³² […] Maka, Aku
memberi tenggang waktu kepada orang-orang yang kufur itu, kemudian Aku siksa
mereka. […] ³³Apakah Dia yang mengawasi setiap jiwa atas apa yang diperbuatnya
(sama dengan tuhan yang tidak demikian)? Mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi
Allah. […]. ³⁴ [...]. ³⁵ […]. ³⁶Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab
kepada mereka bergembira dengan apa (kitab) yang diturunkan kepadamu (Nabi
Muhammad) […] (QS 13: 32 – 36)
Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman yang langsung berasal
dari Allah sendiri. Firman itu disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad
(570 – 632 M). Berhubung Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan
menulis, maka setelah mendapatkan firman Allah itu dia langsung mendiktekan
kepada pengikutnya untuk ditulis. Semua tulisan-tulisan itu kemudian
dikumpulkan, dan jadilah kita yang sekarang dikenal dengan nama Al-Qur’an.
Karena itu, apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah
sendiri. Tak heran bila umat islam menganggap kitab tersebut sebagai sesuatu
yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Penghinaan terhadap Al-Qur’an
adalah juga penghinaan terhadap Allah, dan orang yang melakukan hal tersebut
wajib dibunuh. Ini merupakan kehendak Allah sendiri, yang tertuang dalam
Al-Qur’an (QS al-Maidah: 33).
Keyakinan umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah didasarkan
pada firman Allah sendiri. Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an, yang merupakan
perkataan Allah, yang mengatakan hal tersebut. Al-Qur’an diturunkan agar
menjadi petunjuk bagi umat islam. Setiap umat islam wajib mengikuti apa yang
dikatakan dalam Al-Qur’an. Untuk kemudahan ini maka sengaja Allah mudahkan
Al-Qur’an (QS al-Qamar: 17). Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah
kitab yang sudah jelas dan mudah dipahami.
Berangkat
dari keyakinan umat islam ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan merupakan perkataan Allah, yang
disampaikan kepada Muhammad. Namun tetap harus diakui tidak semua yang tertulis
dalam kutipan di atas merupakan perkataan Allah. Apa yang tertulis dalam tanda
kurung bisa dipastikan berasal dari tangan-tangan manusia kemudian. Sejatinya
kata-kata tersebut tidak pernah diucapkan Allah kepada Muhammad. Penambahan
tersebut bertujuan untuk membuat wahyu Allah menjadi jelas. Di sini terlihat
kalau ternyata Al-Qur’an bukanlah kitab yang jelas sebagaimana dikatakan Allah,
karena untuk untuk membuat wahyu Allah menjadi jelas dibutuhkan keterangan
tambahan dari manusia.
Kutipan di atas diambil dari surah ar-Rad ayat 32 hingga 36. Dalam ayat 32 Allah mengawali dengan satu informasi tentang nasib para rasul sebelum Muhammad yang diolok-olok oleh umatnya. Tujuan pernyataan Allah ini adalah agar Muhammad tidak berkecil hati ketika mengalami olok-olokan dari orang terkait dengan tugas perutusannya. Artinya, olok-olokan terhadap para rasul itu biasa terjadi, bukan hanya terjadi pada diri Muhammad saja. Allah tidak berhenti pada informasi masa lalu saja. Allah akan menindak tegas mereka yang mengolok-olok Muhammad. Informasi ini penting buat Muhammad, karena dengan ini ia mendapatkan peneguhan. Muhammad tidak hanya mendapatkan semacam solidaritas sesama rasul Allah, tetapi juga perlindungan dan peneguhan. Ketika pesan Allah ini disampaikan kepada pengikutnya, tentulah pesan ini menjadi penegasan akan kenabiannya.
Pada ayat 33 Allah seakan melanjutkan informasi tentang “dosa” orang kufur.
Jika dalam ayat sebelumnya dosa mereka itu adalah mengolok-olok rasul Allah, di
sini Allah membeberkan dosa mereka yaitu mempersekutukan Allah. Karena itu,
Allah meminta Muhammad untuk mengatakan sesuatu kepada orang kufur itu. Sebenarnya
bisa dikatakan kata-kata Allah dalam ayat 33 ini sangatlah tidak jelas.
Korelasi antar kalimat tidak begitu tampak sehingga membingungkan bagi pembaca
(sekalipun di dalamnya sudah ada penambahan-penambahan dari manusia kemudian).
Setelah menampilkan “dosa” orang kufur dalam ayat 32 dan 33, di dua ayat
berikutnya Allah menyampaikan sanksi buat mereka. Allah menegaskan bahwa akibat
dari dosanya, orang kufur akan mendapatkan azab baik di dunia ini maupun di
akhirat. Di akhirat nanti nasib orang kufur itu akan berakhir di neraka.
Menariknya Allah memberikan juga gambaran surga bagi mereka yang takwa. Mungkin
Allah ingin Muhammad menyampaikan pesan-Nya kepada para pengikutnya secara
berimbang: yang kufur masuk neraka, yang takwa masuk surga. Diharapkan para
pengikut Muhammad ini tetap setia kepadanya supaya bisa masuk surga; jika
meninggalkan Muhammad pastilah akan menderita di dunia dan di akhirat.
Memasuki
ayat 36 Allah tiba-tiba menyebut orang-orang yang telah diberi al-Kitab. Ada 2
sikap mereka terhadap Al-Qur’an, yaitu menerima dan menolak. Oleh ulama islam
orang-orang yang telah diberi al-Kitab ini adalah orang Yahudi dan juga
Nasrani. Terhadap mereka yang menolak, Allah meminta Muhammad untuk
menyampaikan pesan-Nya. Mungkin pesan Allah ini terkait dengan penolakan orang
Yahudi dan Nasrani terhadap sebagian dari isi Al-Qur’an. Akan tetapi,
mencermati isi pesan Allah yang harus disampaikan Muhammad itu tampak kalau
golongan yang menolak itu adalah kaum Nasrani. Pesan Allah yang harus dikatakan
Muhammad sudah sejalan dengan ajaran Yahudi, yaitu menyembah hanya kepada Allah
dan Allah menjadi asal dan tujuan hidup manusia. Sebenarnya pesan kedua, yaitu
Allah menjadi asal dan tujuan hidup manusia, sejalan dengan ajaran Nasrani,
sedangkan yang pertama disalah-pahami oleh Allah. Terkesan sepertinya Allah SWT
melihat orang Nasrani telah mempersekutukan Allah dengan menyembah Yesus
sebagai Tuhan. Di sinilah terlihat jelas Allah SWT gagal paham tentang paham
trinitas. Sebenarnya orang Nasrani juga hanya menyembah Allah yang esa.
Demikian
telaah singkat atas surah ar-Rad ayat 32-36. Satu hal yang sangat menarik untuk
dicermati adalah penggunaan kata ganti untuk Allah. Dalam 5 ayat ini Allah
memakai 3 kata ganti untuk diri-Nya. Pada ayat 32 Allah memakai kata “AKU”, dan
ayat berikutnya ada “DIA”. Dalam ayat 34-35 sama sekali tidak ada pemakaian
kata ganti untuk Allah. Baru di ayat 36 kembali terlihat kata ganti untuk
Allah. Di sini Allah memakai kata “KAMI”. Harap diketahui ketiga kata ganti
tersebut ditafsirkan sebagai ALLAH, dan diucapkan oleh Allah. Secara nalar akal
sehat dan juga linguistik, kata “Aku” merujuk pada Allah yang sedang yang
berbicara, sedangkan kata “Dia” bukan pada Allah yang sedang berbicara. Kata
“Dia” merupakan entitas lain dari Allah yang berbicara. Yang pastinya entitas
tersebut adalah juga Allah. Dengan demikian terlihat jelas di sini ada DUA
Allah. Secara linguistik, kata “kami” bisa sebagai kata ganti orang jamak bisa
juga tunggal. Sebagai kata ganti orang jamak, dalam kata “kami” ada aku dan dia,
sedangkan sebagai kata ganti orang tunggal, kata “kami” bersifat menunjukkan
kehormatan.
Dimana
posisi kata “kami” dalam ayat 36 ini? Tentulah umat islam akan mengatakan bahwa
kata “kami” di sini bukan dalam arti jamak, melainkan tunggal, sebagai bentuk
kehormatan. Jika dikatakan bahwa kata “kami” ini hendak menunjukkan kehormatan,
kenapa dalam ayat 32 Allah menggunakan kata “aku”? Apakah dalam ayat 32 ini
Allah lagi sedang tidak menunjukkan kehormatan-Nya? Kenapa dalam ayat 32 Allah
memakai kata “aku” sedangkan ayat 36 kata “kami”? Karena itu, di sini
problemnya adalah Allah tidak konsisten. Allah suka berubah-ubah. Jika
memperhatikan alur wahyu Allah ini, dari ayat 32, maka kata “kami” di sini
berarti kata ganti jamak. Kata ini hendak menegaskan keberadaan “AKU”, yang
disebut dalam ayat 32 dan “DIA”, yang disebut dalam ayat 33. Dengan demikian
kata “kami” dalam ayat 36 ini memperlihatkan dengan jelas dan tegas keberadaan
DUA Allah. Karena itu, haruslah dikatakan dalam islam Allah ada DUA.
Tanjung
Pinang, 7 Oktober 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar