Umat
islam percaya bahwa Muhammad itu adalah nabi. Dia adalah nabi penutup. Artinya,
setelah Muhammad tidak akan ada lagi nabi-nabi baru. Selain nabi, Muhammad juga
dipercaya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Padanya ada suri teladan yang
agung. Karena itulah, sekalipun dalam islam ada nabi yang jauh lebih hebat dan
suci daripada Muhammad, tidak ada pengagungan yang sangat besar dari umat islam
kepada Muhammad. Artinya, Muhammad lebih disembah dan dimuliakan ketimbang
nabi-nabi yang lain. Penghinaan terhadap Muhammad akan dapat dengan mudah
menyulut kemarahan umat islam daripada nabi-nabi yang lain.
Apa
dasar keyakinan dan sikap umat islam ini? Jawabannya sederhana, yaitu
Al-Qur’an, yang diyakini sebagai wahyu Allah. Jadi, umat islam percaya kalau
Muhammad itu nabi penutup dan suri teladan sempurna karena begitulah yang
tertulis di dalam Al-Qur’an. Reaksi atas penghinaan terhadap Muhammad juga
tertulis di sana. Artinya, Allah sudah mengatakan demikian. Untuk nabi-nabi
yang lain tak tertulis, sehingga wajar jika umat islam tidak bereaksi terhadap
penghinaan terhadap para nabi itu.
Akan
tetapi, kenapa umat islam tak percaya jika dikatakan Muhammad itu sakit gila,
meski pernyataan kegilaan Muhammad ini ada dalam Al-Qur’an? Setidaknya ada 2
alasan untuk ini. Pertama, pernyataan itu bukan berasal dari Allah,
melainkan dari orang kafir. Jadi, yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah
perkataan Allah yang mengutip pernyataan orang kafir. Kedua, umat islam
sudah terlanjur percaya Muhammad itu manusia sempurna. Mana ada manusia
sempurna yang gila.
Meski pun demikian, satu hal yang perlu diketahui, khususnya oleh kaum muslim adalah bahwa pernyataan nabi Muhammad SAW itu gila bukan muncul saat kini, melainkan sudah ada sejak kemunculan Muhammad sebagai nabi. Ini terekam dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Berikut ini kami tampilkan beberapa kutipan pernyataan tersebut:
QS
al-Hijr: 6
Dan
mereka berkata, “Wahai orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an, sesungguhnya
engkau (Muhammad) benar-benar orang gila.”
QS
al-Mu’minun: 70
Atau
mereka berkata, “Orang itu (Muhammad) gila.” Padahal, dia telah datang membawa
kebenaran kepada mereka, tetapi kebanyakan mereka membenci kebenaran.
QS
as-Saffat: 36
dan
mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang
penyair gila?”
QS
al-Qalam: 51
Dan
sungguh, orang-orang kafir itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan
mata mereka, Ketika mereka mendengar Al-Qur’an dan mereka berkata, “Dia
(Muhammad) itu benar-benar orang gila.”
Demikianlah
beberapa kutipan ayat Al-Qur’an yang di dalamnya berisi keterangan bahwa
Muhammad itu gila. Semua kutipan di atas diambil dari surah-surah Makkiyyah.
Ini berarti pernyataan bahwa Muhammad gila muncul di Mekkah, disuarakan oleh
orang-orang Mekkah. Siapa orang Mekkah ini? Hampir dapat dipastikan mereka ini
adalah orang Yahudi, Kristen, Arab dan lainnya, yang tidak termasuk kelompok
pengikut Muhammad. Ada kesan pernyataan bahwa Muhammad itu gila begitu intens
disuarakan sehingga membuat pengikut Muhammad menjadi bimbang. Hal ini membuat
Muhammad menjadi galau. Akan tetapi, Muhammad akhirnya menemukan solusi untuk
mengatasi masalah ini. Diciptakanlah wahyu Allah yang menyatakan dirinya tidak
gila. Maka hadirlah surah al-Qalam ayat 2, dimana Allah mengatakan bahwa
Muhammad bukan orang gila.
Menjadi
pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan kata “gila” di sini? Apakah gila di
sini bermakna psikologis, seperti orang yang mengalami gangguan kejiwaan?
Contoh orang gila seperti ini bisa dijumpai di jalanan atau di rumah sakit
jiwa. Atau “gila” di sini hendak menunjukkan hal-hal yang luar biasa, baik itu
positif maupun negatif? Orang Yahudi pernah menyebut Yesus itu gila lantaran
ajaran-Nya yang sangat radikal dan pelayanan-Nya yang melampaui nalar akal
sehat. Adolf Hitler pernah dicap sebagai orang gila lantaran kebiadabannya. Ataukah
ada makna lain?
Untuk
bisa memahami kata gila dalam konteks Muhammad ini, terlebih dahulu kita harus
mengacu pada konteks waktu, yaitu kehidupan Muhammad di Mekkah. Kita tidak bisa
menilainya dari kehidupan di Madinah. Berangkat dari ini dapatlah dikatakan
secara sederhana kata “gila” ini dimaknai sebagai tidak waras atau aneh.
Ketidak-warasan atau keanehan ini terlihat dari pembicaraan dan juga perilaku.
Orang gila itu adalah orang yang bicaranya tidak jelas, ngawur dan terkadang
tidak sesuai dengan realitas. Orang gila juga memiliki perilaku tidak normal.
Pertanyaan
lanjut sekarang adalah adakah indikasi yang menunjukkan bahwa Muhammad itu
gila?
Berikut
ini akan ditampilkan beberapa indikasi kegilaan Muhammad. Sumber utama indikasi
ini adalah Al-Qur’an. Beberapa indikasi itu adalah sbb:
1. Klaim
kenabiannya. Dalam wartanya kepada orang-orang Mekkah, Muhammad menyatakan
dirinya sebagai nabi. Tidak puas dengan pengakuan dari Allah, Muhammad
mengatakan bahwa kenabiannya sudah diramalkan dalam Kitab Taurat dan Injil.
Tentulah ketika mendengar ini orang Yahudi dan Nasrani akan geleng-geleng
kepala. Bagi mereka omongan Muhammad ini ngawur dan tanpa bukti. Pada titik
inilah Muhammad dikatakan gila.
2. Ajaran
seks menyimpang. Dalam wartanya kepada orang-orang Mekkah, Muhammad mengatakan
bahwa Allah “membolehkan” para suami untuk bersetubuh dengan hamba-hambanya,
sekalipun mereka tidak terikat dengan perkawinan. Tentu saja ajaran ini untuk
menarik minat orang Arab untuk menjadi islam. Namun bagi orang Yahudi dan
Kristen, ajaran tersebut tidak masuk akal, apalagi dengan mengatas-namakan
Allah. Pada titik inilah Muhammad dikatakan gila.
3. Kisah-kisah
Alkitab. Dalam wartanya kepada orang-orang Mekkah, Muhammad banyak mengutip
kisah-kisah yang ada dalam kitab suci orang Yahudi dan kristiani. Namun
sayangnya apa yang disampaikan Muhammad itu tidak sesuai dengan tradisi yang
sudah ratusan tahun diketahui oleh orang Yahudi dan Kristen secara
turun-temurun. Misalnya, soal warta Adam, Hawa dan Setan yang ada di surga, ini
sungguh merusak nalar akal sehat. Karen Armstrong, dalam bukunya Sejarah Tuhan,
mengatakan bahwa urutan nabi-nabi yang ada dalam Al-Qur’an tidak kronologis.
Lebih parah lagi, pernyataan Muhammad bahwa Maria melahirkan di bawah pohon
kurma. Tentu saja hal ini bertentangan dengan ralitas. Masih banyak contoh
lainnya. Pada titik inilah Muhammad dikatakan gila.
4. Kata
ganti Allah. Dalam wartanya kepada orang-orang Mekkah, Muhammad hanya
menyampaikan wahyu Allah. Artinya, apa yang disampaikannya adalah perkataan
Allah. Menjadi aneh karena dalam wahyu Allah itu, Allah menggunakan beberapa
kata ganti untuk diri-Nya. Kadang Allah memakai kata “Aku”, di lain waktu kata
“Dia”, di waktu yang lain lagi digunakan kata “Kami”, dan terkadang pakai kata
“Engkau”. Semua kata itu diucapkan Allah untuk menyebut diri-Nya sendiri. Orang
Yahudi dan Kristen yang ada di Mekkah bukanlah orang yang bodoh, tidak seperti
orang Arab. Mereka paham soal bahasa. Karena itu, pemakaian kata ganti yang
berubah-ubah tidak saja menunjukkan ketidak-konsistenan wahyu Allah tetapi juga
ketidak-sesuaian dengan kaidah bahasa. Pada titik inilah Muhammad dikatakan
gila, karena ucapannya ngawur.
Demikianlah
beberapa indikasi kegilaan Muhammad. Sebenarnya masih ada banyak indikasi
lainnya. Semua indikasi di atas dapat ditemukan dalam kehidupan Muhammad saat
masih berada di Mekkah. Menjadi pertanyaan, apakah ketika berada di Madinah
Muhammad menunjukkan kegilaannya?
Di
sini kita ingat akan pepatah “sekali gila tetap gila”. Berangkat dari pepatah
ini maka dapatlah dikatakan kalau Muhammad masih tetap gila saat berada di
Madinah. Indikasi kegilaan itu terlihat dari banyaknya jumlah istri (tidak
termasuk gundik), sehingga Muhammad dicap sebagai gila seks. Juga soal
perkawinannya dengan Aisyah, yang saat itu berusia 6 tahun, sementara Muhammad
sudah lebih 50 tahun, membuat Muhammad dicap sebagai pedofila. Ada banyak
ajaran Muhammad yang sulit dicerna nalar akal sehat. Misalnya seperti mandi
hanya seminggu sekali atau soal lalat yang masuk ke minuman tidak masalah.
Kebiadabannya juga menjadi indikasi kegilaan, sehingga Muhammad kerap
disandingkan dengan Adolf Hitler.
Lingga,
30 September 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar