Wahai
rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba
dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut
mereka, “Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman; dan juga
orang-orang Yahudi yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong dan sangat
suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang
kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. […] (QS
5: 41)
Al-Qur’an adalah kitab suci
umat islam. Ia dijadikan salah satu sumber iman dan peri kehidupan umat islam,
selain hadis. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an diyakini berasal dari Allah
secara langsung. Artinya, Allah langsung berbicara kepada Muhammad, yang
kemudian meminta pengikutnya untuk menuliskannya. Karena itu, umat islam yakin
dan percaya apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah,
sehingga Al-Qur’an dikenal juga sebagai wahyu Allah. Berhubung Allah itu
diyakini sebagai maha suci, maka Al-Qur’an pun adalah suci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan terhadap keluhuran Allah. Allah sudah meminta kepada umat islam untuk memberi hukuman berat bagi mereka yang
melakukan hal itu dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah: 33).
Umat islam percaya Al-Qur’an dikenal sebagai kitab kebenaran, karena sumbernya adalah Allah yang
diyakini sebagai mahabenar. Allah sendiri sudah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran
yang meyakinkan (QS al-Haqqah: 51). Hal inilah yang kerap membuat umat islam
menilai sesuatu di luar islam dengan menggunakan tolok ukur Al-Qur’an. Selain sebagai
kitab kebenaran, Al-Qur’an juga dikenal
sebagai kitab yang jelas, karena bersumber dari Allah yang maha mengetahui dan maha sempurna. Jika ditanya kepada umat islam kenapa Al-Qur’an
merupakan kitab yang jelas, pastilah mereka menjawab karena itulah yang
dikatakan Al-Qur’an.
Berangkat
dari premis-premis ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan
berasal dari Allah dan merupakan satu kebenaran. Apa yang tertulis pada kutipan
di atas (kecuali yang ada di dalam tanda kurung), semuanya diyakini merupakan kata-kata
Allah, yang kemudian ditulis oleh manusia. Seperti itulah kata-kata Allah saat
berbicara kepada Muhammad. Karena surah ini masuk dalam kelompok surah Madaniyyah, maka bisa dipastikan bahwa Allah menyampaikan wahyu ini
saat
Muhammad ada di Madinah.
Sebenarnya kalimat Allah dalam
ayat 41 ini sangatlah panjang. Wahyu Allah ini terdiri dari 8 kalimat. Akan
tetapi, fokus kajian ini hanya pada empat kalimat pertama. Kalimat pertama dan
kedua dapat dijadikan hantaran untuk bisa memahami dua kalimat berikutnya
(bahkan kalimat lainnya juga).
Wahyu Allah diawali dengan seruan yang langsung ditujukan kepada Muhammad. “Wahai Rasul!” Dalam kitab Al-Qur’an sekarang, sesudah kata rasul ada tambahan dalam tanda kurung dengan kata “Muhammad”. Ini mau menyatakan bahwa yang dimaksud rasul itu adalah Muhammad. Sebenarnya tanpa diberi tambahan keterangan pun, pembaca sudah paham siapa yang dimaksud rasul itu, dengan mengaitkan konteks ayat Al-Qur’an. Allah berbicara dengan Muhammad. Karena itulah wajar bila yang disapa-Nya itu adalah Muhammad. Tidak mungkin orang lain. Ini juga menjelaskan kata ganti “engkau” dalam ayat kedua.
Setelah menyapa Muhammad,
Allah lantas memberi semacam nasehat peneguhan kepada Muhammad. Ada kesan waktu
itu Muhammad merasa sedih karena kenabian dan wartanya tidak hanya sekedar
ditolak tetapi dia sendiri melihat orang-orang Madinah hidup tidak sesuai
dengan keinginan Muhammad. Ini terbaca dari pernyataan Allah, “mereka
berlomba-lomba dalam kekafirannya”. Siapa yang dimaksud dengan kata ganti
“mereka”? Ini dapat ditemui dalam kalimat berikutnya, yaitu orang Yahudi dan
orang yang telah beriman. Karena konteks turunnya wahyu ini di Madinah, maka
bisa dikatakan yang dimaksud dengan mereka itu adalah orang Yahudi, Nasrani dan
Arab pagan. Kata “kafir” secara sederhana bisa diartikan dengan sikap penolakan
terhadap islam (ajaran, kenabian Muhammad, Al-Qur’an, dan juga Allah SWT).
Jika dikaitkan dengan kalimat
berikutnya, khusus bagian pertama, berlomba-lomba dalam kekafiran dapat
dimaknai bahwa orang-orang Madinah semakin mencintai iman kepercayaannya yang
karena itu langsung terkesan meninggalkan islam. Secara sederhana bisa
dikatakan, orang Nasrani berlomba-lomba dalam iman kekristenannya, demikian
pula dengan orang Yahudi. Dan karena mereka setia pada iman kepercayaannya,
Muhammad melihat mereka tidak menerima islam. Hal inilah yang membuat Muhammad
sedih sehingga Allah meneguhkannya, “Janganlah engkau disedihkan karena mereka
berlomba-lomba dalam kekafirannya.”
Memperhatikan kalimat ketiga
dan keempat (juga kelima), dapatlah dikatakan bahwa dua kalimat ini merupakan
peneguhan yang diberikan Allah kepada Muhammad supaya ia tidak bersedih. Harapannya
adalah agar Muhammad tidak berhenti mewartakan ayat-ayat Allah, dan agar
pengikutnya tetap setia padanya. Ada tiga poin peneguhan yang diberikan Allah,
1. Sebenarnya
orang-orang Madinah tidak beriman. Di sini sepertinya Allah mau mengatakan
bahwa hanya Muhammad dan pengikutnya saja yang beriman. Islam dijadikan patokan
seseorang itu beriman. Karena itulah, ada banyak ayat Al-Qur’an yang berisi
sapaan Allah kepada orang beriman, yang dimaknai sebagai umat islam. Sekedar
contoh QS al-Maidah: 1, 2, 6, 8, 11, 51, 54, dll).
2. Orang
Yahudi suka memutar balik kata dan fakta. Dalam catatan kaki no. 276 dikatakan,
“Orang-orang Yahudi sangat suka mendengar perkataan-perkataan pendeta mereka
yang bohong, atau sangat suka mendengar perkataan-perkataan Nabi Muhammad saw
untuk disampaikan kepada pendeta-pendeta dan kawan-kawan mereka dengan cara
yang tidak jujur.”
3. Orang
Yahudi mengubah Taurat dari makna sebenarnya.
Apa yang dapat dibaca dari
penggambaran ini? Terlihat jelas bahwa untuk meneguhkan Muhammad (juga para
pengikutnya), Allah harus mengeluarkan kata-kata fitnah. Fitnah pertama soal
beriman. Sekalipun orang Yahudi dan Nasrani di Madinah sudah beriman, Allah
tetap menyatakan mereka belum beriman. Allah secara tidak langsung sudah
memberi standar bahwa yang beriman itu hanyalah islam. Di luar itu berarti
tidak beriman, alias kafir, sekalipun sebelumnya orang sudah memiliki iman
kepercayaan (agama). Fitnah Allah ini menjadi sikap dan keyakinan umat islam
hingga kini. Kerap dijumpai umat islam yang menghina agama lain, dan akan
sangat marah jika agamanya dihina. Hal ini karena hanya islam yang pantas
disebut agama sehingga tak boleh dihina, sedangkan yang lain bukan agama
sehingga layak untuk dihina. Dengan sikap dan keyakinan seperti ini, tentulah
tidak mungkin akan terwujud kerukunan dan perdamaian dalam masyarakat yang
majemuk.
Fitnah kedua soal kebiasaan
orang Yahudi suka berbohong. Dalam catatan kaki no 276 dinyatakan kebohongan
itu dilakukan tidak hanya oleh pendetanya saja, melainkan juga umatnya. Akan
tetapi dalam cacatan kaki tersebut terlihat jelas bahwa ulama kemudian melakukan
fitnah. Allah hanya mengatakan mendengar berita bohong, tapi dijelaskan bahwa
kebohongan itu bersumber dari pendeta. Allah sendiri tidak menyebut pendeta
yang berbohong. Ini berarti kebohongan sudah menjadi tabiat orang Yahudi.
Fitnah Allah ini berlaku hingga saat ini (perhatikan redaksi catatan kaki no.
276). Karena itulah, fitnah ini menjadi sikap dan keyakinan umat islam hingga
kini, yaitu kebencian terhadap orang Israel. Apapun yang dikatakan dari pihak
Israel, tentulah tidak akan dipercaya. Muslim Indonesia percaya pada orang
Palestina (sekalipun orang itu non muslim), dan tidak akan percaya pada orang
Israel (meski dia itu bukan Yahudi). Hal ini Kembali ditegaskan dalam ayat 64
surah al-Maidah ini, dimana dikatakan bahwa orang Israel suka akan kerusuhan
dan penuh kebencian. Padahal yang penuh kebencian dan suka perang itu adalah
islam, karena memang itulah yang diajarkan Allahnya.
Satu hal yang menarik dari
fitnah Allah yang kedua ini adalah soal substansi fitnah tersebut. Di atas
sudah dikatakan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang jelas. Menjadi
pertanyaannya, berita bohong apa saja yang didengar oleh orang Yahudi sehingga
membuat Muhammad sedih? Selain itu perkataan apa saja yang disampaikan orang
lain yang belum pernah didengar Muhammad? Dan siapakah orang lain itu? Dapat
dipastikan tidak ada kesepakatan dan keseragaman jawaban dari kalangan ulama
islam atas pertanyaan ini. Allah pun seharusnya sudah menjelaskan secara
detail. Kenapa Allah bisa mengutip kata-kata orang munafik, “Kami telah beriman”,
sementara berita-berita bohong dan kata-kata orang lain tidak? Hal ini hendak
menegaskan betapa klaim Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas hanyalah ungkapan
kosong belaka.
Fitnah ketiga soal Taurat
diubah. Sebelum masuk pada subtansi fitnah, terlebih dahulu kita lihat apa yang
tertulis dalam kalimat Allah yang keempat ini. Jika setiap kata atau frasa
dalam tanda kurung merupakan tambahan kemudian yang berasal dari tangan
manusia, maka sejatinya kalimat Allah yang sebenarnya adalah, “Mereka mengubah kata-kata
dari makna yang sebenarnya.” Tentulah saat membaca kalimat Allah ini para ulama
bingung, apa yang dimaksud dengan “kata-kata”. Kata-kata apa yang diubah.
Sekali lagi hal ini hendak menegaskan kalau Al-Qur’an itu bukanlah kitab yang
jelas. Dalam kebingungan, ditambah adanya kebencian terhadap Yahudi yang
berakar pada wahyu Allah, maka ulama kemudian sepakat bahwa maksud dari
“kata-kata” itu adalah “Taurat”. Secara tidak langsung, para ulama islam ini
telah melakukan fitnah terhadap orang Yahudi. Allah sendiri tidak mengatakan
Taurat, tapi ulama mengatakan demikian. Dengan kata lain, para ulama ini
mengatakan apa yang tidak dikatakan Allah. Hal ini kembali menegaskan apa yang
telah diurai dalam poin kedua di atas.
Terkait dengan substansi
fitnah, dengan pengandaian Taurat diubah, menjadi pertanyaan bagian mana dari
kitab Taurat yang telah diubah makna sebenarnya? Umumnya orang tahu kitab
Taurat itu terdiri dari kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan.
Nah, kitab yang mana yang telah diubah maknanya? Ayat mana dari kitab
apa yang telah diubah maknanya? Jika Allah sungguh mahatahu dan jika sungguh
Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas, seharusnya Allah langsung menyebutnya. Allah
bisa mengutip kata-kata orang munafik, “Kami telah beriman”, kenapa ayat-ayat
dari kitab Taurat yang diubah maknanya tidak bisa ditampilkan. Jangan-jangan
Allah memang tidak tahu. Atau jangan-jangan Allah hanya sekedar menyebut hanya
untuk menghibur dan meneguhkan Muhammad. Dalam hal ini tampak jelas Allah telah
melakukan fitnah. Fitnah Allah ini menjadi sikap dan keyakinan umat islam
hingga kini. Umat islam sering mengatakan kitab suci orang Yahudi itu sudah
palsu karena telah diubah maknanya.
DEMIKIANLAH kajian logis atas
surah al-Maidah ayat 41. Dari telaah logis ini dapatlah dikatakan dua hal. Pertama,
klaim Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas ternyata hanya isapan jembol belaka.
Bisa dikatakan bahwa itu hanya kebohongan yang diciptakan Allah, karena
ternyata tidak ada kejelasan dalam Al-Qur’an. Kedua, Allah islam adalah
tukang fitnah. Hanya untuk menghibur dan meneguhkan Muhammad, orang lain
menjadi korban fitnah Allah. Di sini tampak jelas Allah menggunakan asas
menghalalkan segala cara. Dan terkesan hal ini diterapkan oleh kebanyakan umat
islam.
Lingga, 1 Oktober 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar