Dan
temanmu (Muhammad) itu bukanlah orang gila (QS 81: 22)
Publik sudah tahu kalau
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam. Ia dijadikan salah satu sumber iman dan
peri kehidupan umat islam. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an diyakini berasal
dari Allah secara langsung. Artinya, Allah langsung berbicara kepada Muhammad,
dan Muhammad kemudian meminta pengikutnya untuk menuliskannya. Karena itu, umat
islam yakin dan percaya apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan
kata-kata Allah, sehingga Al-Qur’an dikenal juga sebagai wahyu Allah. Karena
Allah itu maha benar, maka benar pula apa yang tertulis di dalamnya. Al-Qur’an
dinilai suci karena Allah adalah mahasuci. Penghinaan terhadap Al-Qur’an
berarti juga penghinaan terhadap Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah telah memberi
bentuk hukuman bagi mereka yang menghina Allah, yaitu hukuman mati (QS al-Maidah:
33).
Al-Qur’an dikenal juga sebagai
kitab atau keterangan yang jelas. Kata “jelas” di sini dimaknai bahwa apa yang
tertulis di dalam Al-Qur’an harus dimaknai secara lugas. Allah sendiri sudah
berfirman bahwa diri-Nya telah memudahkan Al-Qur’an supaya mudah dipahami.
Dengan kata lain, ketika Allah berbicara, Allah tidak menggunakan kata-kata
kias. Karena itu, kata “membunuh” harus dipahami dengan tindakan menghilangkan
nyawa seseorang, tidak ada makna lain. Tidak bisa dimaknai dengan menghilangkan
hawa nafsu. Demikian pula dengan kata “perang” atau “jihad”.
Berangkat dari premis-premis di atas,
dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan
Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad. Meskipun demikian tetap harus
diakui bahwa kutipan di atas tidaklah sepenuhnya merupakan perkataan Allah. Apa
yang tertulis di dalam tanda kurang, yaitu “Muhammad”, harus diakui sebagai
tambahan kemudian yang berasal dari tangan-tangan manusia. Aslinya wahyu Allah
ini berbunyi sebagai berikut: “Dan temanmu itu bukanlah orang
gila.” Ketika wahyu Allah, yang dalam bentuk aslinya ditelaah
dengan nalar akal sehat, maka yang dijumpai adalah ketidak-jelasan.
Pertama-tama harus disadari, secara logika bahasa, kutipan ayat asli ini
diucapkan Allah kepada Muhammad, karena Muhammad adalah lawan bicara Allah.
Menjadi pertanyaan, siapa teman Muhammad yang bukan orang gila itu.
Mungkin ulama islam di kemudian hari kebingungan menemukan orang tersebut sehingga akhirnya menambah kata “Muhammad” sebagai penjelasan dari kata “temanmu”. Dengan demikian, wahyu Allah itu bisa dimaknai bahwa Muhammad itu bukanlah orang gila. Penambahan ini bukannya tanpa masalah. Setidaknya ada 2 masalah yang lahir dari penambahan itu.
1. Kata
“Muhammad” ditambahkan untuk membuat wahyu Allah itu menjadi jelas. Karena itu,
bisalah dikatakan bahwa sebenarnya wahyu Allah yang asli tidaklah jelas.
Tentulah hal ini bertentangan dengan wahyu Allah sendiri yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an adalah kitab atau keterangan yang jelas. Dengan kata lain, wahyu
Allah ini menyangkal kata-kata Allah sendiri bahwa wahyu-Nya itu jelas. Kutipan
wahyu Allah di atas dengan tegas menyatakan bahwa wahyu Allah tidak jelas.
2. Kata
“Muhammad” ditambahkan sebagai penjelasan dari kata “temanmu”. Dengan perkataan
lain, kata “temanmu” sama artinya dengan “Muhammad”. Secara nalar akal sehat,
tentulah langsung terlihat bahwa penambahan kata itu tidak sesuai dengan maksud
dan kehendak Allah, karena bagi Allah yang bukan gila itu adalah temannya
Muhammad. Saat Allah berbicara dengan Muhammad, “temanmu” itu adalah sosok lain
di luar Allah dan Muhammad. Jika yang bukan gila itu adalah Muhammad, tentulah
Allah akan berkata, “Dan engkau ini bukanlah orang gila.” Karena itu,
haruslah dikatakan bahwa penambahan dari tangan-tangan manusia ini telah
mengubah wahyu Allah, padahal Allah telah berfirman bahwa wahyu-Nya tidak bisa
diubah (QS al-Kahf: 27).
Meskipun demikian, marilah
kita tetap mengikuti kemauan para ulama islam bahwa kata “kawanmu” itu dimaknai
sebagai “Muhammad”. Jadi, secara tidak langsung mau dikatakan bahwa kutipan
wahyu Allah di atas berarti, “Muhammad bukalah orang gila.” Kenapa tiba-tiba
muncul pernyataan Allah bahwa Muhammad bukan orang gila? Bukan tidak mungkin pernyataan
ini merupakan bentuk pembelaan dan peneguhan Allah kepada Muhammad yang
menghadapi tudingan dari orang-orang kafir bahwa dirinya gila. Dengan demikian
bisalah dikatakan bahwa kala itu orang-orang kafir mengatakan bahwa Muhammad
adalah orang gila. Pernyataan orang-orang kafir ini tentulah membuat Muhammad
jadi cemas. Muhammad takut pernyataan orang-orang kafir itu membuat pengikutnya
percaya dan akhirnya meninggalkannya. Menghadapi ketakutan dan kecemasan inilah
Muhammad akhirnya menciptakan kalimat “Dan
temanmu itu bukanlah orang gila.” Kalimat ini diucapkannya
kepada para pengikutnya yang menganggap dirinya sebagai sahabat mereka, dan
kemudian dikatakan bahwa kalimat itu dari Allah.
Jadi, di balik wahyu Allah ini
sebenarnya ada pernyataan dari orang-orang kafir bahwa Muhammad adalah orang
gila. Pertama-tama perlu dipahami bahwa kata “gila” memiliki makna negatif.
Munculnya wahyu Allah ini secara tidak langsung menegaskan makna tersebut. Yang
dimaksud “orang gila” di sini adalah orang yang tidak waras atau tidak normal. Menjadi
pertanyaan, apakah pernyataan orang-orang kafir itu ada dasarnya atau tanpa
dasar. Jika tanpa dasar, maka pernyataan itu merupakan fitnah, yang mungkin
lahir dari iri hati dan kebencian. Namun jika ada dasarnya, maka haruslah
diakui bahwa Muhammad sungguh gila.
Pernyataan orang-orang kafir
soal Muhammad gila mungkin bisa dikaitkan dengan pernyataan mereka soal
Al-Qur’an. Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mengatakan bahwa orang-orang
kafir menilai Al-Qur’an merupakan sesuatu yang diada-adakan Muhammad. Dalam
pernyataan ini terkandung kebohongan, kepalsuan, bahasa yang kacau dan juga
kengawuran. Umumnya bicara orang gila selalu ngawur atau apa yang dikatakan
tidak sesuai dengan kenyataan. Kebohongan dan kengawuran jamak dijumpai dalam
Al-Qur’an. Semua hal inilah menjadi dasar yang menghantar orang-orang kafir
mengambil kesimpulan: Muhammad itu orang gila.
Dengan demikian, tudingan
orang-orang kafir bukan tanpa dasar, melainkan mempunyai dasar. Karena itu,
haruslah diakui bahwa memang Muhammad sungguh gila.
Lingga, 12 Desember
2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar