SANTO BRUNO, PENGAKU IMAN
Bruno lahir di kota
Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-cita menjadi imam. Oleh
karena itu, ia kemudian masuk seminari di Rheims. Semasa sekolah ia benar-banar
tekun belajar sehingga studinya dapat diselesaikan dalam waktu singkat dan
ditahbiskan menjadi imam. Pada usia 26 tahun ia ditugaskan kembali di seminari
Rheims sebagai pengajar gramatika dan teologi. Ia pandai mengajar, jujur dan
suka membantu mahasiswa-mahasiswanya yang mengalami kesulitan belajar. Cara
hidupnya sendiri menarik minat banyak mahasiswa akan kehidupan sebagai imam.
Pada umur 45 tahun ia ditunjuk sebagai penasehat uskup Rheims. Inilah saat awal
ia mengalami sesuatu hal baru yang kemudian membawanya ke dalam kehidupan
sebagai petapa. Sayang bahwa pada tahun itu juga uskup Rheims meninggal dunia.
Manases dengan segala
caranya yang licik berhasil menjadi uskup pengganti. Ia menyogok. Bruno yang
menjadi penasehat uskup dan dosen teologi merasa tidak puas dengan taktik licik
dan curang dari Manases. Oleh karena itu ia mengadakan perlawanan keras
terhadap Manases. Kebetulan juga bahwa pada masa itu Bruno menjadi salah
seorang pendukung Paus Gregorius VII dalam usahanya membaharui cara hidup para
rohaniwan. Akibat dari perlawanannya itu ia dipecat Manases dari jabatan dan
tugasnya sebagai pengajar teologi di seminari Rheims.
Tetapi ia tidak putus
asa dengan semua perlakukan Manases. Bersama 6 orang temannya, ia menghadap
uskup Grenoble untuk meminta ditunjukkan suatu tempat pertapaan bagi mereka.
Uskup itu yang sekarang dihormati sebagai Santo Hugo, menunjukkan suatu tempat
yang cocok bagi hidup bertapa di deretan gunung dekat Grenoble, Perancis.
Tempat itu disebut La Grande Chartreuse, yang kemudian dipakai sebagai nama
bagi pertapaannya, yaitu pertapaan ‘Kartusian’. Bruno dengan kawan-kawannya
mendiami tempat itu pada tahun 1084. Sebagai tahap awal, mereka mendirikan
sebuah gereja kecil dan beberapa pondok sederhana di sekelilingnya. Mulanya
setiap pondok ditempati oleh dua orang, tetapi kemudian setiap pondok hanya
untuk satu orang. Dalam pondoknya masing-masing mereka bertekun dalam doa dan
meditasi. Mereka baru berkumpul bersama untuk berdoa pada pagi dan sore hari.
Aturan hidup mereka
tergolong keras: mereka bertekun dalam
doa dan meditasi dan hanya makan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore
hari, kecuali pada hari raya. Itu pun hanya makan roti kering. Mereka tidak
makan daging. Pakaian mereka kasar dan pendek dan rambut bagian tengah kepala
mereka dibotakkan. Tugas utama mereka ialah membaca dan menyalin buku-buku
rohani dan juga bertani.
Mendengar kesucian
hidup Bruno di tengah rimba Chartreuse, Paus Urbanus II, bekas muridnya dahulu,
memanggilnya ke Roma untuk membantu dia dalam tugas-tugas khusus, teristimewa
dalam memperlancar usaha pembaharuan Gereja dan perjuangannya melawan paus
tandingan Klemens III (seorang calon paus yang diajukan oleh kaisar Henry IV
dari Jerman). Dengan taat, Bruno pergi ke Roma untuk membantu Paus Urbanus II.
Di sana sambil menjalankan tugas yang diserahkan kepadanya, ia sendiri tetap
menjalankan cara hidup bertapanya. Tetapi tak lama kemudian, ia mulai merasa
bahwa kota Roma yang bising itu dan pekerjaan-pekerjaan yang begitu banyak
tidak cukup membantu dia berdoa dan bermeditasi dengan tenang sebagaimana
dialaminya di pertapaan. Oleh karena itu ia mengajukan permohonan undur diri
kepada paus gar boleh kembali mejalani hidup sebagai petapa di pertapaannya.
Pada kesempatan itu paus memberikan kepadanya jabatan Uskup Agung dioses
Reggio, Italia, tetapi Bruno menolak jabatan itu karena lebih menyukai hidup di
dalam kesunyian pertapaan. Dengan sepenuh hati paus mengizinkan dia pergi ke La
Torre, Calabria, untuk mendirikan sebuah pertapaan baru. Pertapaan ini
didirikan dengan dukungan keuangan dari Roger, saudara Robert Guiscard.
Di pertapaan La Torre
ini, Bruno meninggal dunia pada tahun 1101. Ia tidak pernah secara resmi
dinyatakan ‘santo’ karena aturan biaranya tidak mengizinkan semua usaha
publisitas. Namun pada tahun 1514 Paus Leo X memberi izin khusus kepada para
Kartusian untuk merayakan tanggal 6 Oktober sebagai tanggal pestanya.
Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar