suci.
Mendoakan. Daripada membuang energi percuma, dengan aksi unjuk rasa, yang malah dapat
mengganggu kepentingan orang lain, orang Kristen justru mengambil sikap
mendoakan mereka yang memusuhi, membenci bahkan mencaci-makinya. Hal ini sesuai
dengan apa yang telah diajarkan Yesus dalam kitab suci, misalnya Matius 5: 44
dan Lukas 6: 28. Oleh karena itu, ketika menghadapi penistaan agama, umat
Kristen berdoa untuk pelaku penistaan itu sebagaimana yang telah diajarkan
kitab suci.
Memberkati. Umat Kristen diajarkan untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Hal
ini didasari pada nasehat Yesus, “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat
jahat kepadamu.” (Matius 5: 39). Nasehat ini kembali ditegaskan oleh St. Paulus
(Roma 12: 17 dan 1Tesalonika 5: 15) dan St. Petrus (1Petrus 3: 9). Sebagai
gantinya, umat Kristen diminta untuk memberkati. Oleh karena itu, ketika
menghadapi penistaan agama, umat Kristen malah memberkati pelaku penistaan itu
sesuai ajaran kitab suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar